Seorang anak sering mengeluhkan jika diminta orang tuanya untuk beribadah. “Orang tuaku sangat marah jika aku melewatkan ibadahku. Aku terlalu malu untuk bertanya mengapa kita harus ibadah.”
Seorang anak sering mengeluhkan jika diminta orang tuanya untuk beribadah.
“Orang tuaku sangat marah jika aku melewatkan ibadahku. Aku terlalu malu untuk bertanya mengapa kita harus ibadah.”
Atau mereka kadang berucap
“Aku tidak mengerti mengapa kita diminta untuk melakukan banyak hal di agama kita. Aku tidak mengerti arti sebenarnya dari hal-hal yang kita harus lakukan. Aku bahkan tidak tahu pasti mengapa kita harus mempelajari Alquran.”
Sebagai orang tua, hendaknya kita berhati-hati menyikapi hal ini. Jangan sampai kita akhirnya justru membuat anak-anak kita tidak mau belajar lagi ataupun tidak mau beribadah lagi.
Kita selayaknya bisa memberikan pengertian bahwa apa yang kita nasehatkan adalah sebagai perlindungan buat anak-anak kita dari bahaya. Misalnya dari kehati-hatian berlari supaya tidak jatuh dan terluka, bagaimana cara menyeberang jalan supaya aman dari kendaraan yang lewat atau misalnya cara menyikat gigi supaya giginya sehat tidak berlubang. Pelajaran kasih sayang dan nilai-nilai keluarga harus terus kita sampaikan sehingga anak-anak tumbuh dengan sehat, aman dan tenteram.
Hidup adalah kesempatan yang penuh anugerah untuk belajar. Anak-kita pergi ke sekolah untuk belajar matematika dan membaca. Di rumah kita ajari mereka dengan kemandirian, misalnya anak perempuan kita belajar menyisir dan mengepang rambut sendiri, membantu mengurus adik. Tidak lupa kita juga bisa mengajarkan anak-anak kita untuk berbahagia ketika temannya mendapatkan mainan baru walaupun mungkin anak kita juga sedang menginginkan mainan baru yang sama.
Pengetahuan yang dipelajari baik di rumah dan di sekolah akan membantu anak-anak kita untuk menjaga tubuh dan pikirannya.
Sejalan dengan ini, kita bisa menerapkan pelajaran dari Ihya Ulumuddin ke anak-anak kita. Kita bisa memulai memberikan mereka cara belajar yang khusus, yang lebih tinggi tingkatannya, yakni belajar yang lebih nyata untuk menjaga hati. Guru yang terbaik untuk pelajaran hati adalah Imam al-Ghazali.
Imam al-Ghazali mengajarkan kita bahwa di dalam diri kita ada dua pusat. Yang pertama adalah jantung, pusat fisik yang memompa darah ke seluruh tubuh. Yang kedua, bagaimanapun, tidak terlihat. Kita sama sekali tidak bisa melihatnya. Pusat ini adalah hati spiritual manusia, dan seperti pusat fisik manusia, hati spiritual manusia membutuhkan perhatian dan kasih sayang.
Sebagai orang tua, kita sebenarnya sudah mengajarkan untuk menjaga hati ini ke anak-anak kita dengan cara mengingatkan mereka untuk terus menjadi lebih baik. Misalnya, hal yang ringan, bertingkah lembut kepada binatang peliharaan kita, kucing contohnya atau mengajarkan untuk berbagi mainan dengan teman-temannya.
Hal yang lebih serius yang bisa kita ajarkan ke anak-anak kita untuk menjaga hati spiritual adalah dengan cara mengajarkan Alquran. Aluran adalah kata-kata dari Allah Swt yang disajikan pada kita melalui nabi Muhammad saw. Alquran mengajarkan kita tentang pembelajaran tertinggi, yang melindungi hati spiritual kita dan membuatnya kuat.
Ketika kita memperbaiki hati spiritual kita, sejatinya kita menyiapkan diri kita sendiri dan anak-anak kita untuk kehidupan kelak di surga.
(Diterjemahkan dari Al-Ghazali The Book of Knowladge for Children. Penerjemah tim Alif.id)