Mukhammad Lutfi
Penulis Kolom

Alumnus Bahasa dan Sastra Arab Fakultas Humaniora UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.

Andalusia Era Islam (5): Abbasiyah, Umayyah II, dan Perang Proksi

1 A Abbasiyah

Berakhirnya Kekhalifahan Umayyah yang berpusat di Damaskus menandai dimulainya Kekhalifahan Abbasiyah. Lalu, bagaimana dengan Andalusia? Apakah berbaiat kepada Abbasiyah?

Umayyah tidak benar-benar berakhir. Salah seorang cucu khalifah Umayyah kesepuluh, yang selamat dari pembunuhan tentara Abbasiyah, berhasil menyebrang ke Andalusia, Spanyol. Laki-laki ini, Abdul Rahman bin Mu’awiyah bin Hisyam, berhasil melakukan konsolidasi kekuatan mendirikan kembali Umayyah di Andalusia, yang nantinya dikenal dengan Umayyah II.

Abdul Rahman bin Mu’awiyah bin Hisyam yang telah mendarat di Andalusia lalu dirangkul oleh faksi Yamaniah. Faksi Yamaniah merasa dikhianati oleh faksi Mudariyah, yang mana keduanya sepakat untuk memilih salah seorang secara bergantian dari kedua belah pihak setiap tahun untuk memerintah Andalusia. Namun kenyataannya Mudariyah tidak mau bergantian hingga sekira sepuluh tahun Yusuf al-Fihri berkuasa atas Andalusia.

Sebab itulah Abdul Rahman bin Mu’awiyah bin Hisyam bersama faksi Yamaniah berkoalisi untuk menggulingkan Yusuf al-Fihri. Tahun 756 M pertempuran pecah, dan Abdul Rahman bersama koalisinya memenangi pertempuran. Yusuf al-Fihri yang sempat buron lalu terbunuh di dekat Toledo. Berkuasalah Abdul Rahman bin Mu’awiyah bin Hisyam –lebih dikenal Abdul Rahman al-Dakhil– atas Andalusia.

Kekhalifahan Abbasiyah yang telah menggulingkan Umayyah merasa harus turut andil dalam urusan Andalusia. Karena bagaimanapun wilayah Umayyah yang telah kalah harusnya menjadi sepenuhnya milik Abbasiyah. Namun nyatanya tidak, kini justru keturunan Umayyah lah yang sekarang berkuasa di sana, dan malah memproklamirkan berdirinya Umayyah (II) di Andalusia.

Suatu kali di tahun 761 M, Kekhalifahan Abbasiyah yang kala itu dipimpin al-Manshur, tak ingin Andalusia jatuh ke tangan Abdul Rahman al-Dakhil. Al-Manshur lalu  mengangkat al-A’la bin Mughits sebagai gubernur Andalusia. Langkah ini sebagai upaya merebut kekuasaan di Andalusia. Namun, dua tahun berselang al-A’la bin Mughits terbunuh. Abbasiyah benar-benar tak memiliki kontrol atas Andalusia. Dari sinilah perang proksi antara Abbasiyah dan Umayyah bermula (Affan, 2018:39).  

Baca juga:  Sultan Abdul Hamid II Ingin Menjadi Tukang Sapu di Makam Nabi

Umayyah II di Andalusia juga memiliki seteru politik dengan orang Franka keturunan Charles Martel yang dulu menahan laju ekspansi Umayyah I saat di Tours –dalam catatn Hitti antara Tours dan Poitiers– di tahun 732 M. Keturunan Charles Martel itu bernama Charlegmane. Meski Umayyah kini telah mengalami perubahan konsep dan bentuk pemerintahan, kekuasaan itu tetap dianggap sebagai musuh tradisional orang-orang Franka.

Usaha Charlegmane untuk melabrak Umayyah II menemui kegagalan. Namun bagi Abdul Rahman al-Dakhil, gerakan pasukan Charlegmane memberi sinyal baginya untuk lebih berhati-hati. Paling tidak dalam daftar musuh Umayyah II, kini tidak hanya ada nama Abbasiyah melainkan juga orang-orang Franka.

Catatan Affan (2018) yang menukil Abu Ja’far Muhammad (2012) menjelaskan, bahwa kehadiran Umayyah II disamping Kekhalifahan Abbasiyah telah mengubah peta geopolitik dunia Muslimuntuk pertama kalinya. Situasi dan kondisi antara Umayyah II dan Abbasiyah sama sekali berbeda dengan situasi dan kondisi pada masa transisi Ali bin Abi Thalib dengan Mu’awiyah. Ketika Ali bin Abi Thalib wafat, Hasan bin Ali yang diangkat untuk meneruskan ayahnya, dengan sukarela menyerahkan kekuasaannya kepada Mu’awiyah. Sehingga dunia muslim bersatu kembali secara politik, meskipun menyisakan konflik-konflik kecil, namun masih menjadi simbol representasi politik orang Iskam kedalam sebuah lembaga saja.

Baca juga:  Kala Orde Baru Meringkus Hilal Ramadan

Sementara itu cara Abbasiyah naik ke panggung kekhalifahan dunia Muslim dengan meruntuhkan Umayyah adalah latar belakang permusuhan keduanya. Latar belakang permusuhan keduanya jelas-jelas berlandaskan pada perbedaan pandangan politik. Bagi Umayyah II, Abbasiyah adalah musuh nomor satu dan Franka menjadi musuh nomor dua. Bisa disebut keduanya adalah salah satu dari tiga raksasa dunia si abad pertengahan. Raksasa lainnya tentu saja Byzantine, mush lama Umayyah.

Persoalannya bagi Umayyah II adalah apakah Byzantine harus tetap menjadi musuh mereka. Abbasiyah dan Franka sudah cukup besar sebagai musuh, jika masih ditambah dengan Byzantine, keberlangsungan hidup Umayyah II benar-benar akan terancam. Jika mengacu pada sejarah Umayyah yang bermusuhan dengan Byzantine, maka Umayyah II sebagai penerus harusnya menjadi musuh bagi Byzantine.

Namun, kenyataannya sama sekali berbeda dengan Franka yang segera menunjukkan sikap permusuhannya beberapa saat setelah Umayyah II berdiri. Byzantine sendiri justru menujukkan sikap tak acuh pada kehadiran Umayyah II di Andalusia. Byzantine sepertinya masih fokus pada usaha mengembalikan wilayah Syam yang jatuh ketangan muslim sejak masa Khalifah Umar bin Khattab. Sehingga menjadi realistis bagi Byzantine untuk menjadikan transisi kekuasaan dari Umayyah kepada Abbasiyah sebagai momentum untuk merebut kembali wilayah Syam dari tangan orangorang Islam.

Baca juga:  20 Tahun Pembantaian Guru Ngaji di Banyuwangi (1/2)

Dengan kondisi ini, secara otomatis Byzantine bermusuhan dengan Abbasiyah yang telah mewarisi bekas wilayah Kekhalifahan Umayyah. Permusuhan antara Byzantine dengan Abbasiyah tentu saja sebuah keuntungan politik bagi Umayyah II. keuntungan politik itu menjadi bertambah ketika Umayyah II juga mengetahui bahwa Charlegmane dengan Byzantine terdapat perselisihan mengenai pandangan Kekristenan.

Kehadiran musuh yang sama bagi Byzantine dan Umayyah II, akan segera dimanfaatkan oleh Umayyah II untuk menjadikannya sebagai teman. Paling tidak antara Umayyah II dan Byzantine tidak saling serang. Di sisi lain, Charlemane sendiri ternyata berteman dengan Khalifah Abbasiyah. Sehingga, kutub yang yeng terbentuk diantara perselisihan mereka adalah Byzantine dan Umayyah II di satu kutub dan Abbasiyah dengan Charlegmane di kutub yang lain (Hitti, 2006:370).

Jika melihat pada fakta sejarah yang berlangsung, Umayyah II menjadikan Byzantine sebagai proksinya dalam menghadapi Abbasiyah. Sementara Abbasiyah menggunakan Franka sebagai proksinya memerangi Umayyah II.

Pandangan politik Abbasiyah dan Umayyah II yang berbeda telah mewarnai geopolitik dunia abad pertengahan. Namun, konflik diantara Abbasiyah dengan Umayyah II tidak dapat dipahami sebagai konflik di dalam Islam, melainkan konflik diantara sesama orang Islam dalam kerangka perbedaan pandangan politik.

Sumber bacaan:

– Muhammad Affan. 2018. Peperangan Proxy, Mozarab dan Cordova dalam Sejarah Umayyah II di Andalausia. Medan: Juspi (Jurnal Sejarah Peradaban Islam).

– Philip K. Hitti. 2006 (cetakan I edisi soft cover). History of the Arabs. Jakarta: Serambi.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top