Dalam perjalanan religi saya dan suami ke Kairo, Mesir pada awal tahun 2020. Kami berkesempatan mengunjungi beberapa situs bersejarah yang menjadi ikon negeri seribu menara tersebut. Diantaranya, kompleks piramida Agung Giza.
Sejak pagi kami telah berada di Giza melihat piramida yang telah dibangun ribuan abad sebelum Masehi. Sehingga lepas tengah hari, bus yang kami tumpangi telah bergerak keluar dari kompleks Piramida Giza. Tujuan kami adalah ke sebuah restoran lokal dan mencari masjid untuk shalat Zuhur. Di sebuah restoran lokal yang sudah menjadi langganan biro perjalanan, kami singgah untuk makan siang.
Sesampainya di sana, kami langsung dipersilakan menuju ke lantai dua, ternyata di sana telah terhidang makanan di meja‐meja. Makanan yang disajikan dalam peralatan makan tradisional dari kuningan yang dipenuhi oleh ukiran.
Menu yang disajikan grilled kofta seperti sate kambing. Makanan ini merupakan sate daging domba yang dihaluskan dan dicampur dengan rempah‐rempah kemudian dibentuk seperti sosis dan dibakar menggunakan arang layaknya membakar kebab. Dimakan dengan roti Isyh yang merupakan makanan pokok orang Mesir. Roti Isyh rasanya seperti roti tawar dengan serat yang lebih kasar. Bentuknya bulat dengan diameter kira‐kira 15 cm.
Selain itu, ada roti fatir, roti ini memiliki rasa yang manis dan gurih secara bersamaan. Semua makanan tersebut dimakan ditemani minyak zaitun dan buah zaitun yang telah dimasak serta salad aneka sayuran.
Ketika mencicipi aneka makanan tradisional itu aku berpikir apakah ini makanan yang dimakan oleh nenek moyang bangsa Mesir? Mungkin juga ini adalah makanan yang digemari Ratu Cleopatra. Biasanya makanan merupakan kebiasaan atau budaya yang diturunkan pada generasi penerusnya. Kalau ini benar, berarti kami sedang dijamu oleh Cleopatra.
Di saat sedang asyik menikmati makanan terdengar suara musik yang meriah di lantai bawah. Ternyata sedang ada pertunjukan tarian tradisional Mesir yang dipersembahkan untuk menghibur pengunjung restoran. Tak lama setelah itu, para penari juga naik ke lantai dua tempat kami berada. Tarian itu bernama Tonoura, merupakan tarian yang unik di mana para penarinya menggunakan rok lebar yang berwarna-warni cerah dan dihiasi dengan dekorasi lampu.
Tarian ini ditarikan dengan gerakan memutar‐mutar tubuh melawan arah jarum jam sambil mengikuti suara musik yang sangat meriah. Musiknya seperti musik rebab yang punya bit tinggi. Rok yang dipakai beratnya bisa mencapai 25 kg. Kadang‐ kadang para penari juga menaikkan roknya sampai di leher sehingga kelihatan seperti pizza atau mengangkatnya dengan tangan dan memutarnya di atas kepala membentuk seperti payung.
Tarian ini hampir mirip dengan tarian Sufi. Perbedaannya terletak pada kostumnya. Kalau tarian Sufi memakai kostum yang berwarna putih, sedangkan Tari Tonoura kostumnya berwarna‐warni yang sangat cerah. Selain itu, perbedaannya adalah tujuan menari, tarian Sufi tujuannya untuk mendekatkan diri pada Tuhan, sedangkan tarian Tonoura adalah untuk hiburan dan tidak ada hubungannya dengan keagamaan.
Selama berputar tidak terlihat para penari itu pusing atau terjatuh. Justru terlihat sangat menikmatinya. Itu mungkin karena kecintaan mereka pada tarian tersebut sehingga bagi mereka tidak ada gerakan tanpa rasa cinta. Pengalaman yang sangat mengesankan mengenal kuliner dan kebudayaan dari sebuah peradaban yang agung yang diakui oleh dunia.
***
Karena merasa dijamu oleh Cleopatra, aku jadi teringat sosok Cleopatra yang telah diceritakan oleh guide kami selama perjanan tadi dan juga dari beberapa artikel yang sempat aku baca sebelum perjalanan religi ini.
Cleopatra adalah Ratu Mesir yang terkenal dengan kecantikannya. Sebagaimana yang digambarkan dalam film‐film Holywood. Dia tidak pernah kehilangan pesonanya meski telah ribuan tahun berlalu. Bagiku bukan itu yang spesial dari Cleopatra, tetapi yang menarik adalah kecerdasan, keberanian, dan kecintaannya pada rakyat dan negerinya.
Cleopatra sebenarnya bukan asli Mesir, tetapi dari Macedonia, Yunani. Dia menjadi Firaun di Mesir karena merupakan keturunan Ptolemeus. Dinasti Ptolemeus berkuasa selama 300 tahun. Sejak Alexander Agung meninggal dan digantikan oleh panglimanya, Ptelomeus I.
Cleopatra pertama kali naik tahta saat berusia 18 tahun. Ketika dinobatkan jadi Firaun (paroah), dia menerima simbol paroah berupa tongkat keemasan, cemeti, dan tongkat kerajaan. Dia mengenakan jubah linen dan pakaian kulit resmi. Pita emas yang melingkar di kepala yang disebut ureaeus yang membentuk seperti ular cobra, yaitu ular yang menjaga Mesir.
Cleopatra mengganggap dirinya Dewa Matahari (Ra) dalam perwujudan Dewi Isis yang merupakan Dewi Pelindung seluruh rakyat Mesir. Karena perempuan tidak bisa memerintah sendiri, dia harus menikah dengan adiknya Ptolemeus XIII. Masa itu di Mesir perkawinan antar saudara kandung (incest) memang terjadi untuk menjaga kemurnian keturunan dan mempertahankan kekuasaan. Namun, Ptolemeus XIII akhirnya menentang dan ingin membunuh Cleopatra. Hal ini yang menyebabkan Cleopatra melarikan diri ke Suriah.
Cleopatra dapat kembali menguasai Mesir dengan bantuan Julius Caesar. Ia merupakan wanita yang cerdas, cakap, dan cerdik. Cleopatra menguasai matematika, kedokteran, kimia, ekonomi, sejarah, dan geografi. Ia fasih berbicara dalam banyak bahasa. Selain bahasa Yunani yang merupakan bahasa asli Dinasti Ptolemeus, dia juga menguasai sembilan bahasa tetangga lainnya dan bisa membaca Hieroglif.
Meski bukan asli Mesir, dia berpenampilan sebagai orang Mesir dengan mengenakan pakaian tradisional dan menghadiri festival serta upacara tradisional Mesir. Saat menjadi Ratu Mesir, Cleopatra mendirikan perpustakaan di kota Alexandria. Masa itu perpustakaan tersebut yang terbesar di dunia sehingga Alexandria disebut sebagai Kota Pelajar (City of learning)
Cleopatra meninggal bunuh diri setelah serbuan dari kerajaan Romawi ke Mesir. Kematian Cleopatra menandai berakhirnya kekuasaan Firaun di Mesir. Kisah hidup Cleopatra menjadi perhatian banyak orang.
Namun tidak semua dari kepribadiannya dapat kita jadikan teladan seperti kebiasaannya berpesta dan menghabiskan banyak dana untuk kecantikannya. Juga cara‐cara diplomasinya yang menghalalkan segara cara untuk mencapai tujuannya. Kepintaran, keberanian, dan sikapnya yang mengutamakan kemajuan negerinya patut dijadikan teladan untuk wanita modern saat ini.
Seru banget cerita perjalanannya. Selama ini melihat tarian Tonoura hanya dari layar kaca atau tayangan Youtube, semoga suatu saat bisa mampir ke Mesir melihat secara langsung.
🥰🥰🥰
Keren Ilma. Jadi ingin ke Mesir juga. Semangat terus menulis dan berbagi….
Trimakasih atas suportnya Bu Rita. Semoga bermanfaat.
Inspiratif. Semangat bu Ilma Wiryanti
Mari kita memetik hikmah dibalik setiap sejarah. Untuk menjadi ibrah dalam kehidupan