Sedang Membaca
​Munajat Ulama Nusantara (3/Terakhir)

Hamba yang lemah, anggota Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa), bergiat di Lingkar Filologi Ciputat (LFC), khadim di Ma’had Aly Ashiddiqiyah Jakarta, dan Mahasiswa Filologi di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.

​Munajat Ulama Nusantara (3/Terakhir)

​Munajat Ulama Nusantara (3/Terakhir)

Di luar itu, ada sebagian kelompok kaum muslim yang tidak menerima tradisi bermunajat. Semua doa yang tidak berlandaskan Alquran dan Alhadits ditolak bahkan diklaim sebagai bidah dan kesesatan yang harus dijauhi.

Kelompok ini dengan tegas mengeluarkan fatwa yang dimotori oleh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, Abdullah bin Abdurrahman al-Jibrin, Shalih bin Fauzan al-Fauzan. Ditambah juga dengan al-Lajnah ad-Da’imah li al-Buhuts al-Ilmiyah wa al-Ifta’ (Komisi tetap untuk Kajian Ilmiah dan Fatwa Kerajaan Saudi Arabia).

Maka kemudian terbitlah buku kumpulan fatwa tersebut dengan judul “Al-Bida’ wa al-Muhdatsat wa Ma La Ashla Lahu” ditulis oleh Hammud bin Abdullah al-Mahar. Adapun edisi bahasa Indonesinya diterbitkan oleh Darul Haq Jakarta dengan judul “Ensiklopedia Bid’ah”.

Di dalam buku itu pula terdapat fatwa tentang membaca syair Abu Nawas seperti yang telah penulis tuliskan sebelumnya. Fatwa itu mengatakan, “… melantunkan syair setelah Jumat dan menjadikannya sebagai kebiasaan tidaklah disyari’atkan. Bahkan itu bid’ah yang dilarang, sementara Nabi SAW telah bersabda, ‘Barangsiapa mengada-adakan perkara baru dalam urusan (agama) kami ini yang bukan (bagian) darinya,’ maka hal itu tertolak.”

Hemat penulis, jika memang munajat dan membaca syair-syair yang bertujuan mengharapkan ampunan serta ridha Allah SWT adalah perkara ‘bid’ah’ mengapa para ulama-ulama kondang terdahulu justru memeloporinya? Apakah mereka tidak tahu hadits Rasulullah SAW tersebut?

Baca juga:  Pesan Spiritual di balik Seni Islam Tradisional

Sebagai jalan tengah, biarlah mereka yang bermunajat melakukan munajatnya, sedangkan yang mengharamkan silakan meninggalkan tradisi itu. Asal tidak saling menyalahkan apalagi memusuhi. Hadanallah.

Baca juga:

Katalog Buku Alif.ID
Halaman: 1 2
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
1
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top