Ahmad Rofiq
Penulis Kolom

Penulis adalah Santri PP. Annuqayah Latee. Alumni Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (INSTIKA) Guluk-Guluk Sumenep Madura.

Benarkah Orang Musyrik Najis?

Muhammad Syafi Al Adam Qbzbygdgxgu Unsplash

Beberapa bulan terakhir, di dunia maya dihebohkan dengan pendapat seorang tokoh yang mengatakan bahwa salah satu ormas islam mutanajis. Karena diisukan dengan cabang-cabangnya yang bukan hanya dari golongan Islam tetapi juga dari luar Islam. Beliau menukil dari ayat Al-Quran Surah At-Taubah ayat 28:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ فَلَا يَقْرَبُوا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ بَعْدَ عَامِهِمْ هَٰذَا ۚ وَإِنْ خِفْتُمْ عَيْلَةً فَسَوْفَ يُغْنِيكُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ إِنْ شَاءَ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidilharam sesudah tahun ini. Dan jika kamu khawatir menjadi miskin, maka Allah nanti akan memberimu kekayaan kepadamu dari karunia-Nya, jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

Dalam salah satu ceramahnya, beliau mengatakan bahwa orang musyrik adalah najis bahkan najisnya mereka melebihi najisnya anjing dan babi. Sebagaiamana pandangan ulama syekh Ali As-Shabuni yang beliau kutip. Dan juga menurutnya, sesiapa yang berjabat tangan dengan orang musyrik maka ia wajib berwudhu

Oleh karena itu, penulis merasa perlu untuk membuka literatur kitab klasik Rawaiul Bayan, salah satu karya Imam Ali As-Shabuni, pakar tafsir kontemporer. Sebagai salah satu upaya memahami nash Al-Quran baik dan benar, serta bisa disebarkan kepada Umat Islam.

Baca juga:  Santri sebagai Komunitas yang Terbayang

Menurut Syekh ali As-Shabuni dalam kitabnya (baca: Rawaiul Bayan), Mayoritas ulama tafsir sependapat bahwa yang dikatakan musyrik adalah mereka yang menyembah patung dan berhala, tidak termasuk orang Ahlul Kitab sekalipun mereka kafir. Sedangkan Sebagian yang lain mengatakan bahwa penyembah berhala dan Ahlul Kitab juga termasuk Musyrik. mereka berlandaskan firman Allah ان الله لا يغفر ان يشرك به ويغفر ما دون ذلك. Dan imam As-Shabuni membenarkan pendapat yang kedua.

Kemudian dari sini, apakah najisnya orang Musyrik sebagaimana najisnya kotoran atau hewan terlarang?

Dalam hal ini ulama seperti ibnu Abbas memang melihat pada dzahirnya lafal ayat tersebut, bahwa orang musyrik memang najis sebagaimana najisnya anjing dan babi. Bahkan menurut imam hasan Al-Bashri bagi muslim yang telah menyentuhnya, wajib untuk berwudhu’. Lain halnya dengan Imam As-Shabuni yang menafsiri bahwa najisnya mereka bukan najis secara eksplisit melainkan najis secara implisit karena rusaknya akidah mereka, isi perutnya yang kotor, tidak bersuci dari hadats besar dan kecil, serta enggan menjauhi hal-hal yang bersifat najis. (Cetakan DKI, hal 543).

Tidak ketinggalan juga Syekh Ali menukil pandangan berbeda dari para fukaha’ dalam status kenajisan orang Musyrik. Menurut mereka, badan dari orang Musyrik tidaklah najis alias suci, Apabila mereka masuk islam, jasadnya juga suci. Ayat tersebut bermaksud najis secara batin bukan secara dzahir.

Nah, yang disebutkan oleh salah satu tokoh tersebut ternyata tidak tuntas, terakhir syekh As-Shabuni men-tarjih diantara dua pandangan tadi dengan redaksi sebagai berikut

Baca juga:  Living Al-Qur'an dan Pesan Kemanusiaan (4): Masa Dinasti Abbasiyah

الترجيح: الصحيح رأي الجمهور لأن المسلم له ان يتعامل معهم, وقد كان عليه السلام يشرب من أواني المشركين, ويصافح غير المسلمين والله اعلم

Yang benar adalah pandangan mayoritas ulama bahwa boleh bagi muslim bertransaksi dengan mereka (non Muslim), nabi SAW. minum menggunakan wadah yang dibuat oleh orang Musyrik serta beliau berjabat tangan dengan non Muslim. (cetakan DKI, hal 546)

Jadi sejatinya sah-sah saja berinteraksi dengan saudara non Muslim apalagi sebangsa dan setanah air. Demikian pendangan syekh Ali As-Shabuni yang memperbolehkannya dalam kitab rawaiul bayan. Tidak dibenarkan kita lalu menjauhi bahkan menganggap hina sesama umat manusia karena berbeda agama, apalagi memusuhinya. Begitupun rasulullah membangun Madinah menjadi negara bangsa yang diisi oleh ragam suku dan agama yang berbeda-beda.  Islam adalah agama yang luwes dan memberikan ruang kepada sesamanya. Ramah dan tidak marah. Wallahu A’lam.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
1
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top