Sedang Membaca
Menelusuri Yahudi di Nusantara
Munawir Aziz
Penulis Kolom

Kolumnis dan Peneliti, meriset kajian Tionghoa Nusantara dan Antisemitisme di Asia Tenggara. Kini sedang belajar bahasa Ibrani untuk studi lanjutan. Sekretaris PCI Nahdlatul Ulama United Kingdom.

Menelusuri Yahudi di Nusantara

Kisah-kisah datangnya orang-orang Yahudi di kawasan Nusantara menarik untuk ditelisik. Tentu saja, untuk memperkaya pengetahuan dan wawasan kita, tentang bagaimana orang-orang ini mewarnai kehidupan sosial-politik dan ekonomi, di kawasan Nusantara. 

Menurut Rotem Kowner—professor sejarah di Universitas Haifa, Israel—orang Yahudi yang pertama kali bertandang ke Nusantara merupakan seorang saudagar dari Fustat, Mesir. Saudagar Yahudi ini meninggal di Barus, Sumatra, pada 1290 M.

Professor Kowner (2010) mencatat, orang-orang Yahudi juga ikut dalam rombongan kapal armada Portugis, yang mendarat di beberapa pelabuhan Nusantara pada awal abad 16. Orang-orang Yahudi ini singgah dan sekaligus menetap di pesisir Malaka, pantai utara Sumatra dan Pulau Jawa.

Orang-orang Yahudi juga berdatangan, seiring masuknya kongsi dagang Belanda, yakni Dutch East India Company (Vereenigde Oost-Indische Compagnie/VOC) dan Dutch West India Company (Dutch West-Indische Compagnie/WIC), pada kisaran 1602.

Di antara orang-orang Yahudi yang ikut rombongan VOC, tercatat nama Lendeert Miero (1755-1834). Miero merupakan prajurit Belanda keturunan Ukraina, yang datang ke kawasan Nusantara pada 1775. Selang waktu kemudian, Miero menjelma menjadi Tuan Tanah di Pondok Gede, yang sekarang menjadi kawasan perbatasan Jakarta Timur dan Bekasi.

Sejarah juga mencatat nama Jacob Saphir (1822-1886). Saphir merupakan pelancong Yahudi yang singgah di Nusantara selama tujuh pekan, pada pelayarannya menuju Australia, pada 1861.

Baca juga:  Bagaimana Orde Baru Merancang Hoaks Seputar Pancasila?

Pada persinggahan singkatnya, Saphir banyak berjalan-jalan dan mencatat kehidupan orang-orang Yahudi di Nusantara. Di antaranya, ia mengisahkan bahwa ada sekira 20 keluarga Yahudi di Batavia, yang merupakan keturunan Belanda dan Jerman. Di antara mereka, bekerja sebagai pedagang, serdadu Belanda, serta pegawai pemerintahan.

Jacob Saphir juga melakukan lawatan ke Surabaya dan Semarang, kota-kota di mana orang-orang Yahudi bermukim. Namun, Saphir tidak menemukan komunitas Yahudi di kota-kota ini, hanya beberapa keluarga Yahudi yang menetap dengan beraneka macam pekerjaan.

Komunitas-komunitas Yahudi baru muncul pada kisaran 1920-an. Di antara komunitas Yahudi di Nusantara, yang terkenal adalah: the Association for Jewish Interest in the Dutch East Indies dan the World Zionis Conference (WZC). Organisasi ini berpusat di London, yang bertujuan untuk mencari dana untuk mendukung zionisme, dari negara-negara di seluruh dunia. Di Nusantara, organisasi ini memiliki cabang di Batavia, Bandung, Malang, Medan, Semarang, Yogyakarta dan Padang.

Seiring dengan perkembangan WZC di beberapa kota, simpati terhadap zionisme menguat, seiring dengan perasaan yang sama di beberapa kota di pelbagai negara. Di Padang, terbit majalah bulanan bernama Eretz Israel, sejak  1926 hingga ditutup paksa oleh tentara Jepang pada 1942.

Sejarah juga mencatat nama Israel Cohen, yang berkunjung ke Nusantara pada 1921. Ia merupakan penyandang dana gerakan Zionis yang melakukan lawatan ke Jawa selama lima hari. Saat itu, dalam kesaksian Cohen, terdapat sekira 2.000 orang Yahudi di Jawa.

Di Batavia, Israel Cohen berpidato di Theosopical Hall, di hadapan orang-orang Yahudi. Sementara, di Surabaya, ia menggelar pertemuan di Masonic Hall. Di Semarang, Israel Cohen bahkan menemukan sebuah cabang dari Keren Hayesod, organisasi internasional yang menggalang dana untuk Palestina. Di Semarang, Cohen berbicara di Masonic Hall, serta menghadiri sebuah pentas opera dari komunitas Yahudi-Russia (Hadler, 2004: 299).

Baca juga:  Abu Lahab: Meski Sangat Benci Nabi, Aku Mendapat Nikmat di Neraka

Sensus yang diselenggarakan pemerintah Hindia Belanda, pada 1930 mencatat komunitas Yahudi di Nusantara. Pada sensus itu, terhitung 1039 orang Yahudi. Sebagian bermukim di Jawa (lebih dari 85%), kemudian di Sumatra (11%), serta sisanya tersebar di beberapa pulau lainnya.

Dari bermacam orang-orang Yahudi di Nusantara, ada tiga golongan yang berbeda. Pertama, orang-orang Yahudi berkewarganegaraan Belanda. Kelompok ini bekerja sebagai pendidik, tentara, dokter dan penjaga toko. Mereka dipekerjakan secara profesional oleh pemerintah Hindia Belanda.

Kelompok Kedua, Yahudi Baghdadi yang berasal dari Irak, Yaman, dan beberapa negara Timur Tengah. Sebagian besar dari golongan ini, bermukim di Surabaya. Mereka berprofesi sebagai saudagar, distributor, hingga tukang.

Kelompok ketiga, Yahudi pengungsi dari Eropa. Golongan Yahudi ini, yakni mereka yang lari dari serbuan Nazi, serta kekejaman Adolf Hitler. Kebanyakan dari mereka, berasal dari Jerman, Austria, dan beberapa negara Eropa Timur.

Komunitas-komunitas Yahudi di Nusantara mengalami dinamika perkembangan dalam setiap dimensi zaman. Mereka terombang-ambing dalam pelbagai masa kekuasaan, hingga sebagian memilih untuk ‘menyembunyikan diri’ dari identitas keyahudian mereka.

Ini tentu saja dilema, dalam rangka menyelamatkan diri dari serbuan gerakan anti-semit, yang gencar pada masa Perang II, seiring dengan era kolonialisasi Jepang di kawasan Asia.

Baca juga:  Yahudi itu Agama atau Ras?

Kisah orang-orang Yahudi di Indonesia masih terus berlanjut di Indonesia. Mereka berinteraksi dengan orang-orang Islam, Kristen, Katolik, Konghucu, Hindu, Buddha dan agama-agama lain. Kita perlu mengenal mereka, agar tidak tumbuh kebencian dan anti-semitisme, yang bersumber dari kesalahpahaman serta ketidaktahuan [].

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
1
Senang
0
Terhibur
1
Terinspirasi
1
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top