Sedang Membaca
Sabilus Salikin (11): Mursyid Sebagai Khalifah Rasul
Redaksi
Penulis Kolom

Redaksi Alif.ID - Berkeislaman dalam Kebudayaan

Sabilus Salikin (11): Mursyid Sebagai Khalifah Rasul

Sabilus Salikin (11): Mursyid Sebagai Khalifah Rasul

Sifat dan Syarat (kualifikasi) Mursyid

Dengan menyimak misi, tugas-tugas, dan ciri khas dakwah Rasulullâh SAW dan para khalifah (pengganti) beliau dapat dipahami bahwa tidak setiap ulama’ dapat serta-merta menjadi Mursyid terutama dalam kapasitasnya sebagai pemimpin dan guru spiritual, karena diantara ulama ada pula bahkan banyak sekali yang sekedar berbaju ulama tetapi prilakunya justru bertentangan dengan esensi ulama’ itu sendiri, yaitu takut kepada Allâh SWT sebagaimana diisyaratkan Alquran:

وَمِنَ النَّاسِ وَالدَّوَابِّ وَالْأَنْعَامِ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ كَذَلِكَ إِنَّمَا يَخْشَى اللهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاء إِنَّ اللهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ ﴿٢٨﴾

Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allâh di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allâh Maha perkasa lagi Maha Pengampun, (Fathir, 35:28).

Di antara mereka banyak pula yang terbuai oleh harta dan kenikmatan duniawi; mereka tidak berdakwa kecuali upah yang akan diperolehnya sudah jelas. Ulama’ semacam ini oleh Imam al-Ghazali disebut dengan ulama dunia atau ulama’ su’ (jahat) : Di antara perkara-perkara yang paling penting adalah mengetahui tanda-tanda yang membedakan antara ulama’ dunia dan ulama’ akhirat. Yang dimaksud dengan ulama’ dunia di sini adalah ulama’ su’ yang bertujuan mengejar kenikmatan dunia serta memburu kehormatan dan kedudukan di antara ahli ilmu, (Ihyâ’ ‘Ulûm al-Dîn, juz 1, halaman: 58).

Oleh karena itu ketika berbicara tentang kualifikasi seorang Mursyid, Imam al-Ghazali menjadikan kebebasan dari kecintaan terhadap harta dan kedudukan sebagai kriteria awal:

Mursyid adalah orang yang:

  1. Dari batinnya sudah keluar kecintaan terhadap harta dan kedudukan.
  2. Format pendidikannya berlangsung di tangan seorang Mursyid juga, dan begitulah seterusnya hingga silsilah itu berakhir pada Nabi SAW
  3. Mengalami riyadhah (latihan jiwa) seperti sedikit makan, bicara, dan tidur, serta banyak melakukan salat, sedekah dan puasa.
  4. Memperoleh cahaya dari cahaya-cahaya Nabi SAW
  5. Terkenal kebaikan biografinya dan kemulian akhlaknya seperti sabar, syukur, tawakal, yakin, damai, dermawan, qanaah, amanah, lemah lembut, rendah hati, berilmu, jujur, berwibawa, malu, tenang, tidak tergesa-gesa, dan lain sebagainya.
  6. Suci dari akhlaq yang tercela seperti sombong, kikir, dengki, tamak, beRAngan-angan panjang, gegabah dan lain sebagainya.
  7. Bebas dari ekstremitas orang-orang yang ekstrem.
  8. Kaya dengan ilmu yang diperoleh langsung dari Rasulullah SAW sehingga tidak membutuhkan ilmu orang-orang yang mengada-ada (Ilm al-Mukallafin), (Khulashah al-Tashanif al-Tasawuf dalam Majmu Rasail al-Imam al-Ghazali, halaman: 173).

Sedikit berbeda dari Imam al-Ghazali, al-MukarRAm Saidi Syaikh Prof. Dr. H. Kadirun Yahya mengumumkan kualifikasi sebagai berikut:

  1. Pilih Guru yang Mursyid, dicerdikan oleh Allâh SWT, bukan dicerdikan oleh yang lain-lain, dengan izin dan ridha Allâh SWT, karena Allâh SWT
  2. Yang kamil mukamil (sempurna dan menyempurna), diberi karunia oleh Allâh SWT, karena Allâh SWT
  3. Yang memberi bekas pengajarannya, (kalau ia mengajar atau mendoa berbekas pada si murid, si murid berobah kearah kebaikan), berbekas pengajarannya itu, dengan izin dan ridha Allâh SWT, biidznillâh.
  4. Yang masyhur kesana kemari, kawan dan lawan mengatakan, ia seorang Guru Besar.
  5. Yang tidak dapat dicela oleh orang yang berakal akan pengajarannya, yaitu tidak dapat dicela oleh Hadis dan Alquran dan oleh ilmu pengetahuan (tidak bersalah-salahan dengan Hadis, Alquran dan akal).
  6. Tidak setengah kasih kepada dunia, karena bulatnya hatinya, kasih kepada Allâh. Ia ada giat bergeloRA dalam dunia, bekerja hebat dalam dunia, tetapi bukan karena kasih kepada dunia itu, tetapi karena prestasinya itu adalah sebagai abdinya kepada Allâh SWT dalam hidupnya.
  7. Mengambil ilmu dari Polan yang tertentu; Gurunya harus mempunyai tali yang nyata kepada Allâh dan Rasul dengan silsilah yang nyata, (Ibarat Sekuntum Bunga dari Taman Firdaus, halaman: 173).
Baca juga:  Membaca Misi Kenabian dalam Puisi-Puisi Gus Mus

Dalam kitab Mutammimat, halaman 74, Nabi SAW mengajarkan kalimat thayyibah kepada para sahabat agar hati mereka jernih dan bersih jiwanya, dan selanjutnya bisa sampai kepada Allâh SWT dan mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Akan tetapi bagi orang yang berdzikir itu tidak bisa menghasilkan hati yang jernih dan jiwa yang bersih, dan juga tidak bisa menghasilkan inti dari dzikir kecuali berguru kepada seseorang yang alim yang mengamalkan ilmunya dengan sempurna dan yang memahami makna Alquran dan kitab-kitab agama, serta memahami ilmu Hadis dan sunnah, juga mengerti tentang akidah dan ilmu wushul. Serta silsilahnya sampai kepada Nabi SAW Orang yang memiliki sifat seperti inilah yang harus dijadikan guru, karena mencari guru itu harus teliti dan serius.

Bagi seorang mursyid disyaratkan beberapa hal sebagai berikut:

  1. Memahami apa yang dibutuhkan oleh para sâlik, seperti ilmu fiqih dan akidah, yang sekiranya dapat memalingkan sâlik ketika mengawali suluknya sehingga sâlik tidak bertanya kepada selain mursyid.
  2. Mengetahui terhadap kesempurnaan-kesempurnaan hati, tata kRAma hati, kerusakan jiwa dan penyakit-penyakitnya, serta cara memelihara hati yang telah sehat dan stabil.
  3. Lemah lembut, penyayang terhadap muslim, khususnya pada para murid sâlikin. Ketika sang mursyid melihat para muridnya tidak mampu untuk melawan hawa nafsu dan meninggalkan kebiasaannya, maka hendaknya sang mursyid memberi toleransi kepada mereka setelah memberi nasihat, tidak memutus mereka dari bimbingannya, dan tidak menjadikan hal tersebut sebagai penyebab celaka mereka di hari kemudian, serta selalu menemani mereka sampai mereka memperoleh hidayah.
  4. Menutupi aib-aib para murid yang diketahui oleh mursyid
  5. Menjaga diri dari harta sâlik, dan tidak tamak pada apa yang dimiliki oleh mereka
  6. Melakukan apa yang diperintahkan oleh mursyid, dan meninggalkan apa yang dilarangnya (uswah), sehingga ucapannya memiliki pengaruh pada hati para muridnya
  7. Tidak duduk (bercakap-cakap) bersama-sama para muridnya, kecuali sesuai kadar kebutuhan, dan menyampaikan masalah tarekat dan syari’at seperti menelaah kitab ini (Tanwîr al-Qulûb), agar jiwa mereka bersih dari bisikan-bisikan yang kotor, dan mereka dapat beribadah dengan sempurna.
  8. Ucapannya harus murni dan bersih dari kejelekan hawa nafsu, guRAuan, dan segala sesuatu yang tidak bermanfaat.
  9. Tolerir terhadap hak dirinya, yakni tidak mengharap untuk dihormati dan dimuliakan. Tidak pula memaksakan haknya yang tidak mampu dilaksanakan para muridnya, tidak menetapkan amal yang membuat mereka bosan, tidak terlalu menampakkan kebahagiaan dan kesedihan, dan tidak pula menyulitkan mereka.
  10. Jika sang mursyid menyaksikan dari salah seorang muridnya bahwa dengan sering duduk bersama murid, keagungan mursyid menjadi hilang dalam hati murid, maka sang mursyid memerintahkannya untuk berkhalwat menyendiri di tempat yang tidak terlalu jauh dari sang mursyid.
  11. Jika mursyid mengetahui bahwa harga dirinya dalam hati salah seorang muridnya runtuh, maka hendaknya sang mursyid memalingkan muridnya dengan lemah lembut.
  12. Tidak lengah untuk selalu membimbing muridnya menuju ahwâl-nya yang baik.
  13. Jika salah seorang muridnya ada yang bermimpi sesuatu, atau mengalami mukâsyafah atau musyâhadah, maka hendaknya sang mursyid tidak membicarakannya dengan murid tersebut, namun memberinya amalan yang bisa melindungi dirinya dari keburukan mimpi tersebut, dan bisa mengangkat derajatnya menjadi lebih luhur dan mulia. Karena jika mursyid membicarakan dan menjelaskan hal tersebut kepada muridnya, maka sang mursyid telah melanggar hak murid, sehingga menjadikan murid melihat dirinya memiliki derajat yang luhur, dan bisa menjatuhkan derajat diri murid sendiri.
  14. Melarang muridnya untuk tidak berbicara dengan orang yang tidak termasuk kawan suluknya, kecuali sangat penting. Juga melarang muridnya untuk tidak membicarakan dengan sesama kawan suluknya tentang kemuliaan-kemuliaan yang mereka peroleh. Karena jika mursyid membiarkan hal tersebut, maka sang mursyid telah melanggar hak murid sehingga menjadikan mereka takabbur.
  15. Membuat tempat khalwat untuk digunakan sâlik menyendiri di dalamnya, yang sekiranya tidak ada yang bisa masuk ke dalamnya kecuali orang-orang tertentu. Dan tempat khalwat lain untuk dijadikan tempat berkumpulnya murid dengan para murid suluk lainnya.
  16. Tidak memperlihatkan aktifitas-aktifitas dan rahasia-rahasia sang mursyid kepada muridnya, tidak pula tidur, makan, dan minum di depan muridnya. Karena dengan hal itu, bisa jadi kemuliaan sang mursyid menjadi berkurang di mata murid yang masih lemah dalam memahami orang-orang yang telah mencapai kesempurnaan. Dan hendaknya, mursyid menahan muridnya yang bertindak memata-matai, dengan tujuan agar murid memperoleh kebaikan.
  17. Tidak memperkenankan murid untuk banyak makan sehingga meng-hancurkan segala sesuatu yang telah dilakukan oleh sang mursyid bagi muridnya, karena kebanyakan manusia menuruti keinginan perutnya.
  18. Melarang teman-teman mursyid untuk duduk bersama dengan mursyid yang lain, karena hal ini sangat membahayakan bagi murid. Namun, jika mursyid berkeyakinan bahwa muridnya memiliki keteguhan cinta kepada dirinya dan tidak khawatir hati muridnya goncang, maka hal ini tidak apa-apa.
  19. Menjaga diri untuk tidak mondar-mandir mendatangi para pemimpin dan pejabat, agar para muridnya tidak menirunya, sehingga sang mursyid menanggung dosa dirinya dan dosa murid-muridnya, karena ini termasuk dalam Hadis:
Baca juga:  Sabilus Salikin (57): Wirid Siang Tarekat Ghazaliyah (1)

مَنْ سَنَّ سُنَّةً سَيِّئَةً فَعَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا . رواه مسلم والترمذي

Barangsiapa melakukan tradisi yang buruk, maka dia menanggung dosanya dan dosa orang-orang yang melakukannya.

Pada umumnya, orang yang dekat dengan para pemimpin dan pejabat, sulit baginya untuk mengingkari perbuatan munkar yang dilakukan oleh para pemimpin dan pejabat yang dilihatnya. Jika sudah demikian, dengan sering berkecimpungnya mursyid dengan mereka, seakan-akan dia menyetujui terhadap kemunkaran (yang mereka lakukan).

  1. Ucapannya kepada murid-muridnya harus lemah lembut, menjaga diri dari perkataan kotor dan perkataan yang mencela mereka, agar hati mereka tidak lari darinya.
  2. Ketika salah seorang murid memanggilnya, lalu sang mursyid menjawabnya, maka sebaiknya jawaban sang mursyid itu tetap menjaga kehormatan dan kewibawaannya.
  3. Jika sang mursyid duduk di antara murid-muridnya, maka hendaknya dia duduk dengan tenang penuh wibawa, tidak banyak menoleh pada mereka, tidak tidur di depan mereka, tidak menjulurkan kaki, menundukkan pandangan, melirihkan suara, dan tidak merendahkan etikanya pada mereka. Pada hakikatnya para murid itu meyakini terhadap semua sifat yang terpuji, dan mengambilnya (sebagai contoh).
  4. Jika seorang murid mendatanginya, maka mursyid tidak berwajah muRAm. Dan ketika hendak mengakhiri (perbincangannya dengan murid), hendaknya sang mursyid mendoakannya tanpa permintaan dari murid. Dan ketika mursyid mendatangi salah seorang muridnya, maka mursyid harus dalam keadaan dan kondisi yang paling sempurna.
  5. Ketika salah seorang muridnya tidak ada, maka mursyid mencarinya dan mencari tahu apa penyebabnya. Jika murid itu sakit, mursyid menjenguknya. Jika murid itu sedang membutuhkan bantuan, maka sang mursyid menolongnya. Jika murid itu memiliki masalah, maka mursyid mendo’akannya.
Baca juga:  Mencintai Tanah Air dalam Kitab Durusul Akhlak

Secara global, satu kalimat yang menyimpulkan seluruh etika mursyid di atas adalah mursyid harus mengikuti prilaku Rasulullah SAW yang ada pada diri sahabat-sahabat beliau SAW dengan sekuat tenaga, (Tanwîr al-Qulûb, halaman: 525).

Katalog Buku Alif.ID
Halaman: 1 2 3
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
1
Terkejut
0
Scroll To Top