Sedang Membaca
Tiga Macam Harta Menurut Habib Abdullah bin Alawi Al-Haddad
Hosiyanto Ilyas
Penulis Kolom

Alumni Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Miftahul Ulum Bangkalan. Pernah menimba ilmu di Ponpes Attaroqqi Karongan Sampang. Pegiat Bahtsul Masail LBM NU.

Tiga Macam Harta Menurut Habib Abdullah bin Alawi Al-Haddad

Pamer Harta Kekayaan

Orang yang cinta dengan gemerlapnya dunia ia akan menyenangi kehidupan yang serba mewah. Sehingga ia berambisi untuk memiliki harta yang banyak dan melimpah, ia akan mengerahkan segala kemampuannya untuk menjadi orang yang sukses dan kaya raya.

Kecintaan kepada dunia membuatnya bekerja keras untuk menjadi hartawan. Terkadang ia tidak perduli lagi terhadap rambu-rambu halal dan haram. Dan ia rela mengorbankan apapun untuk mendapatkan harta.

Rasulullah SAW bersabda:

حُبُّ الدُّنْيَا رَأْسُ كُلِّ خَطِيئَةٍ

Artinya: “Cinta dunia adalah biang semua kesalahan” (HR. Al-Baihaqi).

Cinta kepada dunia adalah sumber dari berbagai malapetaka, karena cinta kepada dunia akan mendatangkan cobaan, fitnah, dan gangguan dari orang lain. Kita boleh memiliki harta yang melimpah, asalkan kita tidak sampai cinta mati kepada harta yang kita miliki.

Al-Habib Abdullah bin Alawi Al-Haddad dalam karyanya Risalatul Mudzakarah Maal Ikhwanul Muhibbin Min Ahli Khair Wad Din (Juz, 1, Hlm. 41) membagi dunia atas tiga tingkatan. Beliau menegaskan:

الدنيا ثلاثة طبقات:  فدنيا فيها الثواب، واخرى فيها الحساب، وثالثة فيها العذاب

Artinya: “Dunia itu ada tiga tingkatan, dunia yang mengandung pahala dan dunia yang mengandung hisab dan yang ketiga dunia yang mengandung siksa (dosa).”

Memiliki harta adakalanya bisa bernilai pahala, dan menjadi pelantara kebaikan untuk kehidupan di akhirat, asalkan harta yang dimiliki digunakan kepada jalan kebaikan, seperti, bersedekah, membantu pembangun masjid, dan menyantuni anak yatim. Harta yang digunakan untuk hal-hal kebaikan bisa menjadi investasi amal kebaikan untuk akhirat, dengan catatan harta tersebut dihasilkan dari pekerjaan yang dihalalkan.

Baca juga:  Kiai Sahal Mahfudh (3): Kenangan Tujuh Tahun Saat Nyantri di Kajen

Harta juga bisa memberatkan hisab (cacatan amal), orang yang sibuk untuk meraih kesuksesan terkadang tidak berhati-hati untuk memperoleh harta, ia mengenyampingkan hal-hal yang membahayakan terhadap hartanya, akhirnya ia terjerumus kepada perkara yang syubhat (tidak jelas halal haramnya) maka kelak di akhirat hisabnya sangat lama dan panjang. Hal tersebut tergambar dalam sabda Nabi Muhammad SAW:

يَدْخُلُ فُقَرَاءُ الْمُؤْمِنِينَ الْجَنَّةَ قَبْلَ الأَغْنِيَاءِ بِنِصْفِ يَوْمٍ خَمْسِمِائَةِ عَامٍ

Artinya: “Orang-orang beriman yang fakir kelak akan masuk surga terlebih dahulu setengah hari yang setara 500 tahun lamanya daripada orang kaya.” (HR Ibnu Majah).

Dan harta bisa menjerumuskan pemiliknya ke dalam neraka, disebabkan karena cara memperolehnya tidak dihalalkan oleh syariat Islam, seperti menjual minuman keras, korupsi, mencuri, berjudi, dan lain sebagainya.

Selanjutnya Al-Habib Abdullah bin Alawi Al-Haddad memberi penjelasan, bahwa orang-orang yang bekerja untuk mencukupi hidupnya beragam niat dan tujuannya. Ada yang berniat untuk memperbanyak teman dan untuk menyambung silaturahmi, sehingga ia suka membantu orang-orang miskin. Niat seperti itu tergolong baik, karena ia mempunyai solidaritas yang tinggi dan suka membantu kepada sesama.

Ada yang berniat untuk memenuhi syahwatnya dan ingin bersenang-senang dengan hasil yang didapat dari pekerjaannya. Ia bagaikan hewan yang hanya ingin memuaskan hawa nafsunya saja. Dan ada yang berniat ingin menyombongkan diri, dan pamer diri terhadap penghasilan dari pekerjaannya, ia termasuk orang yang bodoh yang tertipu oleh gemerlapnya dunia, bahkan termasuk orang-orang yang celaka. Wallahu A’lam Bissawab.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
2
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
1
Terkejut
1
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top