Sesungguhnya ini bukan khas Madura, tapi bisa dialami siapa saja yang tidak terbiasa memakai bahasa Indonesia, lebih-lebih kosa kata yang relatif baru diserap atau masih asli, penulisan dan pengucapannya masih asli, misal dari bahasa Inggris. Namun entah kenapa, orang Madura banyak jadi sasaran.
Kiai Hasyim Muzadi almarhum misalnya, pernah bilang begini,”Jangan kayak kiai dari Madura ngomong deadlock jadi deklok-deklok. Bahtsul masailnya deklok-deklok, maksudnya deadlock.”
Selain kesusahan mengucapkan karena bahasa Inggris, kesalahan ucap juga terjadi karena kemiripan-kemiripan bunyi. Semisal Gus Dur pernah ditanya seorang kiai, “Gus, kantor PBNU ada enternitnya tidak???”
Gus Dur yang tahu maksud pertanyaan itu cuma ketawa-ketawa saja. Maksudnya ada internetnya tidak. Masa PBNU gak ada enternitnya.
Di bawah ini beberapa kesalahan ucap yang kadang-kadang masih terdengar dalam rapat-rapat NU di banyak tempat:
1. “Kita tidak setuju aklamasi. Itu merusak lingkungan.” Maksudnya “reklamasi”.
2. “Tidak bisa. Pokoknya Pancasila harus ditangguhkan.” Maksudnya “diteguhkan”.
3. “Saya ndak mau kalau puding.” Oooohh maksudnya voting. Kalau puding kan saudaranya ager-ager.
4. Kita harus bertemu dan berkomunikasi dengan “insentif”. Maksudnya “intensif”.
5. “Rapat harus efektif, biar cepat selesai. Bapak-bapak jangan instruksi terus.” Maksudanya jangan interupsi.