Al-Hallaj adalah ikon mistikus paling melegenda di belantika sufisme. Nama besarnya tak pernah lekang disebut orang sepanjang masa, dalam nada puji-puji yang indah maupun dalam sumpah serapah dan dendam kesumat yang tak pernah selesai.
Cerita tentang sufi besar ini sarat dengan beragam mitos dan dongeng-dongeng yang memesona sekaligus merobek-robek nurani.
Salah satu dongengnya yang memesona adalah perihal laron yang penasaran akan hakikat api yang berada di lampu. Kisah ini terdapat pada kitab at-Thawasin karangan Al-Hallaj. Narasi-narasinya sangat epik dan sederhana.
Kisah ini terdapat pada bab Thasinul Fahm. Narasi-narasi pembukanya begitu memusingkan pikiran, dan sulit dipahami kalangan awam, akan tetapi pencerahan perihal hakikat menjadi sangat mudah dan gamblang ketika al-Hallaj mengisahkan perihal laron dan rasa penasarannya.
Alkisah, saban hari ada seekor laron yang terbang disekeliling nyala lampu api hingga terbinya fajar.
Lalu sang laron tadi kembali ke teman-temannya dan menceritakan perihal nyala lampu api yang ia kelilingi semalam. Sang laron menceritakannya dengan indah sekali, ia berkeinginan untuk medekati nyala lampu api itu lebih dekat. Ia ingin sekali berpadu (hulul) dengan geliatnya nyala api untuk mencapai penyatuan (tauhid) yang sempurna.
Di hari yang lain sang laron tadi tidak puas dengan hanya mengelilingi lampu api dan menikmati cahanya saja, ia sedikit demi sedikit mulai mendekat dan merasakan panas, hingga akhirnya ia pun memutuskan untuk melompat ke dalam nyala api secara langsung.
Sementara teman-temannya yang senantiasa mendengarkan cerita sang laron tadi menantikan kedatangannya untuk menceritakan hal terbaru tentang lampu api tadi.
Namun, sang laron tadi telah sirna (fana’), musnah dan menyatu dalam serpihan-serpihan, dan hilang tanpa jasad.
Al-Hallaj menjelaskan cahaya nyala api adalah pengetahuan hakikat (ilmul haqiqat), merasakan panasnya adalah kenyataan hakikat (haqiqatul haqiqat), dan penyatuan dengan api adalah kebenaran hakikat (haqqul haqiqat).
Ketika sang laron ada pada maqam ilmul haqiqat ia masih bisa menceritakan cahaya dari nyala lampu api tadi. Begitu pun ketika ia berada pada maqam haqiqatul haqiqat masih ada kesempatan baginya untuk menceritakan panasnya api dari lampu tadi.
Namun ketika sang laron mencapai maqam haqiqatul haqiqat maka sulit dan mustahil untuk menceritakannya karena ia telah melebur dan menyatu pada kebenaran hakikat.
Begitulah al-Hallaj menggambarkan perihal hakikat dan berleburnya (hulul) laron tadi kedalam hakikat api. Wallahu a’lam
Owalah iya typo, mohon maaf ya. ??
Owalah iya, Maafkan hamba. ??
Owalah iya, Maafkan ??
Sepakat . Sepertinya ada typo…
Ada typo sedikit. Haqiqatul haqiqat seharusnya haqqul haqiqat.