Gus Dur mengenalkan KH Muslim Rifa’i Imampuro atau yang lebih dikenal dengan Mbah Liem, sebagai “Wali Allah”, kekasih Allah. Di obrolan terbatas, di pengajian umum, Gus Dur bilang bahwa Mbah Liem itu Waliyullah. Kepada wartawan, Gus Dur juga bilang demikian. Ta syak lagi, khalayak ramai percaya Mbah Liem Wali. Tapi apa alasan Gus Dur?
M. Said Budairy pernah bercerita pada saya. Suatu kesempatan, dirinya bertanya tentang kewalian Mbah Liem, langsung kepada Mbah Liem, waktu itu Gus Dur juga ada di tengah-tengah keduanya. Mereka ngobrol santai-santai selepas Magrib, di kantor PBNU.
“Mbah, di mana-mana Gus Dur bilang Sampean Wali. Bagaimana ceritanya?” tanya Budairy, mungkin iseng, mungkin juga serius.
“Hahaha… Sampean di-apusi (dibohingi) Gus Dur,” jawab Mbah Liem sambil terkekeh-kekeh.
“Loh, saya tanya serius Mbah. Saya juga ingin jadi wali,” desak Budairy. Tawa di antara mereka makin keras, Gus Dur yang tadinya serius baca majalah pun ikut tertawa.
“Begini, Mas Said,” Mbah Liem mulai bercerita. “Gus Dur pancen jago mempromosikan sahabat-sahabatnya, termasuk mempromosikan saya yang pendek, kurus, ndeso, bahasa Indonesia saja ora cetho (tidak lancar).”
“Maksudanya bagaimana, Mbah?” Budairy tidak paham.
“Maksudnya biar saya terkenal, terangkat derajatku, dilirik orang,” ujar Mbah Liem enteng.
“Kok Gus Dur ndak promosiin saya sebagai wali ya?” tanya Budairy sambil tertawa dan melirik Gus Dur.
“Lho, Sampean kan sudah jadi orang. Tinggal di tengah kota, jurnalis senior, aktivis PBNU, koncone okeh (banyak temannya),” tambah Mbah Liem kalem. Budairy mantuk-mantuk. Gus Dur masih baca majalah.