Amin Taasha adalah manusia dengan pemikiran hibrid. Kewarganegaraannya Afganistan, tetapi pikiran dan kreativitasnya melampaui identitas pada passport yang dipegangnya. Pikirannya berjejal jenis ideologi, mulai dari agama, budaya, hingga geo-politik yang berkecamuk secara intensif sepanjang waktu. Karya-karyanya menganulir sekaligus menyatukan tradisinya sendiri. Sejarah seni dan politik membaur. Ketegangan (konflik) dan kenikmatan (rendezvous) menyatu. Improvisasi dan glorifikasi tersurat jelas dalam lukisan-lukisannya.
Sejumlah kata kunci: lukisan miniatur, manuskrip, khat, maupun otentisitas ala Timur Tengah lainnya membaur dengan lukisan cat air klasik ala Tiongkok dan Jepang. Pikirannya tentang Jawa juga menguat, meskipun tak dilukiskan secara verbal. Manifestasinya jelas, yakni advonturir budaya, dari Timur Tengah ke Timur Jauh, dari Persia ke Jawa, bersama kuda ia mencari Sang Buddha. Sejumlah jejak tersebut menemukan habitatnya di Yogyakarta. Jika dikatakan lebih dekat lagi, ia adalah citra manusia Asia abad ke-21: generasi Z, milenial, digital, perang, dan romantika. Dalam bingkai dan mode seni kontemporer, Amin, menemukan apa yang dikenal sebagai produk benturan budaya. Lalu, mampukah yang bersangkutan menajamkan identitas siapa dirinya sendiri?
Meski perlu waktu untuk menjawab, namun lukisan-lukisannya dapat membuka pintu untuk menjawab pertanyaan tersebut.