Bisyr bin al-Harits, sufi kelahiran kota Merv di tahun 767 M. Memiliki kunyah Abu Nasr, dan mendapat julukan al-Hafi (orang yang telanjang kaki). Mulanya sufi ini hidup dalam gemerlap duniawi, namun kemudian ia meninggalkan kehidupan semacam itu dan memilih laku sufi.
Sebuah kisah dalam Hilyatul Auliya’ yang diriwayatkan Abu Bakar bin Malik kepada Abdullah bin Ahmad bin Hanbal, mengatakan bahwa Bisyr bin al-Harits pernah berkata,
إذا اهْتَمَمْتَ لِغَلَاءِ السِّعْرِ فَاذْكُرِ المَوْتَ فَإنَّهُ يُذْهِبُ عَنْكَ هَمَّ الْغَلَاءِ
(Idzaa ihtamamta li ghala’i al-si’ri fadzkur al-mauta fa innahu yudzhibu anka hamma al-ghala’i)
“Apabila engkau merasa gundah karena melonjaknya harga, maka ingatlah kematian, karena hal itu bisa menghilangkan kegundahan.”
Diceritakan juga, bahwa Bisyr bin al-Harits hidup sebagai pengemis yang terlunta-lunta, sering kelaparan, dan tentunya dengan kakinya yang selalu telanjang tanpa alas.
Ihwal julukannya, al-Hafi, ada kisah yang begitu menyentuh hati dan patut untuk kita renungkan. Kisah ini terjadi mana kala ia hidup dalam gemerlap duniawi, dan sering mabuk-mabukan. Begini ceritanya;
Diriwayatkan dari Abdullah bin Muhammad bin Ja’far dari Muhammad bin Daud al-Dinawari, suatu hari dalam sebuah perjalanan, tiba-tiba Bisyr bin al-Harits menemukan secarik kertas yang bertuliskan, “Bismillahirrahmannirrahim (Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang).”
Bisyr lalu membeli minyak mawar untuk memercikkan kertas tersebut serta menyimpannya dengan hati-hati di rumahnya.
Malam harinya di suatu tempat yang lain, seorang hamba Allah bermimpi. Dalam mimpinya itu si hamba diperintah Allah untuk mengatakan kepada Bisyr, “Engkau telah mengharumkan namaKu, maka Aku pun telah mengharumkan dirimu. Engkau telah memuliakan namaKu, maka Aku pun telah memuliakan dirimu. Engkau telah mensucikan namaKu, maka Aku pun telah mensucikan dirimu. Demi kebesaranKu, niscaya Kuharumkan namamu, baik di dunia maupun di akhirat nanti.”
Hamba Allah yang bermimpi itu lantas terbangun dan tertegun, tentu ia sangat kenal dengan Bisyr, seorang pemuda yang dikenal berandal dan gemar foya-foya itu. Lalu hamba Allah itu berpikir mungkin ia telah bermimpi salah. Oleh karenanya, ia pun segera berwudlu, lalu salat kemudian tidur kembali. Namun tetap saja ia bermimpi yang sama. Ia lantas mengulangi perbuatan itu untuk ketiga kalinya, ternyata tetap mengalami mimpi yang sama. “Subhanallah, berarti ini adalah mimpi yang benar,”ujarnya hamba Allah tadi dalam hati.
Keesokan harinya ia pergi mencari Bisyr bin al-Harits. Dari seorang yang ia temui, ia mendapat jawaban bahwa Bisyr bin al-Harits sedang berada di pesta buah anggur.
Maka pergilah ia ke rumah orang yang sedang berpesta itu. Sesampainya di sana, ia bertanya “Apakah Bisyr bin al-Harits berada di tempat ini?”
Maka si tuan rumah menjawab, “Ada, tetapi ia dalam keadaan mabuk dan lemah tak berdaya.”
Maka hamba Allah tersebut berkata, “Katakanlah kepada Bisyr bin al-Harits bahwa ada pesan yang hendak ku sampaikan kepadanya,”ujarnya kepada si tuan rumah.
Lalu ia beranjak menemui Bisyr bin al-Harits. Dan Bisyr bin al-Harits pun menemui si hamba Allah tadi.
“Pesan dari siapa?” tanya Bisyr bin al-Harits..
“Dari Allah!” jawab hamba Allah tersebut.
Si hamba Allah tadi lantas menceritakan mimpinya semalam, dan Bisyr bin al-Harits menyimaknya dengan seksama. Bisyr bin al-Harits terkejut dengan air mata yang terus saja berlinang. Menurut riwayat saat itu kondisi Bisyr bin al-Harits sedang telanjang kaki.
Bila ditanya, “Bisyr, apa sebabnya engkau tak pernah memakai alas kaki?” jawabnya adalah, ketika aku berdamai dan bertaubat kepada Allah, aku sedang telanjang kaki. sejak saat itu aku malu mengenakan alas kaki. Dan bukankah Allah Yang Maha Besar telah berfirman,
الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ فِرَاشًا
(Alladzii ja’ala lakum al-ardha firasya)
”Dia (Allah) telah menciptakan bumi sebagai permadani untukmu.”
Dalam tafsir jalalain dan tafsir al-Muyassar Firasya di sini berarti permadani yang memiliki manfaat untuk mempermudah penghidupan manusia di atas bumi.
“Dan bukankah tidak pantas apabila berjalan memakai alas kaki di atas permadani raja?” ujar Bisyr bin al-Harits.
Inilah sebabnya mengapa ia mendapat julukan al-Hafi (orang yang telanjang kaki) di belakang namanya. Wallahu A’lam.