Sedang Membaca
Ulama Banjar (155): KH. Muhammad Hamdan Luqman
Redaksi
Penulis Kolom

Redaksi Alif.ID - Berkeislaman dalam Kebudayaan

Ulama Banjar (155): KH. Muhammad Hamdan Luqman

Kh. Muhammad Hamdan Luqman

(L. 8 Agustus 1950)

KH. Muhammad Hamdan Luqman dilahirkan di sebuah desa terpencil, yakni desa Mudalang Kusan Hilir, Kewedanaan Tanah Bumbu Selatan, pada tanggal 8 Agustus 1950. Sekarang telah menjadi salah satu kecamatan yang dalam pemerintahan Kabupaten Tanah Bumbu. Beliau merupakan anak pertama dari pasangan Muhammad Luqman dengan Jamale. Orang tua beliau masih memiliki hubungan darah dengan ulama terkenal di zaman dulu yaitu Gurutta Al-Alim H. Muhammad Amin Suppa.

Dilihat dari silsilah keturunan tersebut maka sangat wajar jika KH. Muhammad Hamdan Luqman dikenal sebagai ulama yang dihormati dan disegani di Kabupaten Tanah Bumbu.

Jika dirunut jenjang pendidikan yang ditempuh secara formal oleh KH. Muhammad Hamdan Luqman terdiri dari:

  1. SRN tahun di di Pagatan (1958-1964).
  2. PGA NU 4 Tahun, di Pagatan (1964 – 1968).
  3. Pondok Pesantren atau Madrasah Darussalam di Martapura (1968 – 1969).
  4. Madrasah Sullamul Ulum di Martapura (1969 – 1972).

KH. Muhammad Hamdan Luqman kemudian merantau ke Jawa Timur (1974) dan menjadi santri Pondok Pesantren Modern Tebuireng Jombang. Beliau belajar di Madrasah Salafiyah Syafi’iyah kelas III Aliyah lalu melanjutkan kuliah di Fakultas Syariah Universitas Hasyim Asy’ari dan berhasil menyelesaikan Sarjana Muda (1978) dengan meraih gelar Bachelor of Art (BA).

Baca juga:  Ulama Banjar (13): KH. Abdul Hamid

KH. Muhammad Hamdan Luqman sudah terbiasa berpisah dengan orang tua. Hal tersebut bukan perkara mudah, karena mesti memerlukan ketabahan, kesabaran, keuletan, disertai ketekunan dalam mengikuti pendidikan. Dalam menuntut ilmu dan belajar di sekolah, beliau termasuk anak cerdas, berbakat dan memiliki motivasi yang tinggi.

Beliau sempat pula belajar di Pondok Pesantren Darussalam Martapura. Di pondok tersebut beliau belajar Ilmu Nahwu dan Sharaf guna menguasai bahasa Arab. Selain itu beliau belajar di rumah dan berguru dengan Guru Busyra di langgar Darul Mu’minin (sekarang sudah berubah menjadi masjid Darul Mu’minin).

Ketika menjadi santri di pondok pesantren Darussalam Martapura (1968), KH. Muhammad Hamdan Luqman tinggal di desa Keraton Martapura. Di sana mereka mengaji duduk dengan guru Umar Baqi, dan A. Jailani serta KH. Muhammad Zaini Ghani. Ketika itu usia Guru Sekumpul baru 27 tahun. Kitab yang jadi rujukan dalam belajar tersebut adalah Nashihuddiniah.

Kemudian bersama H. Ilmi dari Sungai Tiung Kotabaru menambah dan memperdalam ilmu pengetahuan agama mengaji duduk di Dalam Pagar. Guru-guru yang memberikan pelajaran ketika itu adalah: KH. Abdul Hamid, KH. Muhammad Arsyad, KH. Sirajuddin, KH. Muhammad Irfan, KH. Muhammad Nor, KH. Muhammad Bahrun, dan KH. Abdul Muin.

Baca juga:  Ulama Banjar (39): KH. Gurdan Hadi

Para ulama yang memberikan ilmu pengetahuan agama, baik di pondok maupun di luar pondok adalah: KH. Muhammad Adlan Ali, KH. Muhammad Syamsuri Badhawi, KH. Muhammad Shobari, KH. Ma’sum Diwek, dan KH. Abdul Aziz Masyhuri.

KH. Muhammad Hamdan Luqman terkenal murah senyum dan supel dalam bergaul sehingga tidak asing lagi bagi masyarakat. Tausiah beliau sangat menyentuh dan dengan gaya bahasa yang khas sehingga sangat berkesan di hati. Pesan-pesan yang disampaikan sangat memikat sehingga mudah melekat, mampu menjabarkan materi tausiah secara luas sesuai dengan disiplin ilmu-ilmu yang dikuasai beliau. Tidak heran karena beliau adalah seorang sarjana, sehingga dapat menggunakan pendekatan-pendekatan rasional dan ilmiah.

Beberapa inisiatif dan kegiatan beliau yang menonjol dapat disebutkan sebagai berikut:

  1. Mendirikan Madrasah Tsanawiyah Al-Amin yang sekarang telah menjadi Madrasah Tsanawiyah Negeri I Kusan Hilir.
  2. Aktif mengisi pengajian di majelis-majelis taklim, di kawasan Kecamatan Kusan Hilir.
  3. Menjadi pengajar pada Pesantren Bersujud di kantor Pemerintah Kabupaten Tanah Bumbu dalam implementasi manajemen Ilahiyah.
  4. Aktif di komisis Fatwa Ulama Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tanah Bumbu.

Hal tersebut ditunjang oleh pengalaman dan kecerdasan beliau dalam menyikapi berbagai persoalan umat, khususnya yang berkaitan dengan keagamaan dan kemasyarakatan. Ulama yang memiliki prinsip “tiada hari tanpa belajar” ini dalam perkawinannya dengan Hj. Muzdalifah dikaruniai lima orang anak, dua perempuan dan tiga orang laki-laki, mereka adalah: Siti Mu’attaratul Maulidiyah, Ahmad Miftah Fuady, Siti Humaida, Muhammad Miftahur-Rasyid, dan Muhammad Shahibul Hidayah.

Baca juga:  Menghidupkan Gus Dur dan Cerita dari Depok

Sumber Naskah: Tim Penulis LP2M UIN Antasari Banjarmasin dan MUI Provinsi Kalimantan Selatan.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
1
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top