Sebagaimana kita ketahui Al-Qur’an memiliki sejarahnya tersendiri sebagai kitab suci terakhir umat manusia. Tentu sebelum kita belajar lebih dalam mengenai penafsiran Al-Qur’an, maka kita harus mempelajari terlebih dahulu fase turunnya Al-Qur’an.
Kalau bisa kita gambarkan niscaya ilmu mengenai runtutan turunnya ayat Al-Qur’an serta sejarah penurun Al-Qur’an adalah sebuah kompas ataupun peta yang akan menunjukkan kita dalam menyusuri samudera makna dalam Al-Qur’an yang tak bertepi.
Al-Qur’an diturunkan pada malam Lailatul Qadar sebagaimana yang ditegaskan dalam surat Al-Qadr. Ada dua pendapat praktek turunnya Al-Qur’an menurut para ulama tafsir :
Pertama, menurut mayoritas ulama pada mulanya Al-Qur’an seluruhnya diturunkan ke langit dunia pada malam Lailatul Qadar. Kemudian, malaikat Jibril menurunkan sedikit demi sedikit ayat-ayat Al-Qur’an dari langit dunia kepada nabi Muhammad Saw sejak beliau diangkat menjadi nabi dan rasul hingga akhir hayatnya.
Kedua, menurut sebagian ulama bagian dari Al-Qur’an diturunkan ke langit dunia setiap tahunnya kemudian dari bagian tersebut diturunkan sedikit-demi sedikit kepada Nabi Muhammad saw sesuai dengan tuntutan dakwah sepanjang tahun tersebut dan demikian seterusnya setiap tahun hingga nabi Muhammad saw wafat.
Adapun susunan ayat Al-Qur’n dalam setiap surat adalah murni petunjuk Allah Swt. Hal ini sebagaimana yang telah ditegasan oleh Az-Zarkasyi dalam kitab al-Burhan “Susunan ayat dalam setiap surat Al-Qur’an adalah murni ketentuan yang ditunjukkan oleh Rasulullah Saw tanpa sedikitpun keraguan diantara ulama umat islam”.
Sedangkan bukti otentiknya adalah sebuah riwayat yang dituliskan oleh al-Bukhari
قال ابن الزبير قلت لعثمان بن عفان { والذين يتوفون منكم ويذرون أزواجا } . قال قد نسختها الآية الأخرى فلم تكتبها ؟ قال يا ابن أخي لا أغير شيئا منه من مكانه.
“Ibnu Zubair berkata kepada Utsman bin Affan “Bukankah ayat{ والذين يتوفون منكم ويذرون أزواجا } telah disalin dengan ayat yang lain? Mengapa engkau tetap menulisnya (dalam mushaf al-Qur’an)? Utsman bin Affan menjawab “Wahai putra saudaraku, aku tidak merubah sedikitpun ayat dari tempatnya dalam Al-Qur’an”. (HR. Bukhari)
Akan tetapi, dalam menilai runtutan surat dalam Al-Qur’an para ulama berbeda pendapat :
Pertama, menurut sebagian ulama runtutan surat dalam Al-Qur’an adalah murni atas petunjuk Rasulullah Saw berdasarkan wahyu dari Allah swt. Ibnu Husshor mengatakan “Runtutan surat dan penempatan ayat dalam Àl-Qur’an adalah berdasarkan wahyu yang diterima oleh Rasulullah saw”.
Kedua, menurut mayoritas ulama runtutan surat dalam Al-Qur’an adalah murni atas sumbangsih ijtihad para shahabat. Pendapat ini disuarakan oleh imam Malik bin Anas (pendiri madzhab Malikiyyah), Abu Bakar al-Baqillani.
Ketiga, menurut sebagian ulama sebagian runtutan surat dalam Al-Qur’an adalah murni atas petunjuk Rasulullah saw, sedangkan sebagian runtutan surat yang lain adalah sumbangsih dari ijtihad para shahabat. Pendapat ini adalah jalan tengah dari dua kubu sebelumnya yang penuh dengan perdebatan.
Ibnu Athiyyah mengatakan “Sungguh banyak dari surat dalam Al-Qur’aan telah diketahui urutannya sejak zaman nabi Muhammad saw diantaranya adalah tujuh surat panjang yang mencakup surat al-Baqarah hingga surat al-Anfal dan sesamanya. Akan tetapi ada sebagian susunan surat dalam mushaf Al-Qur’an yang terlahir dari sumbangsih ijtihad para shahabat”.
Begitu juga dalam jumlah hitungan surat dalam Al-Qur’an. Menurut mushaf yang diterbitkan oleh shahabat Utsman bin Affan seluruh surat dalam Al-Qur’an berjumlah 114 surat. Sedangkan versi mushaf milik shahabat Abdullah bin Mas’ud seluruh surat dalam Al-Qur’an berjumlah 112 surat karena beliau mengumpulkan surat al-falaq dan surat an-Nas kedalam susunan surat al-ikhlas. Sedangkan versi mushaf milik shahabat Ubay bin a’ab seluruh surat dalam Al-Qur’an berjumlah 116 surat karena beliau memasukkan dua doa qunut yang dibaca oleh Rasulullah di akhir surat Al-Qur’an di dalam mushaf miliknya. Sedangkan versi beberapa shahabat yang lain yang diriwayatkan oleh mujahid seluruh surat dalam Al-Qur’an berjumlah 113 surat karena mereka menjadikan surat at-Taubah sebagai bagian dari surat al-Anfal.
Walhasil, sejarah turunnya ayat Al-Qur’an hingga pembukuan Al-Qur’an dalam bentuk mushaf memiliki lika-liku yang sangat panjang. Sebagaimana kita ketahui bahwa Al-Qur’an dibukukan sebanyak dua kali. Shahabat Abu Bakar adalah tokoh pertama yang membukukan Al-Qur’an dari sebelumnya yang terpisah-pisah dalam berbagai bentuk media tulis. Hal ini disebabkan banyaknya jumlah para shahabat penghafal Al-Qur’an yang wafat khususnya ketika terjadi perang yamamah. Kemudian pembukuan yang dilakukan oleh shahabat Abu Bakar dilanjutkan oleh shahabat Utsman bin Affan dengn bentuk runtutan surat yang kita kenal sekarang serta penulisan yang dikenal dengan rosm utsmani. (Sumber : kitab al-Itqan fi Ulum al-Qur’an karya Jaluddin As-Suyuthi)