Surah At-Takatsur terdiri atas delapan ayat; dua puluh delapan kata; seratus dua puluh huruf. Di dalam mushaf Usmani, surah ini berada pada urutan ke-102. Ada yang berpendapat surah ini turun di Mekkah. Ada juga yang berpendapat surah ini turun di Madinah.
Surah ini mengecam orang-orang yang bermega-megahan, berlomba-lomba bersaing memperbanyak hal yang meskipun baik namun bisa melenakan. Apakah Crazy Rich yang gemar melakukan flexing termasuk dalam orang-orang yang dikecam oleh surah ini? Wallahu A’lam.
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa surah ini turun berkenaan dengan dua kabilah Ansar: Bani Haritsah dan Bani Harits. Mereka saling membanggakan dan menyombongkan diri dengan kekayaan dan keturunannya.
Mereka saling bertanya: “Apakah kalian memiliki sosok pahlawan yang gagah dan gesit seperti si Fulan?”
Mereka saling menyombongkan diri dengan kedudukan dan kekayaan orang-orang yang masih hidup. Bahkan mereka juga saling mengajak pergi ke kuburan untuk menyombongkan kehebatan golongannya yang telah meninggal dengan menunjukkan kuburannya.
Surah ini turun sebagai teguran kepada orang-orang yang hidup bermegah-megahan sehingga ibadahnya kepada Allah terlalaikan.
Surah ini memilki kesan yang agung, menakutkan dan dalam. Ia seakan-akan suara seorang pemberi peringatan yang sedang berdiri di tempat yang tinggi, yang mengumandangkan suaranya dengan nada yang tinggi. la berteriak untuk membangunkan orang-orang yang sedang terlena tidur. Mereka diteriaki ada bencana, sedang mata mereka masih terpejam dan perasaan mereka masih tersihir (belum lengkap kesadarannya).
Surah ini menyingkap persoalan yang sesuai dengan nama surah itu sendiri, dan memberikan kesan dalam jiwa sesuai dengan makna dan iramanya. Juga membiarkan hati merasa berat dan sibuk memikirkan kesedihan akhirat dengan melupakan kehinaan.
اَلْهٰىكُمُ التَّكَاثُرُۙ – ١
Bermegah-megahan telah melalaikanmu,
Kata alha diambil dari kata al-lahwu yang berarti mengerjakan suatu dengan mengabaikan hal yang lebih penting. Atau mengerjakan suatu hal yang buruk dengan mengabaikan yang baik. Syekh Ahmad Musthafa Al-Maraghi mengatakan bahwa al-lahwu adalah hal-hal yang menyibukkan umat manusia. Baik yang menggembirakan atau menyusahkan. Untuk selanjutnya dalam surah ini, pengertiannya hanya digunakan untuk hal-hal yang bersifat menyenangkan, yang mana apabila seseorang disibukkan dengan sesuatu, maka dia akan melupakan segalanya.
Ayat ini menjelaskan bagaimana manusia menyibukkan diri dengan saling berbangga dalam hal banyaknya pendukung dan golongan. Sehingga sikap seperti ini melalaikan kalian dari berupaya dan bekerja secara sungguh-sungguh. Kalian terlalu membanggakan diri terhadap nenek moyang kalian dan para pendukung kalian. Hal tersebut telah memalingkan kamu dari bekerja dengan sungguh-sungguh demi dirimu sendiri dan juga keluargamu.
Muhammad Abduh mengatakan, “Kemungkinan yang dimaksud dengan bermegah-megahan di sini ialah siapa saja yang banyak hartanya. Dengan pengertian, setiap orang yang bersangkutan saling berbangga dalam hal harta dan pangkat. Semua ini dimaksudkan untuk mengalahkan orang lain dalam hal tersebut.
Bagi seseorang yang melibatkan dirinya di dalam masalah tersebut terus berusaha agar hartanya lebih banyak dibanding orang lain, atau kekuatan fisiknya lebih menonjol dibanding orang lain. Dengan demikian, pihak pemenang akan mendapatkan kemasyhuran namanya dan terkenal kekuatannya.
Keadaan seperti itu sama dengan orang orang yang suka mengejar ketenaran dan popularitas demi harta dan pangkatnya. Mereka yang bersikap demikian, sedikit pun pasti tidak mempunyai keinginan untuk menginfakkan harta bendanya pada jalan kebaikan dan kebenaran. Atau dengan kekuatan yang dimiliki, digunakan untuk menolong suatu kebenaran dan menumbangkan kebatilan.”
حَتّٰى زُرْتُمُ الْمَقَابِرَۗ – ٢
Sampai kamu masuk ke dalam kubur.
Sehingga kalian mati dan menjadi penghuni kuburan. Dengan demikian, berarti kalian menyia-nyiakan umur untuk kepentingan berbagai hal yang tidak ada manfaatnya, di samping tidak menguntungkan kepentingan akhiratmu yang abadi itu.
Para ulama mengatakan, “Pada dasarnya ziarah kubur itu adalah obat yang paling manjur bagi orang-orang yang berhati keras. Sebab, ziarah kubur akan mengingatkan kepada kematian dan kehidupan akhirat. Dengan demikian, ambisi duniawinya dapat terkendalikan, di samping akan membangkitkan sikap zuhud dan menjauhi kepentingan duniawi.”
Sumber:
Tafsir Marah Labid karya Syekh Nawawi Al-Banteni
Tafsir Al-Misbah karya Muhammad Quraish Shihab
Tafsir Al-Maraghi karya Mustafa Al-Maraghi
Tafsir Al-Manar karya Muhammad Abduh