Mengulas Turki memang tidak akan pernah habis dan selesai untuk selalu didiskusikan dan ditulis. Untuk itu, buku “Kitab Hitam Turki” karya Bernando J. Sujibto ini menjadi salah karya yang berupaya melacak informasi seputar Turki yang out of the box. Buku ini memuat beberapa topik penting yang terbagi menjadi sepuluh pembahasan. Di dalam buku ini, Bernando juga berusaha untuk menelisik lebih dalam bagaimana isu-isu yang selama ini jarang diketahui oleh masyarakat secara luas dengan paparan data dan pengalaman selama ia menjalani studi S2 di Konya, Turki.
Di bagian pengantar, penulis juga telah menyatakan bahwa buku “Kitab Hitam Turki” ini memuat “catatan-catatan hitam” Turki yang dapat dijadikan sebagai bahan referensi dan bacaan alternatif seputar isu-isu Turki. Sementara itu, di bagian awal buku ini membahas tentang pengalaman penulis ketika mengunjungi ke partai komunis di Turki, yakni Türkiye Komünist Partisi (TKP). Partai ini menjadi basis bagi para anggota dan simpatisan yang didalamnya diisi oleh para aktivis dari berbagai kota dengan usia dan latar belakang yang beragam, baik dari pelajar, mahasiswa maupun buruh.
Jika dilacak secara mendalam, gerakan kelompok kiri di Turki dapat mudah dijumpai di daerah tenggara dan timur, dimana di daerah tersebut merupakan basis perlawanan terhadap negara Turki. Daerah yang dimaksud, diantaranya yakni Sirnak, Hakkari, dan Diyarbakir. Selain itu, daerah timur dan tenggara lainnya, seperti halnya Mardin, Sanliurfa, Batman, Van, dan Siirt, juga menyimpan benih-benih perlawanan. Artinya, kelompok kiri memiliki resistensi yang kuat dalam melakukan perlawanan terhadap negara Turki.
Selain itu, hal menarik yang perlu digarisbawahi dari pemikiran partai TKP, yakni
merupakan satu-satunya bupati komunis pertama dalam sejarah Turki. Namun, ia berupaya melakukan berbagai kebijakan dan membuat berbagai program terobosan. Seperti halnya sektor pertanian, literasi, pemberian beasiswa, revolusi dalam sistem bantuan sosial, dan transparansi keuangan. Bahkan, yang menarik dalam dirinya yakni menghadirkan dirinya sebagai kawan rakyat dan advokat. Ia juga dianggap sebagai salah satu sosok aktivis dari kalangan komunis yang membuka diri kepada berbagai ideologi yang beragam. D idalam suatu kesempatan, ia juga membantu membangun masjid di Uludere, Provinsi Sirnak, yang pernah menjadi sasaran rudal F-16 pasukan keamanan Turki dan menelan korban 34 orang pada tahun 2011.
Selanjutnya, Bernando juga menulis tentang persoalan pengungsi Suriah yang dianggap sebagai persoalan bagi masyarakat Turki, karena dianggap telah menjadi permasalahan dalam negeri Turki. Meski presiden Turki, Recep Tayyib Erdogan, pernah menyampaikan tawaran status kewarganegaraan Turki bagi para pengungsi Suriah. Tetapi, hal itu mendapat kritik dan pro-kontra dari masyarakat Turki. Maka dari itu, persoalan pengungsi Suriah di Turki masih menyisakan berbagai persoalan serius, di tengah situasi dan kondisi yang tak menentu mengenai kondisi Suriah. Pengungsi Suriah pun dinilai telah membuat permasalahan baru bagi rakyat Turki dan mereka dianggap telah lari dari tanah air mereka.
Tidak selesai dari pembahasan itu saja, buku ini juga melacak bagaimana hubungan antara Turki dan Arab Saudi yang selama ini renggang dan keduanya saling bermusuhan satu sama lain. Faktor sejarah menjadi salah satu cara pandang masyarakat Turki dalam melihat Arab Saudi. Selain itu, Arab Saudi identik dengan paham keagamaan Wahabi dan salah satu negara yang menjadi pion Inggris (Îngiliz piyonu). Hal inilah yang menjadi asal muasal dari perseteruan kedua negara tersebut. Hingga berbagai ketegangan yang pernah dialami oleh Turki dan Arab Saudi dari waktu ke waktu, baik atas dasar gengsi, kebanggaan, nama besar, dan hasrat kedua negara yang berusaha saling menguasai satu sama lain.
Di bab selanjutnya, pembahasan mengenai mereka yang telah menghina Turki, dikarenakan pemerintah Turki memberlakukan pasal nomor 301 dalam kitab Undang-undang Hukum Pidana (Turk Ceza Kanunu) yang didalamnya berupaya menjerat dan membatasi ekspresi seorang warga negara Turki. Sementara itu, pasal tersebut dianggap sebagai “pasal karet” karena telah digunakan sewenang-wenang kepada siapapun yang berupaya “menghina” Turki. Banyak tokoh dan beberapa aktivis yang terkena pasal tersebut, diantaranya Orhan Pamuk, seorang sastrawan terkemuka Turki yang pernah menyabet nobel sastra 2006, Hasan Cemal, seorang wartawan, Murat Belge, kritikus sastra, Îlhan Selçuk, seorang penasihat hukum, dan beberapa orang yang pernah mendapatkan hukuman atas tindakan mereka yang dianggap melawan negara.
Pembahasan dalam bab ini jarang sekali kita dapatkan di media ataupun buku-buku, serta artikel jurnal ilmiah, sebab pembahasannya yang kontroversif dan cenderung bertindak semaunya, sesuai dengan kehendak pemerintah, tanpa melakukan upaya kroscek atas berbagai upaya yang dilakukan oleh mereka yang mengkritik negara.
Pembahasan mengenai kelompok ultranasionalis Turki juga tidak luput dari penglihatan Bernando dalam buku ini. Tidak hanya itu, persoalan mengenai vatan haini (pengkhianat negara), militer Turki, dan Ye Ilçam, salah satu industri film di Turki juga menambah daftar topik pembahasan dalam buku ini. Artinya, semua pembahasan dalam buku ini berusaha melacak dan menelusuri isu-isu sensitif di Turki yang sulit dan jarang kita ketahui, jika kita tidak pernah tinggal di Turki selama beberapa tahun untuk melihat dan menganalisa bagaimana Turki kontemporer diciptakan oleh perjalanan sejarah yang panjang.
Terakhir, untuk mengakhiri tulisan ini, saya merekomendasikan bagi siapapun yang fokus meneliti dan mengetahui mengenai isu-isu tentang Turki secara mendalam dengan pembahasan yang out of the box. Saya rasa buku “Kitab Hitam Turki” karya Bernando J. Sujibto ini menjadi salah satu referensi yang wajib dibaca dan terus didiskusikan untuk menelaah seputar Turki secara mendalam dan komprehensif.
Judul Buku : Kitab Hitam Turki
Penulis : Bernando J. Sujibto
Penerbit : IRCiSoD
Tahun : September 2021
Ukuran Buku : 14 X 20 cm
Jumlah Halaman: 182 halaman
ISBN : 978-623-6616-65-9