Sejarah penyampaian Al-Qur’an merupakan sejarah kehidupan manusia itu sendiri. Sejak peradaban manusia masih pada taraf yang paling rendah hingga saat kemajuan telah mencapai ragamnya yang kompleks, Al-Qur’an tetap menjadi pedoman kehidupan yang diyakini kebenarannya. Nilai-nilai ajaran yang terkadung di dalamnya senantiasa hidup mengikuti arus perubahan dan kemajuan. Al-Qur’an memberikan petunjuk dengan segala penjelasannya sesuai dengan kultur, suasana, dan kehendaknya sendiri.
Sebagai firman Allah Swt, Al-Qur’an tidak bisa berbicara sendiri atas nama Tuhan, tanpa adanya peran pembaca yang membunyikannya sebagaimana Sayyidina Ali ibn Abi Thalib pernah mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah tulisan yang tertera di antara dua cover, ia tidak bebicara karena yang berbicara sesungguhnya adalah manusia sebagai pembacanya. Artinya, teks Al-Qur’an tidak bisa hadir sebagai sesuatu yang bermakna bagi manusia tanpa kehadiran seorang perantara.
Lalu bagaimana dengan teks-teks yang diturunkan kepada rasul-rasul yang lain, apakah namanya bukan Al-Qur’an?
Allah Swt menurunkan firman-Nya, ada yang tertulis dalam lembaran-lembaran yang disebut dengan Shuhuf. Firman Allah yang diturunkan dalam Shuhuf sangat banyak, namun yang wajib kita ketahui hanya 100 lembar Shuhuf saja. Menurut sebagian riwayat 60 lembar Shuhuf diturunkan kepada Nabi Syits As, 30 lembar untuk Nabi Ibrahim As, dan 10 lembar untuk Nabi Musa As sebelum beliau menerima kitab Taurat. Riwayat lain mengatakan 100 lembar Shuhuf tersebut diturunkan Allah Swt kepada Nabi Adam As 50 lembar, untuk Nabi Idris As 30 lembar, dan untuk Nabi Ibrahim As 20 lembar.
Terlepas dari beberapa riwayat di atas, yang jelas bahwa Shuhuf itu diturunkan untuk nabi-nabi sejak Nabi Adam As sampai Nabi Musa As. Nabi Musalah yang terkahir menerima Shuhuf, dan beliau pula nabi pertama yang menerima firman Allah dalam bentuk kitab yaitu Taurat kemudian diikuti nabi-nabi setelahnya menerima firman Allah dalam bentuk kitab. Al-Qur’an adalah kitab yang terakhir diturunkan karena ia menghimpun intisari dari semua firman Allah Swt yang pernah diturunkan kepada semua nabi-nabi terdahulu.
Menurut Farid Esack dalam merefleksikan kondisi-kondisi masyarakat Afrika Selatan, Al-Qur’an bukan hanya sekadar tumpukkan kertas yang memadati ruang-ruang perpustakaan, melainkan teks-teks yang benar-benar dihidupkan. Sehingga dalam hal ini isi kandungan Al-Qur’an secara garis besar seperti yang dikemukakan oleh Amin Suma dengan merangkum pendapat para ahli, kandungan Al-Qur’an secara garis besar berisi, pertama tentang tauhid atau akidah yaitu keyakinan tentang ke-esaan Allah dengan segala kesempurnaan-Nya.
Kedua, sejarah umat terdahulu dengan segala balasan Allah Swt atas diri mereka sesuai dengan amal perbuatan mereka. Ketiga, Wa’d yaitu janji Allah bagi orang-orang yang taat. Keempat, Wa-id yaitu ancaman neraka atas orang-orang yang durhaka. Kelima, tentang akhlak atau budi pekerti, baik kepada Allah, Rasul, kepada orang tua, dan sesama manusia. Keenam, tentang hukum syari’at yang mengandung nash yang menunjukkan hukum secara pasti, tidak memerlukan ta’wil dan nash yang masih memerlukan ta’wil, karena masih punya kemungkinan untuk dipalingkan dari makna hakiki kepada makna majazi atau memang kata-kata itu memiliki dua macam arti.
Sekalipun Al-Qur’an merupakan teks yang hidup pada era Nabi Muhammad Saw, ia telah dibaca dan ditafsir oleh berbagai jenis orang yang datang kemudian dengan latar belakangnya yang beragam. Tafsirnya dapat diremajakan secara terus menerus seiring dengan denyut peradaban manusia tanpa mengubah sosoknya untuk disesuaikan dengan postur zaman.
Sehingga Al-Qur’an tidak hanya berisi tentang aturan-aturan dan hukum semata, melainkan berisi tentang ilmu pengetahuan dan teknologi. Di dalam Al-Qur’an betapa banyak ayat yang mendorong umat manusia untuk berpikir dan merenungkan bagaimana alam semesta ini diciptakan, kemudian menggali ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya tidak hanya dengan mengkaji ayat qur’aniyah-nya, melainkan ayat-ayat kauniyah-nya yang harus diperhatikan oleh segenap umat manusia. Wallahu’alam.
BIBLIOGRAFI
Gunawan, Heri, dan Suparman, Deden. Ulumul Qur’an. Bandung: CV. Afrino Raya. 2015
Ali, Suryadharma. Mengawal Tradisi Meraih Prestasi: Inovasi dan Aksi Pendidikan Islam. Malang: UIN-Maliki Press. 2013
Ghazali, Abd Moqsith. Hermeneutika Pembebasan: Menghidupkan Al-Qur’an dari Kematian”, dalam Jurnal Ulumuna, Vol. 08 No. 1 Tahun 2004, hal. 130
Thoyyib, Ibrahim M. Ushul Fiqh.Jakarta: Tunas Ilmu. 2010