Di Klinik Kopi, Jogja, saya tertegun mendengar kata-kata si Pepeng. “Di sini tidak ada gula dan susu. Adanya cuma kopi”. Saya terkesan pada keberaniannya memegang ideologi puritanisme dalam menyajikan kopi. “Boleh juga,” kataku dalam hati.
Saat ini banyak orang yang mengaku suka kopi, namun yang mereka sukai sebenarnya adalah distraksi dari kopi itu sendiri. Distraksi ringan terhadap kopi adalah gula yang sering ditambahkan berlebihan. Distraksi berat adalah susu, yang meracuni kopi dengan nama-nama canggih; Cappuccino, Caffè Latte, apapun. Creamer, oleh kaum puritan kopi, juga “dosanya” sejenis dengan susu. Semua itu adalah bidah. Tiap bidah sesat. Tiap kesesatan masuk neraka.
Kopi harus hitam, dan getir. Jika Anda tak suka pada rasa getir yang kuat, gula bisa sedikit menyeimbangkannya. Kopi yang benar adalah kopi yang pahit, bukan manis.
Bagi peminum kopi puritan. Kopi semacam ini soal akidah. Tentu saja, penggunaan istilah akidah, seperti istilah bidah di atas, adalah keseriusan saya dalam berhumor. Jangan dimasukkan hukum fikih, apalagi tauhid.
Demi akidah ini, saya sebisa mungkin membuat sendiri kopi yang akan saya minum. Kalau kepepet harus ke jejaring kapitalisme kopi seperti St**b**ks, saya hanya pesan freshly brewed kopi hitam, bukan minuman-minum bid’ah itu.
Kalau di kantor atau di rumah, bahkan di hotel saat dalam perjalanan, saya buat sendiri kopi dengan bubuk kopi terbaik: Java estate dari Ijen. Airnya saya panaskan sendiri untuk memperoleh suhu yang pas, dan saya seduh sendiri.
Jika sedang di rumah seperti saat akhir pekan, alu dan lumpang asli Muntilan inilah (lihat foto) yang membantu saya memaksimalkan kenikmatan murni dari secangkir kopi.
Tiap ingin menikmati kopi, saya ambil 15 gram biji Java estate, lalu saya haluskan dengan teknik tumbuk-giling. Jika sudah semi halus, saya seduh kopi dengan metode pour over V60. Jika tingkat kekasarannya tepat, juga suhu airnya pas, proses blooming bubuk kopi itu akan sangat indah.
Memang butuh waktu agak lama sejak menumbuk biji kopi, merebus air, menunggu suhu turun, membasahi filter, menuangkan bubuk kopi ke filter, blooming, hingga menyeduh.
Tapi percayalah, itu semua adalah foreplay yang tak sia-sia…
ngopi tanpa bidah adalah kesempurnaan hidup
Ngopi bukan sekedar memenuhi hasrat untuk menikmati rasa pahit dan getir serta aroma kopi, tapi ngopi adalah seni budaya dan akidah saya… tentu akidah yang tidak campur bidah…