Sedang Membaca
Sabilus Salikin (133): Silsilah dan Perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah
Redaksi
Penulis Kolom

Redaksi Alif.ID - Berkeislaman dalam Kebudayaan

Sabilus Salikin (133): Silsilah dan Perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah

Bahaudin Naqsyabandi

Silsilah Tarekat Naqsyabandiyah secara lengkap sebagai berikut: (H.A. Fuad Said, Hakikat Tarikat Naqsyabandiyah, Pustaka Al Husna Baru, Jakarta 2005, halaman: 39).

  1. Rasulullah SAW.
  2. Abu Bakar al-Shiddiq RA
  3. Salmân al-Farisi
  4. Qâsim bin Muhammad
  5. Imam Ja’far al-Shâdiq
  6. Abu Yazid al-Busthami
  7. Abû Hasan Ali bin Ja’far al-Kharqani
  8. Abû Ali al-Fadhal bin Muhammad al-Thusi al-Farmadi
  9. Abu Ya’kub Yusuf al-Hamdanibin Ayyub bin Yusuf bin Husin
  10. Abdul Khaliq al-Fajduwani bin Imam Abdul Jamil
  11. Arif al-Riyukuri
  12. Mahmud al-Anjiru al-Faghnawi
  13. Ali al-Ramituniatau Syekh Azizan
  14. Muhammad Baba As-Samasi
  15. Amir Kulal bin Sayid Hamzah
  16. Baha’uddin Naqsyabandi

Menurut sebagian `ulamâ’, perbedaan antara tarekat Naqsyabandiyah dengan tarekat yang lain: Qadiriyah misalnya, adalah dari sanad yang menerima setelah Rasulullah SAW. Tarekat Naqsyabandiyah berasal dari ajaran yang disampaikan Nabi kepada Abû Bakar, sedangkan Qâdiriyah berasal dari ajaran Nabi kepada Ali bin Abî Thalib, hingga sampai pada Abdul Qâdir al-Jailani, (Martin van Bruinessen, tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia, Bandung: Mizan, 1992, halaman: 49).

Perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah

Kata Naqsyabandiyah atau Naqsyabandi atau Naqshabandi نقشبندی berasal dari Bahasa Persia, diambil dari nama pendirinya yaitu Baha-ud-Din Naqshbandi Bukhari, sebagian orang menerjemahkan kata tersebut sebagai “pembuat gambar”, “pembuat hiasan”, sebagian lagi menerjemahkannya sebagai “Jalan Rantai”, “Rantai Emas”, (Http://www.wikipedia.org/terekatnaqsabandiyah).

Pertama kali diperkenalkan oleh Muhammad bin Muhammad Baha’ al-Din al-Uwaisi al-Bukhari Naqsyabandi, yang juga sekaligus sebagai pendiri tarekat Naqsabandiyah. Beliau dilahirkan pada tahun 1318 di desa Qasr-i-Hinduvan (yang kemudian bernama Qasr-i Arifan) di dekat Bukhara, yang juga merupakan tempat dimana ia wafat pada tahun 1389.

Baca juga:  Syabakah dari Bashrah

Sebagian besar masa hidupnya dihabiskan di Bukhara, Uzbekistan serta daerah di dekatnya, Transoxiana. Ini dilakukan untuk menjaga prinsip:  “Melakukan perjalanan di dalam negeri”, yang merupakan salah satu bentuk “laku” seperti yang ditulis oleh Omar Ali-Shah dalam bukunya “Ajaran atau rahasia dari tarekat Naqsyabandiyah”. Perjalanan jauh yang dilakukannya hanya pada waktu ia menjalankan ibadah haji dua kali.

Dari awal, ia memiliki kaitan erat dengan Khwajagan, yaitu para guru dalam mata Rantai tarekat Naqsyabandiyah. Sejak masih bayi, ia diadopsi sebagai anak spiritual oleh salah seorang dari mereka, yaitu Baba Muhammad Sammasi.

Sammasi merupakan pemandu pertamanya dalam mempelajari ilmu tasawuf, tepatnya ketika ia menginjak usia 18 tahun, dan yang lebih penting lagi adalah hubungannya dengan penerus (khalifah) Sammasi, yaitu Amir Sayyid Kulal al-Bukhari (w. 772/1371). Dari Kulal inilah ia pertama kali belajar tarekat yang didirikannya.

Gambaran Umum Perkembangan Tarekat Naqsabandiyah

Dalam perkembangannya Tarekat Naqsabandiyah sudah menyentuh lapisan masyarakat muslim di berbagai wilayah. Dengan dampak dan pengaruhnya tarekat ini pertama kali berdiri di Asia Tengah kemudian meluas ke Turki, Suriah, Afganistan, dan India.

Di Asia Tengah bukan hanya di kota-kota penting, melainkan di kampung-kampung kecil pun tarekat ini mempunyai Zawiyah (padepokan shufi)  dan rumah peristirahatan Naqsyabandi sebagai tempat berlangsungnya aktivitas keagamaan yang semaRAk, [Dr. Hj. Sri Mulyati Di samping itu tharâqah ini juga berkembang di Bosnia-Herzegovina, dan wilayah Volga Ural.

Pengaruh mereka mungkin paling kuat di Turki dan wilayah Kurdistan, dan yang paling lemah adalah di Pakistan. Pada masa pemerintahan Soviet, pengaruh Naqsyabandiyah sangat terasa pada gerakan “Islâm bawah tahan” di Kaukasus Asia Tengah. Namun, pada akhirnya pemerintahan Soviet tidak diikuti perkembangan Naqsyabandiyah di permukaan.

Baca juga:  Mengenal Al-Muhasiby, Sufi Produktif di Abad Ke-3

Wiwi Siti Sajaroh, dalam ”Tarekat-tarekat Mu`tabaRah di Indonesia” memberikan  ciri-ciri yang menonjol dalam tarekat ini [ Ibid., h. 91-92] yaitu :

  1. Mengikuti syari’at secara ketat, keseriusan dalam beribadah, menolak musik dan tari dalam ibadah, dan lebih menyukai berzikir dalam hati.
  2. Upaya yang serius dalam memengaruhi kehidupan dan pemikiran golongan penguasa serta mendekatkan negara pada agama. Berbeda dengan tarekat lainnuya, tarekat naqsabandiyah tidak menganut kebijaksanan isolasi diri dalam menghadapi pemerintahan yang sedang berkuasa saat itu. Sebaliknya berusaha untuk mengubah pandangan mereka melalui gerakan politiknya.
  3. membebankan tanggung jawab yang sama kepada para penguasa sebagai usaha untuk memperbaik masyarakat.

Penyebaran Tarekat Naqsabandiyah dan Tokohnya

Bahaudin Naqsabandi sebagai pendiri tarekat ini, dalam menjalankan aktivitas dan penyebaran tarekatnya mempunyai khalifah utama, yaitu Ya’qub al-Karkhi, Ala’ al-Din Aththar dan Muhammad Parsa. Yang paling menonjol dalam perkembangan selanjutnya adalah ’Ubaidillah Ahrar. Ubaidillah terkenal dengan Syaikh yang memilki banyak lahan, kekayaan, dan harta.

Ia mempunyai watak yang sederhana dan ramah, tidak suka kesombongan dan keangkuhan. Ia menganggap kesombongan dan keangkuhan merendahkan tingkat moral seseorang dan melemahkan tali pengikat spritual, [K.A Nizami.

Ia juga berjasa dalam meletakkan ciri khas tarekat ini yang terkenal dalam menjalin hubungan akrab dengan para penguasa saat itu sehingga ia mendapat dukungan yang luas jangkauannya. Pada tatanan selanjutnya tarekat ini mulai menyebarkan gerakannya diluar Islâm.

Baca juga:  Ngaji Hikam: Persahabatan Spiritual

Tokoh lain yang berperan terbesar dalam penyebaran tarekat ini secara geografis adalah Said al-Din Kashghari. Ia juag telah membai’at penyair dan ulama besar ’Abd al-Rahman Jami’ ia yang kemudian mempopulerkan tarekat ini dikalangan istana. Kontribusi utama Jami’ adalah paparannya tentang pemikiran Ibnu ’Arabi dan mengomentari karya-karya Ibnu Arabi, Rumi, Parsa dan sebagainya, sehingga tersusun dalam gubahan syair yang mudah dipahami dari gagasan mereka tersebut.

Di India, Tarekat ini mulai tersebar pada tahun 1526. Baqi Billah, dilahirkan di Kabul merupakan syaikh yang menyebarkan ajaran tarekat ini di India. Ia mengembangkan ajaran Tarekat ini kepada orang awam dan kaum bangsawan Mughal. Dakwahnya di India berlangsung selama 5 tahun. Hampir semua garis silsilah pengikut Naqsabandiyah di India mengambil garis spritual mereka melalui Baqi Biillah dan Khalifahnya Ahmad Sirhindi, [Dr. Hj. Sri Mulyati.

Perluasannya mendapat dorongan baru dengan munculnya cabang Mujaddidiyah, dinamai menurut nama Syekh Ahmad Sirhindi Mujaddidi Alf-i Tsani (“Pembaru Milenium kedua”). Pada akhir abad ke-18, nama ini hampir sinonim dengan tarekat tersebut di seluruh Asia Selatan, wilayah Utsmaniyah, dan sebagian besar Asia Tengah [Http://www.wikipedia.org/terekatnaqsabandiyah].

Orientasi baru yang di bawa Sirhindi ini terlihat pada pemahamannya yang menolak paham Wahdatul Wujud yang dibawa Ibnu ’Arabi. Sirhindi sangat menuntut murid-muridnya agar berpegang secara cermat pada al-Qu’ran dan tradisi-tradisi Nabi. (SI)

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
2
Ingin Tahu
9
Senang
5
Terhibur
3
Terinspirasi
6
Terkejut
3
Lihat Komentar (1)
  • Mohon maaf min.. penulisan pada salah satu nama Ahli silsilah ke 10 kurang tepat. ( Syekh Abdul Kholiq Fajduani bin imam abful jamil. Harusnya, Syekh Abdul Kholiq Ghajdawani bin Imam Abdul Jalil) 🙏🙏🙏

Komentari

Scroll To Top