Shiraz adalah salah satu kota besar di Persia. Kebesarannya mengundang para penguasa untuk berebut pengaruh atas kota tersebut. Dalam perjalanan sejarahnya, dinasti Zand menjadi satu di antara dinasti yang sempat memerintah kota ini.
Walaupun singkat, dinasti Zand mewariskan bangunan-bangunan yang bernilai sejarah. Salah satunya adalah Citadel Karim Khan. Citadel ini dibangun tahun 1766-1767 pada masa kekuasaan dinasti Zand dengan rajanya yang bernama Karim Khan. Dinasti ini sendiri berkuasa dalam rentang waktu sekitar 43 tahun dari tahun 1751-1794 yang kemudian diganti oleh dinasti Qajar.
Bangunan ini dinamakan citadel karena memang pembuatannya ditujukan bukan semata-mata sebagai istana, tetapi juga pertahanan. Oleh karenanya, bagian luar bangunan ini mirip seperti benteng kokoh setinggi 14 meter yang sulit untuk ditembus dari luar.
Sementara, pada bagian dalamnya dibangun bermacam-macam bangunan sesuai fungsinya seperti tempat tinggal raja, militer, dan penjara. Untuk mengetahui seperti apa arsitektur di dalamnya, kita harus masuk lewat pintu khusus dan tentu saja dikenakan tarif.
Citadel ini berbentuk segi empat yang dikelilingi oleh tembok tinggi. Luasnya sekitar 4.000 m persegi. Dulu citadel ini merupakan tempat tinggal raja beserta militernya sebagai penjaga, jika tiba-tiba ada serangan tak terduga.
Yang berbeda, di setiap sudutnya terdapat bentuk lingkaran, sehingga bentengnya tampak unik. Di atas lingkaran tersebut dijadikan sebagai tempat patroli untuk memantau pergerakan dari luar yang dapat membahayakan kerajaan. Namun, sekarang citadel ini sudah berubah fungsi menjadi museum yang dikelola oleh pemerintah di bawah organisasi peninggalan kebudayaan Iran.
Di samping citadel terdapat lapangan yang cukup luas yang dihiasi bunga-bunga. Lapangan tersebut sangat ramai karena ada banyak pertunjukan yang dapat disaksikan. Saya menyaksikan atraksi mirip pantomim yang diiringi dengan instrumen musik khas Persia. Aksinya yang konyol banyak mengundang tawa para penonton. Saya pun ikut hanyut dalam gegap gempita suasana sore di kawasan Citadel ini.
Citadel ini tersambung dengan bazar Vakil, sebuah pasar tradisional yang sudah eksis sejak ratusan tahun yang lalu. Menurut beberapa sumber, bazar ini berdiri pada abad 11 M pada masa dinasti Buwaih dan penamaan Vakil diberikan oleh Karim Khan sebagai penguasa dinasti Zand pada abad ke-18 M.
Jalan menuju bazar sangat mengasyikan. Pejalan akan disuguhkan dengan bunga-bunga yang tumbuh di antara jalan yang sangat bersih dan rapi. Selain bunga, ada juga kolam yang dilengkapi air mancur yang terletak di tengah tempat pejalan kaki.
Bazar Vakil menyediakan barang-barang domestik kebutuhan masyarakat sehari-hari seperti rempah-rempah dan beras. Di sana dijual juga permadani Persia, kerajinan, dan barang-barang antik. Bazarnya tidak terlalu besar, tetapi padat oleh pengunjung.
Aura klasik langsung akan terasa begitu kita masuk ke dalamnya. Lampu remang-remang ditambah dengan aroma yang beraneka ragam membuat suasana semakin syahdu. Suara penjual yang lantang menawarkan barangnya turut membuat pasar semarak. Saya cukup menikmatinya walaupun tidak berniat membeli.
Hadirnya bazar dan istana selalu disertai dengan masjid. Begitu pula dengan bazar Vakil, di sana terdapat masjid yang terletak tepat di sampingnya. Pintu masuk masjid Vakil ini berada di sebelah kanan pintu masuk bazar. Masjid ini sendiri didirikan antara tahun 1751-1773 di bawah perintah Karim Khan sebagai penguasa dinasti Zand. Masjid ini sempat mengalami perbaikan pada era dinasti Qajar.
Nampaknya, citadel, bazar, dan masjid merupakan satu kesatuan sebagai jantung kota saat itu. Karim Khan menjadikan daerah tersebut sebagai pusat pemerintahannya. Konsep seperti ini mengingatkan saya kepada Yogyakarta dimana keraton berdekatan dengan masjid Kauman dan pasar Bringharjo. Ketiga unsur tersebut selalu hadir dalam satu tempat.
Masjid ini hampir sama dengan masjid di Persia lainnya, berhalaman luas dengan mozaik indah di dindingnya. Yang menarik dari masjid ini adalah adanya ruangan khusus untuk menunaikan salat di musim dingin. Ruangan khusus ini dinamakan dengan shabestan. Ruangannya sangat menakjubkan dengan 48 pilar di dalamnya. Langit-langitnya juga tampak menakjubkan dengan ornamennya yang berwarna-warni. Setiap empat pilarnya membentuk sebuah cekungan seperti cawan di langit-langitnya.
Selain itu, jalan menuju mimbar terdapat tangga kecil permanen yang diukir dari marmer hijau. Saya bisa merasakan nuansa kehangatan di dalamnya karena jarak antara lantai dengan atap tidak terlalu tinggi. Akan tetapi, masjid ini sudah tidak digunakan lagi. Sekarang, fungsinya hanya sebagai warisan yang mempunyai nilai sejarah, sehingga tetap ramai dikunjungi.