Sedang Membaca
Sabilus Salikin (113): Ibnu Arabi tentang Keadaan di Luar Keilmuan (2)
Redaksi
Penulis Kolom

Redaksi Alif.ID - Berkeislaman dalam Kebudayaan

Sabilus Salikin (113): Ibnu Arabi tentang Keadaan di Luar Keilmuan (2)

Melanjutkan edisi sebelumnya, masih ada sejumlah keadaan yang menurut Ibnu Arabi berada diluar (jalur) keilmuan dan pendengaran. Mari kita resapi. 

  1. Kemuliaan dalam ilmu

Kehidupan bisa tetap berlangsung dengan ilmu, kehidupan abadi (akhirat) diperoleh dengan ilmu. Ilmu kebalikan bodoh, kebodohan adalah kematian dan tiada wujud. Ilmu merupakan cahaya sedangkan kebodohan merupakan kegelapan.

أَوَ مَن كَانَ مَيْتاً فَأَحْيَيْنَاهُ وَجَعَلْنَا لَهُ نُوراً يَمْشِي بِهِ فِي النَّاسِ كَمَن مَّثَلُهُ فِي الظُّلُمَاتِ لَيْسَ بِخَارِجٍ مِّنْهَا… (الأنعام: 122)

  1. Hikmah dalam diam

Hikmah ilahiah dalam diam artinya Salik tidak berbicara dengan mahluk kecuali karena darurat dan berbicara tidak disertai dengan nafsu. Salik tidak membicarakan dirinya dengan suatu ucapan yang diharapkan keberhasilannya walaupun keberhasilan itu dari Allâh Swt

Hikmah yang sempurna tidak akan bisa ditemukan kecuali dalam berdiam diri. Oleh karena itu, barang siapa yang diberi ilmu secara runtut dan berdiam diri atas perbedaan di antara ilmu tersebut itulah lebih utama-utamanya orang yang mengenal Allâh Swt Kelemahan dan pengakuan Salik terhadap ketidakmampuan menjelaskan ilmu, itu sesuai dengan ungkapan: “Tidak mampu menemukan penemuan adalah menemukan”.

  1. Kesehatan dalam pantangan

Kesehatan dan keselamatan badan itu tetap di dalam menghindari makanan dan segala sesuatu yang  membahayakan badan

  1. Penemuan itu dalam keadaan lapar

Mengetahui hakikat segala sesuatu itu bisa dihasilkan jika dalam keadaaan lapar yang tidak melewati batas. Maksudnya adalah lapar yang sudah biasa dan tidak dilarang oleh syari’at, karena mayoritas kebaikan itu diperoleh dalam keadaan lapar seperti diperolehnya kejelekan ketika kenyang.

  1. Murâqabah dalam tidak tidur malam
Baca juga:  Sabilus Salikin (105): Macam-macam Zikir Tarekat Histiyah (3)

Murâqabah yang sempurna itu diperoleh  dalam keadaan tidak tidur malam secara rutin dan sebaliknya Murâqabah yang tidak sempurna diperoleh dalam keadaan tidak tidur malam seara tidak rutin, maka Murâqabah itu tidak diperoleh bagi orang yang tidur malam karena dia telah berpindah ke alam barzah. Sedangkan orang yang terjaga di malam hari untuk berzikir kepada Allâh Swt secara rutin, mata hatinya menjadi jelas, dan mampu melihat kebaikan yang dikehendaki Allâh Swt Lapar adalah kunci utama agar mampu tidak tidur malam. Makanan dan minuman mengakibatkan tidur apalagi minum  air, maka fatal sekali akibatnya.

  1. Lupa dalam kemalasan

Lupa kepada Allâh Swt itu disebabkan malas, menyibukkan diri dan lamban dalam hidmat kepada Allâh Swt Karena barang siapa yang berhidmat kepada seseorang maka selama itu tidak akan pernah lupa kepada yang dihidmati.

  1. Keberuntungan dalam kemurahan

Keberuntungan dan manfaat yang besar itu ada di dalam sikap toleran terhadap makhluk Allâh Swt dan dermawan kepada mereka.

  1. Takut itu di dalam hati

Takut kepada Allâh Swt dan siksanya itu ada di dalam hati karena hati itu sumber dan tempatnya iman, sedangkan takut kepada Allâh Swt itu sebagian dari iman. Takut kepada Allâh Swt itu bergantung kadar keilmuanya kepada Allâh Swt, artinya semakin banyak ilmunya maka semakin banyak takutnya.

  1. Lemah lembut dalam pergaulan
Baca juga:  Inilah Sufi Nusantara yang Menjadi Guru di Yaman

Lemah lembut kepada hamba Allâh Swt itu ada di dalam bergaul dengan mereka karena tidaklah mungkin lemah lembut kecuali terhadap orang-orang dekat yang ada di samping kita. Barang siapa mengasingkan diri dari manusia maka tidak akan bersikap lemah lembut kepada seorang dan tidak seorangpun lemah lembut kepadanya. Yang dimaksud bergaul adalah berkumpul selamanya, seperti bergaulnya seorang istri dengan suaminya. Begitu juga seorang hamba jika bergaul dengan Tuhannya secara terus menerus maka dia akan mengetahui lemah lembut dan kebaikannya

  1. Kecocokan dalam persahabatan

Kecocokan yang diharapkan dari makhluk itu ada dalam persahabatan dan pergaulan. Sedangkan perbedaan ada dalam permusuhan, karena barang siapa yang beersahabat dengan seseorang maka tidak akan berselisih.

  1. Mengambil pelajaran dalam berpikir

Mengambil pelajaran dari orang yang memiliki ilmu itu ada di dalam berpikir tentang kebaikan Allâh Swt seperti dikatakan barang siapa berpikir maka akan bisa mengambil pelajaran.

  1. Taubat dalam keadaan terjaga

Taubat yang benar dan tulus itu ada dalam terjaga dan khudhur kepada Allâh Swt dalam segala keadaan dengan cara keluar dari angan-angan dan hayalan. Orang yang bertaubat dengan sugguh-sungguh dan ihlas, maka akan terjaga ketika yang lain tidur karena dosa-dosa yang telah dilakukan.

  1. Keilmuan dalam kerendahan hati

Ilmu yang bermanfaat baik wahabi dan ladunni ada di dalam rendah hati.

  1. Memberi ada dalam kedermawanan
Baca juga:  Khataman Kitab

Memberi artinya pemberian setelah diminta sedangkan dermawan artinya pemberian sebelum adanya permintaan.

  1. Rahmat dalam menyayangi

Rahmat ilahiyah ada dalam usaha memperoleh kasih sayang dari Allâh Swt dengan menjahui sesuatu yang bertentangan dengan perintah-Nya dan menjalani segala sesuatu yang sesuai dengan perintah-Nya. Demikian juga kasih sayang dengan sesama hamba Allâh Swt itu timbul dari usaha memperoleh kasih sayang ketika marah yang menimbulkan kekerasan.

  1. Kekerasan dalam kemarahan

Kekerasan, penghukuman, sanksi, dan kebencian ada dalam kemarahan. Marah akan menimbulkan penghukuman dan sanksi maka hindarilah segala sesuatu yang mengakibatkan kebencian baik dari Allâh Swt atau dari makhluk.

  1. Cobaan dalam cinta

Apabila seorang Salik masuk dalam gelombang cinta, maka akan diberi cobaan sesuai dengan kadar kecintaanya, dan sesungguhnya cobaan bagi para nabi lebih berat dari cobaan para wali karena cintanya para nabi lebih besar.

  1. Khusyu’ dalam menangis

Khusu’ adalah berdiam diri dan merasa dirinya hina karena takut kepada Allâh Swt dan mengakui atas kelemahan dan kecerobohannya, menangis maksudnya adalah khusyu’, tenang, dan merasa rendah diri. Hal ini menyebabkan terangkatnya derajat di sisi Allâh Swt

  1. Kedekatan dalam kesunahan

Maksud mendekatkan diri kepada Allâh Swt ada di dalam ibadah sunnah adalah kedekatan sifati, karena kedekatan dzati ada dalam ibadah fardhu (Syarah Hikam al-Syaikh al-Akbar, halaman: 471-485).

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Scroll To Top