Bandung Mawardi
Penulis Kolom

Esais. Pegiat literasi di Kuncen Bilik Literasi, Karanganyar, Jawa Tengah

Majalah Matra, Lebaran Selera Pria

Lebaran Dan Matra, Tempo, 29 April 1989

Di meja, makanan dan minuman tersedia beragam. Lebaran memang bercerita meja di ruang tamu, ruang keluarga, atau ruang makan digunakan untuk pameran makanan dan minuman. Meja selalu dipandang dan didatangi orang-orang rajin makan dan minum, setelah puasa sebulan. Meja jangan sampai absen dari makanan dan minuman! Meja di ruang tamu: pertaruhan kehormatan penghuni rumah bila menerima tamu-tamu berdatangan. Makanan dan minuman di meja bercerita pelbagai hal: menimbulkan kagum, penasaran, dan cemburu.

Di meja, majalah dan koran tak ada. Kini, kita “mustahil” bertamu ke rumah orang memiliki pemandangan ada koran dan majalah di atas meja. Tuan rumah tak tega memberi suguhan bacaan ke tamu. Sekian orang memiliki imajinasi menjauh dari makanan dan minuman. Pada suatu masa, penulis dolan ke rumah ponakan di Simo, Boyolali. Di atas meja, suguhan untuk Lebaran. Penulis memilih mengambil tumpukan koran dan majalah di kolong meja. Di situ, ada Suara Merdeka dan Panjebar Semangat. Tuan rumah adalah guru. Di ruang tamu, obrolan terasa nikmat. Makanan dan minuman itu lezat. Bacaan pun berhikmah.

Pada setiap Lebaran, penulis mengunjungi rumah mertua tanpa membawa sirup, roti, atau sarung. Di kresek atau tas, ia biasa membawa buku dan majalah. Bapak mertua selalu menantikan kedatangan bacaan bila menantu ingin dolan ke rumah. Si menantu itu wagu. Di rumah mertua, meja itu dipenuhi tumpukan buku, majalah, dan koran. Si menantu terus membawakan bacaan-bacaan, menambahi sesak meja. Para tamu di kampung berdatangan sambil melihat pemandangan “tak lezat”. Mereka belum ingin “makan” buku. Sekian orang tergoda, memulai mengajak percakapan mengenai isu terbaru atau isi buku. Bapak mertua bernama Slamet Basirun pun mulai “berkhotbah” ketimbang mengucap hal-hal repetitif saat Lebaran.

Baca juga:  Guru, Lagu, dan Kita sebagai Bangsa

Pada masa lalu, ada bujukan Lebaran itu berlangganan majalah. Di Tempo, 29 April 1989, iklan tak mencolok: “Rayakan Idul Fitri dengan paket Lebaran dari Matra.” Iklan itu “berdakwah”. Kita membaca ada sindiran: “Jangan habiskan duit untuk pakaian, sepatu, sandal, makanan, minuman, piknik, dan lain-lain saat Lebaran!” Gunakan duit berlangganan majalah: berfaedah, tak sia-sia. Orang-orang diajak memberi hadiah kepada rekan, sahabat, keluarga, dan relasi kerja. Simak: “Berikan hadiah Paket Lebaran dari Matra, berupa langganan 3 bulan plus Kartu Ucapan Selamat Idul Fitri….” Iklan itu berani mendakwahkan bacaan ke publik. Iklan mengarah ke orang-orang waras atau kecanduan bacaan. Cara mudah: mengirim wesel ke agen dan menantikan kedatangan majalah.

Keterangan tentang Matra dimuat di majalah Forum Keadilan edisi April 1996. Foto lelaki berbaju rapi, berdasi, dan membawa jas. Lelaki itu pembaca Matra. Kita mengerti misi majalah: “Hanya di Matra. Obsesi pria Indonesia disingkap secara jeli. Dan dimengerti. Trend-nya pun digagas secara dewasa dan berani. Matra memang hadir untuk mengagas trend pria Indonesia. Dalam gaya dan selera. Dalam visi dan ambisi. Mengacu ke depan. Selalu.” Oh, majalah pria. Para pembaca diutamakan pria sadar dengan hal-hal mutakhir.

Duh, ajakan langganan Matra selama tiga bulan untuk mengartikan Lebaran diskriminatif! Ibu, mbak, mbokdhe, bulik, istri, atau kekasih tak menjadi sasaran pembaca Matra. Lumrah, foto-foto di sampul Matra memang disengaja menguak selera dan ide-imajinasi pria. Dulu, Matra itu bacaan menggiurkan dan memintarkan. Redaksi di situ sudah moncer sebagai wartawan dan sastrawan. Eh, pada suatu masa, Matra mengeluarkan edisi dengan foto di sampul adalah Inneke K. Foto molek itu bermasalah. Matra pamitan dari pembaca. Begitu.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top