Sedang Membaca
Kisah-Kisah Wali (2): Humor Kiai As’ad dan Syahadat Seorang non Muslim

Nahdliyin, menamatkan pendidikan fikih-usul fikih di Ma'had Aly Situbondo. Sekarang mengajar di Ma'had Aly Nurul Jadid, Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton, Probolinggo. Menulis Sekadarnya, semampunya.

Kisah-Kisah Wali (2): Humor Kiai As’ad dan Syahadat Seorang non Muslim

​Kiai As'ad Ingin Terkenal 2

Ini kisah yang penulis dengar sendiri dari seorang non-muslim di daerah Bondowoso Jawa Timur. Sekitar pertengahan bulan Januari lalu, penulis cetak foto untuk kepentingan arsip pribadi. Nah, setelah mencari di daerah kota, saya langsung menuju sebuah tempat percetakan foto yang dimaksud. Ketika kali pertama masuk ke ruangan toko itu, penulis merasakan aura yang tak biasa.

Bagaimana tidak? Sikap pemilik tokonya begitu dingin, berjenggot dan berkumis tebal, kedua tangannya dipenuhi tato yang berwarna hitam ada campuran biru. Ditambah dengan kalung salib yang ia pakai di lehernya benar-benar membuat suasana semakin tak bisa.

Namun demikian, suasana berubah tatkala ia mulai menyapa dan berbicara. Tato yang menempel di sekujur tubuhnya tak menghalangi ia bersikap ramah dan yang makin membuat penulis kaget adalah foto yang dipajang, persis di samping ia duduk di meja kerja. Foto itu adalah foto Kiai Husnan ibn Muhsin, salah seorang kiai kharismatik di Bondowoso.

Kiai Husnan adalah salah seorang kiai yang namanya cukup popular di daerah Tapal Kuda. Saking popularnya, ia dikenal hampir seluruh masyarakat. Suatu waktu penulis pernah melaksanakan program KKN di sebuah desa paling pelosok daerah Arjasa Situbondo. Saking pelosoknya desa ini, warga mungkin jarang yang tahu bahwa Presiden Indonesia adalah Jokowi. Tetapi ketika disebut nama Kiai Husnan, sepontan masyarakat akan merespons pertanda mereka tak asing dengan nama itu.

Baca juga:  Sufi Besar dari Jawadwipa

Konon kabarnya, Kiai Husnan memiliki banyak karomah, salah satunya adalah yang sangat terkenal ia bisa mukasyafah, mengetahui isi hati setiap tamu yang sowan ke kediamannya. Dan doa yang ia panjatkan begitu mustajabah. Inilah yang membuat kediaman beliau ramai dengan tamu. Kiai Husnan ini adalah santri dari Kiai Hasan Genggong, yang kesohor itu.

Kembali ke cerita laki-laki non-muslim dan foto kiai yang ada di samping meja kerjanya. Penulis tanya dia dengan agak menggoda dengan memanggilnya “om”:

“Om, itu siapa di foto?”.  

“Owh, itu Kiai Husnan, kiai yang amat disegani di daerah Tapal Kuda”.

Ujarnya pada saya dengan mantap.

“Sebenarnya saya banyak mengoleksi foto-foto kiai, di antaranya ini”.

Belum sempat saya bertanya, ia melanjutkan cerita ihwal kesukaannya mengoleksi foto kiai. Dan ia menunjukkan foto seorang kiai lagi. Yang membuat saya kaget adalah foto yang ia tunjukkan adalah foto Kiai As’ad Syamsul Arifin, pengasuh Pesantren Sukorejo Asembagus, tempat saya belajar.

“Kalau ini Kiai As’ad, beliau ini sosok besar, tokoh nasional. Pesantrennya besar di Situbondo. Ia juga punya karamah, ia bisa mecah raga, dalam satu waktu bisa di mana-mana”.

Ujarnya pada saya membuat makin kaget. Kaget sebab ia non-muslim tetapi fasih sekali mendeskrsipsikan kisah Kiai As’ad, mulai dari keluarga, anak dan bahkan karamah-karamahnya. Memang riwayat Kiai As’ad bisa mecah raga itu sudah mutawatir di kalangan masyarakat dan para santri. Namun demkian, anda boleh percaya atau tidak.

Baca juga:  Sabilus Salikin (39): Pendapat yang Menolak Adanya Karamah

“Emang om percaya karamah-karamah begitu, kan gak masuk akal?”

Tanya saya kembali menggoda.

“Wah, kalau itu, di luar akal manusia, itu khilaf, tapi benar-benar terjadi”,.

Laki-laki non-muslim itu mengemukakan alasannya. Saya sebenarnya mau tertawa, tetapi saya tahan sekuat tenaga, bagaimana mungkin beda agama tetapi percaya dengan hal-hal yang metafisik dalam agama Islam.

“Saya tahu Kiai As’ad dari ayah dan kakek saya dulu. Ayah cerita kekaguman dirinya kepada Kiai As’ad”.

Tanpa jeda, ia terus semangat menceritakan Kiai As’ad pada saya yang sedari tadi menyimak dengan serius, sesekali bertanya untuk mengonfirmasi kebenaran cerita.

“Yang membuat keluarga saya kagum pada beliau adalah ketika bibi hendak melahirkan. Menurut dokter, bibi harus oprasi dan biaya yang dikeluarkan agak besar. Itulah yang membuat keluarga berfikir dua kali. Entah kenapa, salah seorang kerabat usul agar menemui Kiai As’ad untuk minta doa, agar persalinan dimudahkan”.

Saya sedari tadi menyimak dengan khusuk, terus saya tanya penasaran dengan sikap Kiai As’ad.

“Terus, terus gimana sikap Kiai As’ad om?”.

“Ketika kerabat tadi menemui Kiai As’ad, beliau memberikan secarik kertas berisi tulisan arab. Pesan Kiai As’ad, disuruh baca, nanti persalinnya akan lancar”.

Ujar om pemilik percetakan foto itu menceritakan. Ia kemudian melanjutkan:

Baca juga:  Soekarno, Peci Hitam, dan Sunan Giri

“Dan ternyata, bibi saya lancar melahirkan.”

Ia mengakhiri ceritanya. usut punya usut, ternyata tulisan arab  dalam secarik kertas yang diberikan Kiai As’ad adalah redaksi Syahadat. Tahu demikian, saya tanya mengonfirmasi:

“Berarti saudara om masuk Islam dong?”.

“Ia masuk Islam, itu gara-gara dibantu Kiai As’ad”.

Mendengar jawaban ini, saya akhirnya tak bisa menahan tawa yang saya tahan dari tadi. Hahaha. Dalam hati saya berguman, “Pancen hebat dan wali tenan Kiai As’ad ikii!”

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
3
Ingin Tahu
1
Senang
1
Terhibur
1
Terinspirasi
0
Terkejut
1
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top