Seorang sufi bernama Abu Yazid Al-Bustomi, pernah bermunajat kepada Allah. Dalam munajatnya, Abu Yazid bertanya kepada Allah:
“Ya Allah. Siapa orang yang akan menemaniku di surga?”
Beberapa sufi memang memiliki kepercayaan diri tinggi mengenai kedekatannya dengan Allah. Abu Yazid adalah salah satunya. Dia percaya pasti masuk surga.
Singkat cerita, munajat Abu Yazid tersebut diberi jawaban melalui mimpi. “Orang yang akan menemanimu di surga adalah orang ini. Dia tinggal di sini.” Sebut saja orang ini namanya Syaikh Nur Hidayatullah Yuzarsif alias Syaikh Dayat.
Lalu Abu Yazid mencari orang sebagaimana isyarat yang disebutkan dalam mimpi. Jarak yang ditempuh Abu Yazid ratusan kilometer.
Ketika bertemu dengan Syaikh Dayat, Abu Yazid merasa bahwa mimpinya keliru. Sebab Syaikh Dayat berada di tempat orang maksiat. Kalau sekarang mungkin seperti sebuah tempat hiburan dewasa malam.
“Wah. Mimpiku kemarin pasti keliru. Ndak mungkin orang yang menemaniku di surga adalah orang yang suka di hiburan dewasa seperti ini.” kata Abu Yazid sambil berpaling pergi.
Saat akan pergi, Abu Yazid mendengar orang yang memanggil.
“Hai, Syaikh. Kamu mencariku? Kamu sudah mencariku ratusan kilometer, setelah datang kok ya malah pergi. Ini aku orang yang akan menjadi teman dekatku di surga. Aku tetanggamu nanti di surga,” kata Syaikh Dayat.
Tentu saja Abu Yazid kaget. Kok ada orang tahu maksud kedatangannya ke tempat hiburan dewasa itu.
“Dari mana kamu tahu aku mencari temanku di surga?” tanya Abu Yazid.
“Aku diberi tahu Allah. Tapi mengapa kok sepertinya kamu kaget?” tanya Syaikh Dayat.
“Bagaimana aku ndak kaget, Syaikh. Lha wong panjenengan ada di hiburan malam begini. Seorang wali kan ya ndak pantas berada di tempat ini.”
“Pikiranmu itu keliru, Syaikh. Ndak semua wali sepertimu. Ada juga yang sepertiku yang harus sering datang ke tempat begini,” jawab Syaikh Dayat.
“Kok bisa begitu?” tanya Abu Yazid.
“Ya bisalah. Orang yang ada di sini, sudah tinggal separuh jumlahnya. Separuhnya lagi sudah aku bimbing. Mereka sudah taubat sekarang. Bagaimana bisa aku membimbing mereka kalau tidak langsung bergaul dengan mereka? Kalau mau mengajari mereka ya harus bergaul dong. Bukan menjelek-jelekkan. Bagaimanapun mereka ini manusia yang punya potensi menjadi lebih baik.”
“Jadi dalam hal ini aku lebih banyak membimbing mereka dari pada dirimu. Kamu sibuk dengan ibadahmu sendiri tanpa bergaul dengan mereka. Kalau aku ya sebaliknya,” lanjut Syaikh Dayat.
Abu Yazid pun menginsafi kekeliruan pandangannya atas Syaikh Dayat.
Begitulah. Orang berilmu memang terkadang ‘aneh’ dalam menjalani hidup. Ndak perlu buruk sangka. Sebab pasti ada sisi baik dalam tingkahnya. Kita ndak tahu apa niatnya. Yang pasti, baik dan buruk menjadi pilihan masing-masing orang. Pokoknya yang penting tertib, biar tidak bubar.