Sedang Membaca
Ulama Banjar (74): H. M. Daud Yahya
Redaksi
Penulis Kolom

Redaksi Alif.ID - Berkeislaman dalam Kebudayaan

Ulama Banjar (74): H. M. Daud Yahya

H. Muhammad Daud Yahya

(L. sekitar 1920)

H. M. Muhammad Daud Yahya biasa dipanggil H. Mudaya, yang merupakan singkatan atau akronim dari nama yang beliau miliki. Beliau lahir di Medan, Sumatera Utara, belum diketahui hari, tanggal, bulan dan tahunnya. Kecuali peristiwa meninggalnya beliau di Banjarmasin, yaitu pada tanggal 6 Juni 1982. Namun demikian oleh keluarga, usia beliau diperkirakan lebih kurang 62 tahun. Jenazah beliau dimakamkan di komplek pemakaman Karang Paci, Banjarbaru.

Pendidikan yang pernah ditempuh H. M. Daud Yahya berawal secara informal dengan kedua orang tua dan keluarga. Setelah itu dilanjutkan ke jenjang pendidikan formal, di antaranya adalah belajar memperdalam tafsir Alquran selama 7 tahun di Mekkah. Latar belakang pendidikan beliau yang terakhir di Tanah Suci inilah yang menghantarkan ke posisi ulama. Beliau memiliki pengetahuan yang luas sekali di bidang Tafsir Alquran, sebab belajar secara khusus dengan beberapa ulama terkemuka di Mekkah.

Dalam meniti karir sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Departemen Agama (sekarang kementerian Agama), H. M. Daud Yahya mempunyai pengalaman kerja cukup banyak sesuai dengan masa kerja serta pengalaman yang dimiliki. Beberapa jabatan penting pun pernah dijabat beliau, antara lain sebagai berikut:

  • Kepala Pendidikan Agama Islam di Pematang Siantar Sumatra Utara.
  • Kepala Pendidikan Agama Islam di Amuntai, tahun 1951.
  • Kepala Pendidikan Agama se-Kalimantan.
  • Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Antasari selama dua periode.

Sementara itu dalam bermasyarakat, H. M. Daud Yahya sangat menonjol dan beliau memiliki pengaruh yang besar. Karena itulah tidak heran jika beliau pernah pula dipercaya menahkodai beberapa kepengurusan ormas Islam, antara lain:

  • Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kalimantan Selatan tahun 1975-1980.
  • Ketua Jamiah al-Washliyah Kalimantan Selatan.
  • Ketua Kerukunan Umat Beragama Kalimantan Selatan.
Baca juga:  Teladan Gus Dur Menguatkan NU dari Dalam

Sewaktu masih berada di daerah kelahiran sendiri, Medan Sumatera Utara, H. M. Daud Yahya pernah menjadi Imam Tentara sekaligus memberikan pembinaan mental keagamaan, membimbing dan memberikan siraman rohani. Ketika itu beliau sudah terbiasa sebagai seorang yang disiplin dan selalu berusaha memberikan contoh yang baik, sesuai petunjuk ajaran agama.

H. M. Daud Yahya sebagai tokoh masyarakat, pendidik dan ulama lebih banyak berkecimpung di dunia pendidikan, baik formal maupun nonformal. Karya beliau yang dapat dikatakan monumental antara lain mendirikan Pusat Pendidikan al-Inayah Kuin Cerucuk Banjarmasin, yang masih ada dan berkembang hingga sekarang. Namun demikian sebagai seorang ulama yang memiliki jadual cukup padat dalam berceramah, membuat beliau juga terkenal sebagai seorang muballigh. Malah ketika itu H. M. Daud Yahya termasuk salah seorang ulama dan muballigh yang dihormati dan disegani masyarakat.

Dari perkawinan beliau dengan Hj. Ummi Kalsum, H. M. Daud Yahya dikaruniai 10 orang anak yaitu:

  • Akhya Mudaya.
  • Mukhlis Mudaya .
  • Hadi Prawira .
  • Zahedi Mudaya .
  • Husni Surya Mudaya.
  • Kesuma Wardah.
  • Rahmawati.
  • Faridah.
  • Taufik Mudaya, dan
  • Syahruna Mudaya.

Ketika menjadi salah seorang dosen dan bahkan pimpinan Fakultas Tarbiyah IAIN Antasari, H. M. Daud Yahya dikenal sebagai sosok yang tegas dan disiplin. Beliau disegani, sehingga kata-kata beliau selalu didengar, apalagi ketika itu sebagai seorang senior yang banyak memiliki pengalaman, dan luas pula ilmu pengetahuannya. Sungguhpun begitu H. M. Daud Yahya adalah seorang tokoh yang suka bergaul dengan siapa saja. Beliau tidak memilah-milah apalagi membuat jurang perbedaan yang lebar dalam bergaul. Itulah sebabnya para mahasiswa umumnya menyenangi kepemimpinan dan performance beliau.

Baca juga:  Ulama Banjar (71): Guru Muhammad Nur

Dengan para mahasiswa H. M. Daud Yahya sangat akrab dan dapat dikatakan dekat sekali, beliau sering memberikan motivasi dan injeksi moral lainnya, agar mahasiswa selalu tampul sebagai generasi muda yang ideal, yaitu generasi yang peduli kepada masyarakat, generasi yang senantiasa terpanggil untuk memperjuangkan kebenaran dan keadilan. Itulah sebabnya tidak sedikit mahasiswa IAIN Antasari yang meminta advis kepada beliau, masukan, saran dan bahkan curhat sekalipun.

Bagi mahasiswa IAIN Antasari Banjarmasin kala itu, sosok H. M. Daud Yahya adalah dosen yang ideal. Beliau mudah diajak berdiskusi, tukar pikiran di mana saja. Sering kali mahasiswa dan mahasiswi bergerombol mengerumuni ketika beliau memberikan motivasi dan masukan-masukan lainnya. Semua ini dilakukan secara tidak formal, meskipun ketika itu beliau baru keluar dari lokal kuliah sehabis mengajar. Pendek kata, H. M. Daud Yahya mudah sekali diajak ngomong, mulai dari hal yang sifatnya iseng, ringan, sampai yang berat lagi serius.

Sesuai dengan kepribadian yang dimiliki, dan status keulamaannya, H. M. Daud Yahya mempunyai semboyan yang tegas dan sangat Islami, yaitu: “hidup jangan memperjualbelikan akidah”. Selain sebagai seorang dosen, tokoh masyarakat dan ulama; beliau juga banyak didatangi warga masyarakat dari berbagai daerah untuk minta diisikan ilmu tenaga dalam Al-Hikmah. Ketika itu H. M. Daud Yahya memang diberi ijazah dan kewenangan mengajarkan ilmu tersebut oleh sepuhnya yang berada di Banten.

Baca juga:  Dakwah Sufistik ala Cak Nur

Melalui perguruan ilmu tenaga dalam Al-Hikmah yang pusatnya ada di Banten itu, H. M. Daud Yahya berhasil berdakwah mendekati orang-orang yang tadinya berada di ‘lembah hitam’ seperti pemabuk, penzina dan pelaku kriminalitas lainnya. Mereka itu berhasil disadarkan beliau sehingga menjadi orang baik-baik, rajin shalat serta berbakti kepada kedua orang tua dan selalu menghormati tetangga, keluarga maupun antarsesama. Pengisian ilmu tenaga dalam ini dilakukan di kediaman beliau sendiri jalan Batu Benawa RT 76 No. 31, berdekatan dengan komplek PGAN Mulawarman Banjarmasin.

Ketika diketahui H. M. Daud Yahya berpulang ke rahmatullah, banyak para dosen dan apalagi mahasiswa yang terkejut, sebab mereka tidak menyangka sama sekali kalau beliau secepat itu meninggalkan. Di saat mereka masih membutuhkan beliau, tiba-tiba Allah SWT memanggilnya. Itulah sebabnya mereka betul-betul merasa kehilangan, sebab tidak mungkin lagi dapat menemukan penggantinya. Merekapun berbondong-bondong menuju rumah duka serta ikut menghantarkan beliau ke perisirahatan terakhir dengan iringan doa dan air mata.

Sumber Naskah: Tim Penulis LP2M UIN Antasari Banjarmasin dan MUI Provinsi Kalimantan Selatan.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
3
Ingin Tahu
1
Senang
1
Terhibur
1
Terinspirasi
1
Terkejut
1
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top