Muhammad Asad
Penulis Kolom

Mengabdi di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang.

Awkarin, dari Artis Medsos ke Aktivisme Sosial

Karin Novilda atau akrab disapa di dunia maya disapa dengan Awkarin adalah influencer media sosial dan milenial muda yang terkenal lewat aksi-aksi yang awalnya terbilang cukup kontroversial di dunia medsos di Indonesia. Dari gaya pacaran yang terbilang cukup vulgar sampai drama putusnya dengan sang pacar. Semua adegan ini dia curahkan lewat akun medsos miliknya sehingga membuat dia viral dan dikenal warganet.

Awal ‘keartisan’ Awkarin dimulai pada tahun 2016 lewat Instagram. Kesuksesan dia di media sosial bisa dilihat saat ini lewat akun Instagramnya dengan sekitar 4.7 juta pengikut. Ia juga juga merambah Youtube melalui channel bernama Karin Novilda dengan jumlah subscriber 1.4 juta dan Twitter dengan lebih 500 ribu pengikut.

Menariknya, akhir-akhir ini aksi terbaru Awkarin terbilang cukup unik, berbeda 180 derajat dengan kebiasaan sebelumnya. Tidak lagi mendapat kecaman karena aksinya yang menimbulkan polemik, kali ini dia menginspirasi ribuan pengikutnya dan bahkan menjadi trending topik di Twitter. Mulai dari ikut serta dan membela aksi demonstrasi menolak RUU KUHP dan revisi UU KPK, membantu para demonstran secara langsung dengan memberi makanan dan minuman, hingga ikut andil membantu driver ojol yang baru kehilangan motor. Salah satu yang terbaru sebagaimana kita lihat di akun medsos Awkarin, ia membuat sayembara berhadiah laptop branded berbanderol 30 juta yang diberikan kepada pengikutnya bagi yang berhasil membersihkan lingkungannya dengan syarat difoto sebelum dan sesudah dibersihkan.

Milenial dan Aktivisme Sosial

Mengapa Awkarin berubah dari artis medsos kontroversial menjadi pribadi yang inspiratif? Menilik dari umurnya yang merupakan bagian dari generasi milenial, ada satu faktor khusus yang kemungkinan besar mempengaruhi perubahan siap Awkarin, yaitu kecenderungan generasi milenial untuk ikut serta dalam aktivisme sosial dan membuat perubahan secara langsung di masyarakat.

Baca juga:  Teks Langka Istigasah Hadratussyekh KH. M. Hasyim Asy'ari

Karakter milenial ini dipotret oleh the Case Foundation, sebuah lembaga non profit yang bekerja untuk menginspirasi cara-cara inovatif untuk perubahan sosial yang melakukan survei selama 10 tahun (2008-2018) yang melibatkan lebih dari 3000 responden di Amerika. Dalam survei tersebut, yang mengambil topik “Understanding How Millennials Engage with Causes and Social Issues”  ditemukan bahwa terdapat 3 faktor utama yang mempengaruhi tindakan kaum milenial yang berbeda dengan generasi sebelumnya. Terutama ketika tindakan tersebut dikaitkan dengan isu sosial. Yang pertama, milenial mengidentifikasi masalah yang terjadi secara langsung, dan tidak terlalu percaya kepada lembaga yang sudah ada. Kedua, milenial percaya kepada tindakan-tindakan kecil (meskipun itu virtual) yang bisa memberikan nilai kepada perubahan sosial yang lebih besar.  Yang ketiga, milenial hanya mau berkerjasama atau menyumbang kepada lembaga yang benar-benar mereka percaya.

Dari tiga faktor di atas, semuanya bisa kita temukan dalam beberapa aksi terkini Awkarin. Untuk yang pertama, kita bisa melihatnya dalam aksi Awkarin di demonstrasi anti revisi UU KPK 24 September kemarin dimana ia ikut serta turun dan terlibat langsung dalam bentuk berbagi makanan.

Dalam akun Instagram-nya pada hari itu mengekspresikan ketidaksetujuannya dengan DPR karena akan mengesahkan RUU KUHP. Tidak hanya itu, ia juga mengecam pernyataan kebanyakan orang yang menolak demonstrasi karena dianggap tidak akan mengubah keadaan sosial politik di Indonesia. Dua pernyataan ini menunjukkan bagaimana perhatian Awkarin terhadap isu sosial politik terkini dan menganggap DPR tidak cakap menjalankan tugasnya. Pula untuk masyarakat yang antipati terhadap demostransi yang mana dia tentang dengan langsung turun ke jalan. Dua aksi ini mewakili hasil penelitian diatas dimana milenial tidak percaya lagi dengan institusi sosial kemasyarakatan seperti DPR ataupun persepsi masyarakat dan memilih untuk terlibat langsung dalam demonstrasi.

Baca juga:  Melepaskan NU dari Konteksnya: Problematik Metodologis Mietzner dan Muhtadi

Faktor kedua bisa kita lihat di aksi Awkarin ketika melihat pesan viral di media sosial dimana seorang driver ojol kehilangan motornya. Meskipun kejadian itu hanya melibatkan satu individu dan menjadi viral gara-gara obrolan di dunia virtual, tapi Awkarin langsung tanggap dan menawarkan bantuan langsung kepada pengendara malang tersebut. Demikian juga untuk faktor ketiga dimana Awkarin terlihat turun sendiri langsung ke Palangkaranya dalam kasus kebakaran hutan dan ikut terlibat memadamkannya tanpa terlebih dahulu berkonsultasi dengan lembaga terkait. Semua aksi ini adalah bagian dari ciri khas milenial yang melekat di karakter Awkarin sebagaimana ditunjukkan oleh penelitian diatas.

Bagi beberapa orang, aksi Awkarin ini adalah sesuatu yang sensasional, dan mungkin secara esensi kurang mendalam sehingga tidak menyentuh akar persoalan dan hanya menjadi aksi yang karitatif, bukan sesuatu yang solutif. Tetapi kita harus bisa berpikir jernih dan melihatnya sebagai representasi generasi milenial yang bisa merubah keadaan. Ditambah lagi dengan jumlah pengikut yang jutaan, dimana milenial jomblo pengikut setianya bisa terinspirasi dan tergerak untuk mengikuti aksi Awkarin untuk terlibat langsung merubah keadaan sosial di sekitarnya. Bayangkan jika jutaan pengikutnya mengikuti himbauan dia untuk memungut sampah meskipun itu hanya demi give away laptop berharga puluhan jutaan. Tetapi jika aksi ini tertanam dalam karakter jutaan pengikutnya, tentunya bisa berkontribusi terhadap masalah sampah di negara kita.

Baca juga:  Mengetahui untuk Menguasai atau untuk Menghargai?

Di sisi yang lain, aksi Awkarin ini seakan menjadi oase bagi kita semua warganet, terutama saya secara pribadi yang merasa ketinggalan jaman dan susah mengikuti mode dan gaya generasi milenial. Sikap saya ini muncul karena melihat representasi milenial di dunia maya seperti Atta Halilintar (atau yang sejenis) yang seakan hanya membuat ‘ribuan’ konten tidak berkualitas demi mengejar popularitas semata. Alih-alih memberi contoh positif dan menginspirasi generasi milenial yang lain, yang terjadi ia seakan menjadi panutan ‘negatif’ anak muda generasi terbaru dengan ikutan membuat konten tidak bermutu semacam prank yang bisa jadi mencelakai diri sendiri atau orang lain.

Tentu para artis medsos lain belum terlambat dan bisa mengikuti jejak Awkarin: ‘hijrah’ dari artis medsos yang dianggap kontroversial menjadi pribadi yang menginspirasi dengan memberi perhatian pada aktivisme sosial.  Yang bisa mereka lakukan adalah membuat konten kreatif dan positif lebih lagi jika bisa mengajak pengikutnya untuk terlibat langsung dalam perubahan sosial dengan ikut berkontribusi memecahkan masalah yang ada di sekitar mereka.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top