“Ketika aku meninggalkan Baghdad, tidak ada seseorang yang lebih takwa, lebih zuhud dan mempunyai pemahaman mendalam mengenai fikih dibandingkan Ahmad bin Hanbal.” -Imam Muhammad bin Idris as-Syafi’i
Nama lengkapnya adalah Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal as-Syaibani. Sosoknya amatlah populer. Ia adalah Founding Father (pendiri dan penggagas) Mazhab Hanabilah, salah satu dari al-Madzahib al-Arba’ah (mazhab empat). Namun siapa sangka, ia termasuk jajaran santri senior Imam Syafi’i ketika di Baghdad.
Ahmad bin Hanbal dilahirkan di Baghdad pada bulan Rabiul Awal, tahun 164 Hijriyyah. Dalam riwayat lain, ia lahir di kota Marwa (termasuk daerah Turkmenistan) dan dibawa ibunya ke Baghdad ketika masih bayi. Ayahnya meninggal sejak ia berumur 3 tahun. Sedari kecil, Ahmad hidup dengan serba kekurangan. Diceritakan, ketika kecil kedua telinganya dilubangi untuk menyimpan dua permata (sebagai simpanan dari ibunya) dan ia jual dengan harga 30 Dirham ketika sudah dewasa untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Ahmad muda mengawali belajarnya dengan para ulama Baghdad. Kemudian ia melanglang buana mulai dari Kufah, Basroh, Makkah, Madinah, Yaman, dan Syam untuk memenuhi dahaga keilmuannya. Guru-gurunya yang masyhur antara lain: Sufyan bin ‘Uyainah, Yahya al-Qothon, Waki, Abu Yusuf al-Qodhi, dan Muhammad bin Idris as-Syafi’i. Imam Ahmad belajar kepada Imam Syafi’i sampai sang guru berpindah ke Mesir. Sebenarnya, ia berjanji untuk menyusul sang guru ke Mesir, tetapi karena keadaan ekonomi yang tidak mendukung, ia tidak sempat memenuhi janjinya hingga Imam Syafi’i wafat.
Selain dikenal sebagai pendiri Mazhab Hanabilah, Ahmad bin Hanbal juga populer sebagai salah satu imam dalam bidang hadits. Hal ini disebabkan karangan masterpiece-nya dalam hadits, kitab Musnad Ahmad. Karya ini menjadi salah satu rujukan mu’tabar (terpercaya) dalam keilmuan hadits. Diriwayatkan dari Abu Zar’ah bahwa Ahmad bin Hanbal mempunyai hafalan mencapai satu juta hadits. Tak heran, banyak ulama hadits kondang yang berguru kepadanya, seperti Imam al-Bukhori, Imam Muslim dan Imam Abu Dawud.
Meskipun Ahmad bin Hanbal mendirikan Mazhab tersendiri, namun pandangan-pandangannya tidak bisa terlepaskan dari pengaruh sang guru, Imam Syafi’i. Hal ini bisa dibuktikan bahwa akan ditemukan banyak pendapat dalam Mazhab Hanabilah yang sama dengan Mazhab Syafi’i, terutama dengan Qoul Qodim (pendapat Imam Syafi’i sebelum hijrah ke Mesir). Maka dari itu, Mazhab Hanabilah bisa dikatakan sebagai “penerus” dari Qoul Qadim-nya Imam Syafi’i dan tentunya dengan tambahan beberapa metode baru hasil ijtihad dari Ahmad bin Hanbal sendiri.
Dalam kitab Thobaqot as-Syafi’iyyah al-Kubro, as-Subki menuliskan sosok Ahmad bin Hanbal sebagai berikut: “Ahmad bin Hanbal adalah seorang Imam agung, pendiri Mazhab Hanabilah, sosok yang sabar terhadap cobaan berat (mihnah), pembela sunnah, guru bangsa, dan panutan umat”. Secara fisik, Imam Ahmad dideskripsikan sebagai seorang laki-laki yang bertinggi sedang, berwajah ganteng, berkulit sawo matang, dan jenggotnya berwarna hitam kekuning-kuningan.
Founder Mazhab Hanabilah ini termasuk ulama yang sangat zuhud dan menjauhi penguasa. Hal ini tergambar jelas ketika suatu hari ia ditawari menjadi hakim Yaman oleh Harun ar-Rasyid, tetapi ia menolaknya mentah-mentah. Saking zuhudnya, Ahmad bin Hanbal tidak pernah sholat dengan pamannya, Ishaq bin Hanbal ataupun anaknya, Sholeh bin Ahmad karena keduanya menerima pemberian penguasa.
Ahmad bin Hanbal merupakah salah satu tokoh utama dalam sejarah berdarah Islam yang disebut Mihnah Kubro. Ini adalah tragedi sejarah di mana Khalifah pada saai itu, yakni al-Mu’tashim memerintahkan para ulama untuk menyetujui pandangan bahwa al-Qur’an adalah makhluk. Pandangan ini sangat ditolak oleh Ahmad bin Hanbal, sehingga ia dipenjara sekitar 28 bulan lamanya. Setelah itu ia dibawa ke istana Khalifah al-Mu’tashim dan dipecuti sebanyak 30 kali karena tetap bersikukuh pada pandangan bahwa al-Qur’an bukanlah makhluk, melainkan adalah kalamullah yang bersifat qodim (tidak diawali sesuatu).
Ahmad bin Hanbal mendapatkan kebebasan dan kehormatannya kembali ketika Khalifah al-Mutawakkil berkuasa setelah menggantikan kedudukan al-Watsiq.
Para ulama banyak memuji kealiman Ahmad bin Hanbal. Abu al-Qosim memujinya dengan berkata: “Ketika Imam Ahmad ditanya suatu persoalan, ia akan menjawab seperti tanpa berpikir, seolah-olah semua pengetahuan sudah ada di depan matanya”. Qutaibah menerangkan: “Ketika ats-Tsauri wafat, hilanglah sifat wira’i. Ketika as-Syafi’i wafat, musnahlah sunah dan ketika Ahmad bin Hanbal gugur, bermunculanlah banyak bid’ah”.
Beberapa menit sebelum wafat, Ahmad bin Hanbal memerintahkan keluarganya untuk mewudhukannya. setelah selesai wudhu, seketika ia berpulang ke hadapan Ilahi, seolah-olah ia sudah tahu kapan ajalnya. Ia kembali ke pangkuan Allah pada Jumat siang, 12 Rabiul Awwal 241 Hijriyyah. Ketika dikabarkan berita kewafatannya, orang-orang berteriak-teriak penuh tangisan serta jalanan dan gang-gang dipenuhi manusia berdesak-desakan. Semuanya ingin memberi penghormatan terakhir kepada sosok agung ini.
Jenazahnya disholati tidak kurang dari 600.000 orang. Khushnam bin Said mengatakan bahwa jenazahnya disholati oleh 1.300.000 orang. Diriwayatkan (Riwayat ini lemah menurut sebagian ulama) bahwa pada hari Ahmad bin Hanbal wafat, ada sekitar 20.000 orang yang masuk agama Islam dari kalangan Yahudi, Nasrani dan Majusi.
Ahmad bin Hanbal disarekan (dimakamkan) di kompleks pemakaman Bab Harb, Baghdad. Makamnya ramai dikunjungi peziarah dari bebagai belahan dunia. Ahmad bin Hanbal adalah sosok pribadi yang alim, zuhud, wira’i dan ulama terdepan dalam menjaga agama Islam. Semoga kita bisa meneladani beliau.
Referensi:
- As-Subki, Tajuddin. 2019. Thobaqot as-Syafi’iyyah al-Kubro. Kairo: Dar al-Faruq.
- Khallikan, Ahmad Ibnu. 2012. Waffiyatu al-A’yan. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah.
- Katsir, al-Hafidz Ibnu. 1990. al-Bidayah wa an-Nihayah. Beirut: Maktabah al-Ma’arif.