Sedang Membaca
Humor Gus Dur: Meledek Tokoh HMI
Redaksi
Penulis Kolom

Redaksi Alif.ID - Berkeislaman dalam Kebudayaan

Humor Gus Dur: Meledek Tokoh HMI

Keakraban antara Gus Dur dan Nurcholis Madjid alias Cak Nur sudah terjalin lama. Selain sama-sama berasal dari Jombang, Jawa Timur, keduanya juga memiliki kedekatan di bidang pemikiran. Selama Cak Nur berada di Chicago, AS, guna melanjutkan studi, Gus Dur pun bolak-balik menengoknya. Pokoknya setiap ada kesempatan ke AS, Gus Dur pasti menyempatkan diri mampir ke rumah kontrakan Cak Nur.

Gus Dur terheran-heran melihat Cak Nur yang menurutnya “Tetap Tetapi Berubah” –begitu kolom yang ditulisnya khusus tentang sahabatnya itu di majalah Tempo. Tetap dalam arti meski sudah menuntut ilmu di Barat toh Cak Nur masih saja tidak terpengaruh oleh lingkungannya, kecuali dalam kedalaman ilmunya.

“Dua kali pindah rumah,” kata Gus Dur, “rumahnya juga masih begitu-begitu saja . Susunannya rumahnya juga tetap saja: ruangan utamanya masih seperti toko buku loakan Pasar Senen. Pakaiannya juga masih seperti dulu, enggak modis dan kelihatan dan pernah mengikuti fashion.”

Mobil Cak Nur juga dilihat Gus Dur masih seperti yang digunakan di Jakarta: karena tidak mengerti mesin dan tidak tahu penyakit mobil, ya dibiarkan saja berjalan seadanya. Selera bacaannya juga kurang bervariasi. “Belum tampak novel tingkat dunia menghiasi lemari bukunya.”

Tetapi, kata Gus Dur, selera musik  Cak Nur kini sudah mulai agak berubah. “Cak Nur tidak lagi puas dengan lagu Indonesia Raya, dan himne HMI, dua lagu yang sangat dia hafal.” Ternyata Cak Nur sedikit demi sedikit sudah mulai membuka diri pada lagu klasik –walaupun masih seri Greatest Hits yang dijajakan The Reader’s Digest dengan harga diskon.

Selain itu, lanjut Gus Dur, Cak Nur juga sudah mulai senang memotret, yang kelihatannta jadi hobi serius yang dapat menopang hidup kalau rezeki tidak “ketulungan” di tanah air. Mata fotografinya memang jeli, dan kualitas kerjanya memang tinggi. Dan yang penting, ia sudah “mampu” bertanya berapa harga gas elpiji dan kulkas di tanah air. “Pesat sekali kemajuannya, bahai lompatan dari manusia Neanderthal menjadi manusia bionic, karena dulu ia tidak pernah bertanya tentang hal-hal sekecil itu,” ungkap Gus Dur.

Cak Nur sendiri menilai kawannya itu dengan cara yang sebaliknya: Gus Dur berubah, tapi tetap. Gus Dur itu jelas berubah, karena sekarang dia sudah jadi orang nomor satu di Indonesia. Tapi menurut Cak Nur, yang mengenalnya dengan baik sejak 1960an, Gus Dur itu tetap: dia tak akan mau menuruti desakan orang lain. Maka, Cak Nur yakin, Gus Dur tak akan mundur, walaupun diminta banyak orang agar meletakkan jabatannya.

Nah, kita akan melihat apakah keyakinan Cak Nur itu terbukti atau tidak. Apakah Gus Dur berubah, tapi tetap, ataukah dia tetap tapi berubah? Atau dia berubah, dan memang berubah? (SumberGer-Geran Bersama Gus Dur, Penyunting Hamid Basyaib dan Fajar W. Hermawan, Pustaka Alvabet, 2010)

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
2
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
1
Terinspirasi
2
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top