Abu Saʻid al-Mihani, lahir di tahun 357 H, memiliki nama asli Faḍlullah bin Ahmad bin Ali al-Mihani. Nama Abu Saʻid adalah kuniyahnya, sedangkan al-Mihani di belakang namanya disandarkan pada daerah asalnya, Mihanah. Catatan Ibnu Mulqan dalam Ṭabaqat al-Ṣūfiyah menginformasikan bahwa kota ini terletak di antara daerah Sarakhs (ﺳﺮﺧﺲ) dan Abyurd (ﺃﺑﻴﻮﺭﺩ).
Abu Saʻid al-Mihani terkenal sebagai sosok zahid nan alim, bahkan dalam Ṭabaqat al-ʼAuliyaʼ, Fariduddin al-Atthar mengatakan bahwa Abu Saʻid al-Mihani hafal 30.000 bait syiʻir Arab, memahami ilmu tafsir, hadis, fikih, serta mendalami ilmu tarekat. Abu Saʻid al-Mihani menghembuskan nafas terakhirnya di tahun 440 Hijriyah di Mihanah.
Terkait dengan kewalian Abu Saʻid al-Mihani, nampaknya sang ayah telah mendapat isyarat dari Syekh Abu al-Qasim bin Bisyr, seorang ulama besar pada waktu itu. Isyarat itu diperoleh sang ayah ketika Abu Saʻid al-Mihani masih kanak-kanak. Bahkan dalam sebuah kisah, sang ayah pernah dibuat terkagum-kagum atas jawaban-jawaban Abu Saʻid al-Mihani ketika ditanya oleh sang ayah. Berikut kisahnya;
Alkisah, ayah Abu Saʻid al-Mihani merupakan seorang tukang minyak wangi. Sang ayah berteman dekat dekat dengan raja yang berkuasa pada saat itu, Raja Mahmud al-Ghazi. Bahkan saking dekatnya, sampai-sampai ketika sang ayah mendirikan rumah yang begitu megah, sang ayah lalu melukis tembok-tembok rumahnya dengan gambar sang raja lengkap beserta bala tentaranya. Kala itu Abu Saʻid al-Mihani masih kecil.
Melihat sang ayah yang melukiskan gambar raja pada tembok-tembok rumahnya, tetiba Abu Saʻid al-Mihani merengek minta dibuatkan rumah kepada ayahnya. Dibangunlah rumah untuk Abu Saʻid al-Mihani, dan jadilah rumah itu.
Seusai rumah Abu Saʻid al-Mihani berdiri tegak, ia pun lantas menempatinya, dan lalu melukis seluruh tembok rumahnya dengan bertuliskan lafaẓ Allah. Tak ada satu bagian dinding pun yang tidak belukiskan lafaẓ Allah.
Melihat apa yang dilakukan Abu Saʻid al-Mihani pada tembok rumahnya, sang ayah lalu bertanya,
“Wahai anakku! Mengapa kau lukis seluruh tembok rumahmu dengan lafaẓ Allah?” tanya sang Ayah.
“Wahai ayah! Engkau melukis seluruh tembok rumahmu dengan gambar rajamu (Raja Mahmud al-Ghazi), sedangkan aku melukis seluruh tembok rumahku dengan nama rajaku (Allah),” timpal Abu Saʻid al-Mihani kepada ayahnya.
Mendengar jawaban Abu Saʻid al-Mihani yang sungguh di luar dugaan, sang ayah terheran dan terkagum-kagum. Sang ayah lantas menyesal dan menghapus lukisan bergambarkan Raja Mahmud al-Ghazi di seluruh tembok rumahnya. Sejak peristiwa itu sang ayah bertambah cinta kepada anaknya, Abu Saʻid al-Mihani.
Berikut quote sufistik Abu Saʻid al-Mihani yang menurut penulis sangat susah untuk dimengerti;
“لِكُلٍّ مِنَ الخَلآئِقِ مُرَادٌ، وَمُرَادِيْ أَنْ لَا يَكُوْنَ لِيْ مُرَادٌ”
“Likullin min-al-khalāiqi murādun, wa murādī ʼan lā yakūna lī murādun.”
“Setiap individu makhluk memiliki keinginan atau maksud masing-masing, dan keinginanku adalah agar aku tidak memiliki keinginan.”
Kapasitas penulis sekadar mengartikan quote indah itu, soal tafsiran-tafsirannya silakan para sufi yang menjelaskan, lebih-kurangnya mohon dimaafkan. Sekian.