Sedang Membaca
Toleransi Sultan Mehmed II dan Pengakuan Sejarawan Yahudi
Manda Firmansyah
Penulis Kolom

Mahasiswa ilmu sejarah Universitas Airlangga angkatan 2014, aktif di berbagai komunitas sejarah dan sastra.

Toleransi Sultan Mehmed II dan Pengakuan Sejarawan Yahudi

Mehmed II, Selım I, and Sµleyman I as benefactors of the Jews and inserts several anecdotes demonstrating their benevolence towards the Jewish people and the help they offered to the Jews against their persecutors. (Elia Capsali) 1453 M 

Sistem millet sebagai ciri khas kesultanan Utsmaniyah mengalami perubahan seiring sejalan dengan arus reformasi yang kian bergema. Sistem millet ini memungkinkan masing-masing komunitas agama berhak menyelenggarakan rapat internal, menaati hukum agamanya dan memperoleh status legalitas yang mandiri.

Dalam catatan Kepala Rabbi Musa Capsali, hahambashi, sesaat setelah jatuhnya kota Konstantinopel ke tangan bangsa Turki pada  1453 M, kepala Rabbi diberi otoritas dalam mengelola segala aktivitas keagamaan komunitas Yahudi. Bahkan, kesultanan Utsmaniyah menyediakan kawasan khusus pemukiman orang-orang Yahudi yang disebut Kehillot, dan biasanya dinamai berdasarkan tempat asal migrasi (Rozen, Minna, 2010).

Beberapa kehillot menggunakan nama Ibrani. Kehillot semacam ini bukan menunjukkan asal tempat migrasi, melainkan dari adat asli yang memakai bahasa Yunani.

Sering terjadi perpecahan dalam tubuh Kehillot, terbukti pada terbentuknya masyarakat Catalan tua dan Catalan baru di Salonika maupun Edirne. Alasan perpecahan sangat beragam, namun sering terjadi karena perbedaan waktu kedatangan antara mereka yang datang lebih awal dan mereka yang datang kemudian (Peters, Edward, 1995).

Baca juga:  Kisah Tokoh Mu'tazilah Mencari 'Kitab Suci' yang Hilang ke Padang Arafah, Namun Hasilnya Zonk

Elia Capsali, keponakan Musa Capsali yang lahir di Candia pada 1485 M, menulis sebuah kronik yang menggambarkan keadaan orang-orang Yahudi dibawah rezim Mehmed II. Menurutnya, Mehmed II menjalankan tugasnya sebagai Sultan dengan penuh bersemangat. Ia benar-benar bersyukur atas rahmat dan hidayah Tuhan atas ibu kota barunya, Istanbul.

Dikisahkan, Mehmed II berkhotbah dengan suara lantang di hadapan rakyatnya yang berkumpul berdesak-desakan. Dalam catatan Elia Capsali tertulis:

“Ini adalah kata-kata Mehmed, Raja Turki, Tuhan penguasa Surga yang memberikan saya kerajaan di negeri ini dan memerintahkan saya untuk menjadi pemimpin rakyat keturunan Abraham (Nabi Ibrahim As), hamba-Nya, anak anak Jacob (Nabi Yakub As) yang dipilihnya, dan memberi mereka rezeki di negeri ini dan untuk memberikan keamanan bagi mereka. Biarkan mereka dengan Tuhan-Nya datang ke Konstantinopel, kursi kerajaan saya dan duduk dibawah pohon anggur dan dibawah pohon aranya dengan emas dan perak, properti dan ternak menetap di negeri ini, berdagang dan menjadi bagian dari itu”. (C.Kafadar, H Karateke dan C.Fleischer, Historians of the Ottoman Empire; “Elia Capsali”)

Dilukiskan secara hiperbola, khotbah Mehmed II memikat warga dari seluruh kota untuk berkumpul. Baik dekat maupun jauh, ribuan, bahkan sepuluh ribu orang berduyun-duyun datang dari rumah mereka masing-masing, dan Tuhan membantu mereka dari langit, sementara raja memberikan sifat yang baik dan rumah-rumah pun penuh barang-barang.

Mehmed II membagi-bagikan harta rampasan perang kepada rakyat Konstantinopel. Elia Capsali memujinya, Raja Turki yang hebat, sifat baik hatinya mengalahkan rasa sakit hatinya karena dicaci maki oleh rakyat Konstantinopel atas usahanya menguasai Kekaisaran Byzantium yang sekarat.

Kekaisaran Byzantium (Romawi Timur) memberlakukan aturan ketat dan diskriminatif, sehingga orang-orang Yahudi tidak diperkenankan menyimpan properti yang besar. Akibatnya, jemaat Sinagog Konstantinopel terus-menerus menyusut, bahkan tersisa hanya dua atau tiga saja, hingga kembali membludak (mencapai sekitar empat puluh jemaat yang berada dalam bimbingan Rabbi Musa Capsali) semenjak Mehmed II memperbolehkan orang-orang Yahudi membangun rumah dan menyimpan properti sebesar apapun. Peningkatan jemaat berjalan seiring dengan diizinkannya imigran-imigran Yahudi yang menempati ibu kota.

“Jemaat Konstantinopel yang terpuji. Taurat, kekayaan dan kehormatan meningkat di antara para jemaat. Jemaat bersama-sama memuji Tuhan, air mancur Israel, serta pelaku keajaiban besar. Mereka menyanyikan lagu Surga dan diberkati Tuhan, semua hamba Tuhan yang berdiri di rumah Tuhan di musim malam”.

Elia Capsali menyejajarkan Sultan Mehmed II dan Sultan Selim I dengan Alexander Agung. Raja Macedonia yang paling perkasa. Penguasa besar di dunia kuno yang meruntuhkan kekaisaran Persia dengan rentetan kemenangan. Alexander Agung, nama seorang laki laki yang melegenda. Begitu pun Mehmed II, namanya akan terpatri dalam sejarah sebagai penakluk hebat yang murah hati.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
1
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top