Ayat Alquran jumlahnya ribuan. Enam ribu sekian lah jumlahnya. Biar mudah diingat, atau jadi angka unik, ada yang menyebut 6.666 ayat.
Sekian banyak ayat itu, punya keterkaitan satu sama lainnya. Ada munasabahnya. Jadi, tidak bisa kita modal hanya satu ayat lalu dipakai untuk menyikapi segala situasi dan kondisi. Ngotot kesana kemari.
“Ada ayat Alquran itu yang bisa bikin janggal orang Jawa. Tentu saja orang Jawa yang agak alim, dan mau mikir. Kalau tak mau mikir, ya mana pernah (atau mana berani) “protes” isi Alquran. Kalau orang Jawa yang sudah alim, ya gak akan protes atau janggal.” kata Gus Baha.
Ayat pertama ada dalam surah An-Nisa ayat 22
(وَلَا تَنكِحُوا۟ مَا نَكَحَ ءَابَاۤؤُكُم مِّنَ ٱلنِّسَاۤءِ إِلَّا مَا قَدۡ سَلَفَۚ إِنَّهُۥ كَانَ فَـٰحِشَةࣰ وَمَقۡتࣰا وَسَاۤءَ سَبِیلًا)
“Dan janganlah kamu menikahi perempuan-perempuan yang telah dinikahi oleh ayahmu, kecuali (kejadian pada masa) yang telah lampau. Sungguh, perbuatan itu sangat keji dan dibenci (oleh Allah) dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh).”
Larangan menikahi istri bapak bagi orang Jawa ini janggal. Istri bapak itu kan ibunya sendiri. “Gendeng ta piye. Kok sampai menikahi ibunya sendiri. Betapa ndak pentingnya Alquran, hal begitu kok dilarang segala. Tanpa dilarang pun, orang Jawa pasti akan menghindarinya.”
Kenapa hal janggal? Karena kebanyakan orang Jawa istrinya cuma satu.
“Perlu diketahui bahwa ayat ini turun di Arab. Di mana seorang lelaki Arab; biasa punya istri banyak. Rata-rata empat lah, tiap orang. Bahkan, ada seorang lelaki itu yang istri tetapnya cuma satu. Sementara tiga istri lainnya berganti-ganti.”
Di sinilah muncul kemungkinan di mana usia istri bapak sebaya dengan anaknya. Bahkan, bisa jadi usianya lebih muda daripada si anak itu. Sehingga ada kemungkinan timbul rasa suka dari si anak. Nah, Alquran mewanti-wanti supaya itu tidak terjadi. Haram hukumnya, sekalipun sudah dicerai ayah.
Ayat kedua berkaitan dengan larangan meminta kembali mahar yang sudah diberikan. Disebutkan di dalam Surah An-Nisa’ 20
(وَإِنۡ أَرَدتُّمُ ٱسۡتِبۡدَالَ زَوۡجࣲ مَّكَانَ زَوۡجࣲ وَءَاتَیۡتُمۡ إِحۡدَىٰهُنَّ قِنطَارࣰا فَلَا تَأۡخُذُوا۟ مِنۡهُ شَیۡـًٔاۚ أَتَأۡخُذُونَهُۥ بُهۡتَـٰنࣰا وَإِثۡمࣰا مُّبِینࣰا)
“Dan jika kamu ingin mengganti istrimu dengan istri yang lain, sedang kamu telah memberikan kepada seorang di antara mereka harta yang banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali sedikit pun darinya. Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata?”
Orang Jawa yang tidak alim, akan komentar:
“Kok ya kebangetan orang itu. Sudah nikah, sudah dapat rasanya. Begitu cerai, kok diminta lagi maharnya? Keterlaluan!!”
Kenapa janggal? Karena rata-rata mahar di Jawa itu murah. Seratus ribu, dua ratus ribu dan seterusnya. Bahkan ada yang mahar seperangkat alat shalat. Mukenah dan Alquran. Yang harganya di Pasar Wage cuma sekian puluh ribu. Maka wajar dibilang kebangetan, wong maharnya minimalis kok diminta lagi. ?
“Untuk memahaminya, supaya tak janggal dan tak protes, kita perlu melihat latar belakang budaya di Arab. Bahwa rata-rata mahar di Arab itu mahal sekali. Alquran menyebutnya dengan istilah قنطارا “harta yang amat banyak”. Saking banyaknya, tidak bisa dihitung. Itulah qinthar.”
Dalam bahasa kita, “qinthar” bisa diumpamakan mahar dengan ratusan hektar tanah. Atau mahar mobil Mercedez atau Pajero. Dan, memang sebanyak itu tradisi mahar di Arab. Nabi Muhammad saw sendiri, saat menikahi Sayyidah Khadijah maharnya 20 ekor unta muda sebagaimana dalam Hayatu Muhammad karya Husein Haekal.
Nah, misalnya di Arab sana orang baru nikah seminggu. Ada masalah antara suami istri tersebut, lalu bercerai. Apa si lelaki tidak tergoda untuk meminta kembali mahar yang telah diberikan? Di sinilah Alquran datang memberikan peringatan haramnya meminta kembali mahar. (RM)