Ini cerita lawas yang masih tersimpan di memori. Tujuh tahun lalu, Saya berkesempatan meliput pesta olahraga pantai bernama Asian Beach Games. Sejak berangkat, saya telah menyimpan beberapa rasa penasaran terkait tuan rumah penyelenggaraan, yakni Muskat, ibukota negara Oman.
Satu penasaran adalah soal pemakaian kostum, terutama untuk atlet perempuan, seperti seragam untuk cabang olahraga renang, polo air, dan voli pantai, yang memang setengah terbuka. Penasaran itu bukan soal apakah pemerintah Oman mengizinkan atau tidak (karena pemerintah tentu mengikuti peraturan resmi internasional), tetapi reaksi para penonton di sana saat menyaksikan pertandingan.
Kesempatan pertama (untuk mengobati rasa penasaran) saya dapat ketika menemani beberapa atlet voli pantai putri Indonesia berlatih di lapangan pasir di Al-Musannah, 125 kilometer dari Muskat. Waktu itu ada empat pemuda berusia 20-an tahun, seorang di antaranya bernama Habib. Mereka menonton beberapa tim voli pantai putri yang sedang berlatih. Seusai menonton dua tim putri Jepang, mereka beringsut ke lapangan sebelah, menyaksikan dua tim voli putri Indonesia.
Sambil tertawa-tawa, mereka tampak menikmati tontonan itu. Saya mendekati mereka dan bertanya, “Suka voli?”. “Suka, tetapi tak bisa bermain,” sahut Habib. Ia lantas mengambil bola yang menggelinding keluar lapangan dan melemparkannya kepada Aning, atlet voli pantai Indonesia.
Habib kembali terbahak dan menyahut, “Ya…. suka” ketika ditanya mengapa menonton tim putri berlatih. Saya membatin setengah menuduh, pasti mereka tertawa karena takjub melihat orang pakai bikini di lapangan. Sebelum saya bertanya lagi, Habib buru-buru bicara, “Memakai pakaian seperti itu, haram.” “Lalu, mengapa kalian menonton?” tanya saya lagi. “Haram, tetapi kami suka melihatnya,” kata Habib, tertawa lagi, diikuti ketiga temannya.
Bikini memang menjadi kostum standar internasional untuk atlet voli pantai putri. Bertanding voli dengan kostum seperti itu sudah menjadi pemandangan yang biasa di berbagai turnamen. Apalagi, voli pantai memiliki jadwal tur dunia yang pasti di setiap tahunnya dan hampir digelar setiap bulan di seantero jagat.
Ketika cabang olahraga ini digelar di Oman (yang baru pertama kali ini menggelar ajang multicabang setingkat Asia), suasananya semakin semarak. Saat atlet putri bertanding, bangku penuh oleh penonton pria.
Menghargai keberagaman
Budaya masyarakat Oman merujuk pada norma agama Islam, tetapi masyarakatnya menghargai keragaman. Seiring perkembangan zaman, transnasionalisme, dan globalisasi, Oman makin terbuka menerima budaya Barat. Hal ini dikatakan oleh Menteri Olahraga Kesultanan Oman Ali bin Masoud al-Sunaidy, yang pada 2010 masih menjabat.
Ali mengatakan, masyarakat Oman tidak berkeberatan dengan kostum untuk atlet voli pantai putri. Artinya, mereka tidak memprotes ketika kostum tersebut dipakai di Oman. “Asalkan bukan atlet putri Oman yang mengenakannya,” kata Ali.
Menurut Ali, kostum, mode, atau pakaian adalah sebuah pilihan. Aturan internasional untuk kostum voli pantai putri memang bikini, tetapi itu tidaklah kaku. “Atlet kami bisa mengenakan celana panjang kok. Pilihan kostum itu hak,” katanya. Mendapat jawaban cukup komprehensif dari Ali, saya kok menjadi lega. Negeri Arab ini demokratis.
Perihal seragam, cabor voli pantai memang paling disorot, karena seragam untuk atlet putrinya berupa bikini two pieces. Seragam renang masih mendingan karena berupa one piece bathing suit, begitu pula dengan polo air. Sejak Olimpiade 2012 di London, regulasi FIVB (Federasi Bola Voli Internasional) berubah. Atlet putri boleh memilih kostumnya sendiri dengan alasan norma dan agama yang dianut. Maka itu, atlet-atlet dari Mesir dan Iran, misalnya, tetap mengenakan hijab di lapangan pasir.
Pakaian tradisional
Sedikit meloncat dari tema, Saya ingin menambahi dengan dua foto ini:
Soal pakaian sehari-hari, Oman juga menjaga tradisi berbusana, dengan mengenakan dishdasha atau kandoorah. Ini semacam jubah atau baju panjang semata kaki dengan kancing di sepanjang depan jubah. Kandoorah dilengkapi dengan mussar, kain wol atau anyaman yang dililitkan melingkari kepala. Busana seperti ini memang lazim dikenakan warga di dunia Arab, tidak hanya di Oman. Kandoorah atau dishdasha juga dikenakan dalam acara-acara resmi.
Perempuan Oman juga mengenakan dishdasha, jubah panjang semata kaki, tetapi biasanya dilapisi celana panjang. Masih ada abaya, lalu hijab atau jilbab dan burqa untuk menutupi wajah (di daerah tertentu). Busana adalah soal pilihan. Ada lagi fashion yang khas untuk perempuan Oman, namanya komah, yakni semacam peci bersulam. Menurut Badriyah, penjual cendera mata di arena pertandingan, pakaian tradisional Arab biasa dikenakan dalam keseharian maupun acara resmi. Bebas saja.
Terimakasih, artikelnya sangat bermanfaat sekali.
jangan lupa untuk mengunjungi kami di Pesan Seragam Drumband