Sedang Membaca
Strategi Sun Tzu di Perang Khandaq
Indah Hikma
Penulis Kolom

Lulusan S-1 Ilmu Hubungan Internasional di Universitas Airlangga. Saat ini, saya tengah menjadi anggota staf peneliti di Emerging Indonesia Project.

Strategi Sun Tzu di Perang Khandaq

khandaq

Perang Khandaq merupakan peristiwa peperangan antara kaum Muslimin dan kaum musyrikin yang terdiri atas Bani Nadhir, Bani Quraisy, Bani Ghathafan, dan beberapa kabilah lainnya. Perang ini terjadi pada tahun 627 M atau tahun kelima hijrah, serta dua tahun setelah berakhirnya Perang Uhud.

Penyebab utama terjadinya peperangan dipicu oleh keinginan Bani Nadhir untuk melakukan pembalasan dendam terhadap kaum Muslimin karena mereka telah diusir dari Madinah setelah berkhianat pasca Perang Uhud terjadi. Mereka lantas berupaya untuk melobi banyak kaum musyrikin lain, sehingga akhirnya berhasil terkumpul pasukan sebanyak 10.000 orang. Jumlah ini sangat kontras dengan jumlah pasukan kaum Muslimin yang hanya mencapai 3.000 orang.

Strategi Rasulullah dalam Perang Khandaq memiliki kemiripan dengan strategi perang Sun Tzu, yaitu tokoh terkemuka yang berhasil menemukan strategi perang atau militer melalui tulisannya yang berjudul The Art of War. Sama halnya dengan Sun Tzu, Rasulullah lebih mengandalkan strategi defensif dalam menghadapi musuh di Perang Khandaq, sehingga kaum Muslimin seolah berhasil memenangkan peperangan tanpa harus terlibat dalam pertempuran besar melawan musuh. Berikut adalah enam kemiripan antara strategi perang Rasulullah dan Sun Tzu.

Penyelidikan dan Pencarian Informasi tentang Musuh

Sebelum perang dimulai, Sun Tzu sangat menekankan pentingnya penyelidikan dan pencarian informasi lebih lanjut mengenai musuh untuk mengetahui gerak-gerik mereka. Hal ini turut dilakukan oleh Rasulullah, mengingat bahwa kepemimpinan beliau di Madinah senantiasa disertai dengan tingkat kewaspadaan yang tinggi. Rasulullah memang telah mengirimkan mata-mata atau intelijen dari kaum Muslimin untuk mengawasi aktivitas masyarakat di sekitar Madinah, yakni Talha bin Obaid dan Said bin Zaid. Keduanya lantas memberikan informasi kepada Rasulullah bahwa kaum musyrikin akan menyerang Madinah dalam waktu lima belas hari. Setelah mendengar informasi ini, Rasulullah kemudian melaksanakan rapat militer dengan para sahabat untuk menyusun strategi yang akan diambil.

Baca juga:  Isyarah Surga untuk Sayidah Khadijah

Mengejutkan Musuh Sebelum Berperang

Dalam menyusun strategi perang, Sun Tzu sangat menekankan pentingnya psychological warfare, yaitu menyerang pikiran musuh atau membentuk persepsi lawan. Tindakan ini dapat dilakukan melalui penyusunan strategi yang tidak pernah diduga oleh musuh dengan tujuan untuk mengejutkannya, sehingga nyali mereka menjadi menciut. Strategi untuk mengejutkan musuh telah dilakukan dalam penyusunan rencana Perang Khandaq, yang mana Salman al-Farisi—seorang sahabat Rasulullah dari Persia—mengusulkan sebuah ide berupa penggalian parit.

Ide semacam ini dianggap aneh karena belum pernah dilakukan sebelumnya di Jazirah Arab, mengingat bahwa medan yang dihadapi cenderung tidak bersahabat. Akan tetapi, ide penggalian parit ini berhasil memberikan kejutan tersendiri pada musuh. Ketika kaum musyrikin tiba di pinggir kota Madinah, mereka tercengang akan persiapan kaum Muslimin yang sedemikian rupa.

Kepemimpinan Andal sebagai Pilar Utama Kemenangan

Sun Tzu seringkali menekankan pentingnya kualitas yang dimiliki oleh seorang pemimpin atau komandan perang. Hal ini dikarenakan kemenangan dalam perang sesungguhnya tidak terletak pada kualitas pasukan, tetapi lebih kepada kemampuan seorang komandan dalam memimpin dan menentukan posisi strategis dari pasukannnya. Kepemimpinan yang andal senantiasa tertanam kuat dalam diri Rasulullah.

Dalam menghadapi Perang Khandaq, Rasulullah berhasil menyusun strategi yang terbagi menjadi tiga bagian, yakni (1) strategi sebelum pertempuran berupa pengiriman intelijen dari kaum Muslimin yang ditugaskan untuk mengawasi wilayah di sekitar Madinah, sehingga rencana penyerangan kaum musyrikin dapat diketahui; (2) strategi saat pertempuran berupa penugasan terhadap sejumlah orang untuk berjaga-jaga apabila terdapat musuh yang berhasil menjangkau parit; dan (3) strategi pasca pertempuran dengan memerintahkan salah satu pasukan kaum Muslimin untuk memantau kondisi musuh agar dapat mengetahui rencana musuh selanjutnya.

Baca juga:  Laila: Nama Legendaris di Kalangan Arab

Mengatur Ketepatan Waktu (Timing) dalam Menjalankan Strategi

Sun Tzu menekankan pentingnya penggunaan waktu yang disesuaikan dengan kondisi cuaca dan medan. Pertimbangan mengenai kondisi cuaca dan medan perang sangat diperhatikan oleh Rasulullah beserta kaum Muslimin. Secara geografis, strategi pertahanan kaum Muslimin dengan penggalian parit sangatlah sesuai untuk dilakukan di Madinah. Hal ini dikarenakan kaum Muslimin tidak perlu menggali seluruh keliling Madinah, tetapi mereka cukup menggali parit di bagian utara dan sedikit bagian barat.

Dengan kata lain, kaum Muslimin hanya menggali parit dari daerah pinggir Lembah Waqim hingga ke pinggir al-Wabrah, mengingat bahwa daerah tersebut merupakan satu-satunya daerah yang terbuka bagi musuh. Saat itu, Rasulullah memang mempertimbangkan kondisi cuaca di Madinah yang sangat tidak bersahabat—dingin dan sedang mengalami musim paceklik. Beliau khawatir apabila tugas penggalian parit akan memberatkan kaum Muslimin. Namun dikarenakan antusiasime dan keimanan yang sangat kuat, kaum Muslimin tetap berupaya untuk menggali parit agar dapat mengalahkan kaum musyrikin.

Menciptakan Kekacauan pada Musuh

Menurut Sun Tzu, tujuan politik dari peperangan dapat dicapai dengan menciptakan kekacauan pada musuh, baik berupa kerusakan tatanan politik, sosial, maupun psikologis. Menciptakan kekacauan pada kondisi psikologis musuh sebenarnya telah dilakukan oleh Rasulullah dan kaum Muslimin melalui penggalian parit sebagai strategi untuk bertahan. Akan tetapi, strategi untuk menciptakan kekacauan pada musuh tidak hanya demikian.

Baca juga:  Perkawinan Soekarno: Melamar Istri Orang sampai Menikahi Perempuan Muhammadiyah

Rasulullah merupakan seorang pemimpin yang sangat cerdas, sehingga beliau lantas memerintahkan Nu’aim bin Mas’ud—seseorang yang baru masuk Islam—untuk masuk ke dalam barisan musuh. Ia kemudian ditugaskan untuk menyebarkan propaganda dalam barisan tersebut, sehingga menyebabkan pasukan musuh menjadi kehilangan kepercayaan terhadap satu sama lain.

Peperangan sebagai “the Last Resort

Sun Tzu menegaskan bahwa peperangan merupakan the last resort, sehingga apabila memungkinkan, maka kalahkan lawan tanpa melalui peperangan. Alih-alih peperangan, menciptakan kekacauan pada kondisi psikologis musuh merupakan tindakan yang lebih efektif untuk menjatuhkan mereka. Strategi peperangan sebagai the last resort sangat baik diterapkan oleh Rasulullah dan kaum Muslimin dalam Perang Khandaq, yakni melalui penggalian parit. Mengingat bahwa jumlah pasukan musuh tiga kali lipat lebih banyak, maka Rasulullah memutuskan untuk menggunakan strategi pertahanan. Strategi ini berhasil menghindarkan terjadinya peperangan besar antara kaum Muslimin dan kaum musyrikin, karena kaum musyrikin cenderung kesulitan untuk menjangkau parit yang telah dibuat.

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
1
Terhibur
0
Terinspirasi
2
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top