Pada tahun 1989, majalah Time secara terang-terangan menyatakan bahwa Islam menghalangi pendidikan perempuan dan mengklaim bahwa perempuan tidak memiliki peran dalam dunia penelitian dan pendidikan Islam. Seorang akademisi Muslim bernama Akram Nadwi menjawabnya dengan sebuah kitab setebal 43 jilid Al-Wafa’ bi Asma’ an-Nisa’.
Shaykh Mohammad Akram Nadwi, seorang ulama terkemuka asal Inggris berkebangsaan India telah menciptakan karya monumental berjudul Al-Wafa’ bi Asma’ an-Nisa’. Ensiklopedia ini diterbitkan oleh Dar al-Minhaj di Jeddah pada Januari 2021, mencakup 43 volume dan mencatat kehidupan sekitar 10.000 ulama wanita. Nadwi lahir di Jaunpur, Uttar Pradesh, India pada tahun 1963.
Nadwi, yang saat ini menjabat sebagai Dekan di Cambridge Islamic College dan kepala Al-Salam Institute, menghabiskan lebih dari 15 tahun untuk menyusun karya ini, yang kini diakui sebagai salah satu kontribusi terbesar dalam dokumentasi sejarah ulama perempuan.
Nadwi memperoleh pendidikan di Darul Uloom Nadwatul Ulama, sebuah institusi Islam terkemuka di Lucknow, India. Di sana, ia menerima pelatihan mendalam dalam berbagai disiplin ilmu Islam.
Selain Al-Wafa’ bi Asma’ an-Nisa’, Nadwi juga merupakan penulis lebih dari 60 buku dalam bahasa Arab, Inggris, dan Urdu. Karya-karya tersebut mencakup bidang hadis, fiqh, biografi, serta tata bahasa Arab. Salah satu buku yang menggambarkan perjalanan intelektualnya adalah If The Oceans Were Ink, sebuah karya yang ditulis oleh jurnalis Carla Power. Buku ini merangkum pengalaman Power selama setahun mempelajari Islam dan Al-Qur’an bersama Nadwi.
Al-Wafa’ bi Asma’ an-Nisa’ awalnya direncanakan untuk diterbitkan di Maroko, ensiklopedia ini akhirnya dirilis di Jeddah. Sebelum karya besar ini terbit, sebuah pengantar dalam bahasa Inggris berjudul Al-Muhadditsat telah diterbitkan pada tahun 2007. Pengantar ini memberikan gambaran awal tentang karya besar tersebut yang menyoroti peran signifikan wanita dalam tradisi Islam, khususnya dalam bidang hadis.
Karya ini terdiri dari 43 jilid. Jilid pertama mencakup pengantar yang mendalam tentang aspek dan metode periwayatan hadis, dengan fokus khusus pada peran perempuan. Jilid kedua berfokus pada perempuan dari keluarga Nabi Muhammad. Sementara itu, jilid 3-10 mendokumentasikan sahabat perempuan (shahabiyat), 11-13 tentang tabi’in perempuan (tabi’iyat), jilid 14-42 mendetailkan biografi ulama perempuan dari berbagai abad selanjutnya, sedangkan jilid 43, mencakup ulama perempuan dari abad ke-15 Hijriah, termasuk yang masih aktif hingga saat ini.
Biografi dalam kamus ini sangat bervariasi dalam hal panjang dan detail. Beberapa biografi sangat ringkas, sementara yang lain, seperti biografi yang paling panjang, mencakup lebih dari dua ratus halaman. Biografi-biografi ini tidak hanya berfokus pada kehidupan pribadi ulama perempuan, tetapi juga menyoroti kontribusi intelektual mereka.
Latar Belakang
Pada tahun 1989, Akram Nadwi memulai perjalanan akademiknya sebagai peneliti di Oxford Centre for Islamic Studies. Penelitiannya berawal dari ketertarikannya terhadap artikel di majalah Time yang menyatakan bahwa Islam menghambat pendidikan perempuan dan menuduh bahwa wanita tidak memiliki peran dalam penelitian dan pendidikan dalam Islam.
Penulis artikel tersebut berjanji akan mencabut pernyataannya jika dapat ditemukan lima perempuan berpendidikan dalam sejarah Islam. Termotivasi untuk membantah pandangan ini, Nadwi mulai melakukan penelitian mendalam untuk mengumpulkan biografi wanita yang meriwayatkan hadis. Mungkin itulah kenapa ensiklopedia ini diberi judul Al-Wafa’ bi Asma’ an-Nisa’ yang artinya pemenuhan (janji) tentang nama-nama perempuan.
Nadwi menemukan bahwa banyak perempuan yang memainkan peran penting dalam sejarah Islam, khususnya dalam bidang hadis. Awalnya, ia memperkirakan akan menemukan sekitar 20 hingga 30 ulama wanita, namun penelitiannya berkembang pesat hingga mencakup kurang lebih 10.000 wanita dari berbagai negara seperti Arab Saudi, Suriah, Maroko, India, dan Turki.
Pencarian yang ekstensif ini menghasilkan karya yang tidak hanya mencakup ulama perempuan dari Timur Tengah tetapi juga dari berbagai belahan dunia lainnya. Karya ini bertujuan untuk mengungkap peran wanita dalam perkembangan ilmu hadis, sebuah aspek yang sering kali terabaikan dalam sejarah Islam.
Meskipun ensiklopedia ini sebagian besar terdiri dari biografi, dan kurang mengandung analisis mendalam, hal ini justru membuatnya lebih mudah diakses oleh khalayak umum. Nadwi tidak membedakan secara ketat antara perawi hadis dan ulama hadis, sehingga cakupan karyanya menjadi lebih luas.
Apresiasi
Penerbitan karya ini mendapatkan sambutan luas. The Dhaka Post menekankan pentingnya ensiklopedia ini dalam membentuk sejarah intelektual Islam abad ke-21. Sementara itu, Majalla memuji karya ini sebagai ensiklopedia komprehensif yang didedikasikan untuk perawi hadis wanita yang terkemuka. Kamus biografi ini menjadi bukti bahwa perempuan telah memainkan peran yang tak tergantikan dalam sejarah Islam, baik sebagai perawi hadis, guru, ahli fiqh, maupun sebagai bagian integral dari komunitas Muslim.
Meskipun Al-Wafa’ bi Asma’ an-Nisa’ adalah sebuah karya referensi yang sangat berharga, proses pencarian informasi dalam ensiklopedia ini bisa menjadi tantangan, terutama karena tidak adanya indeks. Karena disusun berdasarkan urutan hidup tokohnya, maka sebelum mencari sebuah nama, pembaca harus mengetahui pada tahun berapa tokoh itu hidup. Bukan berdasarkan abjad.
Bagi para peneliti dan pecinta sejarah Islam, karya ini merupakan harta karun yang tak ternilai. Ia menawarkan wawasan mendalam tentang peran perempuan dalam perkembangan intelektual dan spiritual umat Islam. Melalui dokumentasi yang teliti dan ekstensif ini, Nadwi telah berhasil mengabadikan warisan para ulama perempuan yang sering kali terlupakan, sekaligus menegaskan bahwa pendidikan dan keilmuan adalah hak dan tanggung jawab yang melekat pada setiap individu, tanpa memandang jenis kelamin.