Sedang Membaca
Karna (3): Siapakah Pemanah Terbaik?

Lahir di Subang, 22 Juli 1981. Lulusan pesantren Lirboyo dan ma'had aly Sukorejo, Situbondo. Ayah dua orang anak ini sekarang sedang menempuh pendidikan s3 di SPS UIN Jakarta.

Karna (3): Siapakah Pemanah Terbaik?

Whatsapp Image 2020 11 24 At 22.12.52 (2)

“Siapakah pemanah terbaik dalam jagat pewayangan Mahabharata? Arjuna? Karna? Atau Barangkali Ekalavya?”

Karna adalah anak Kunthi yang terlahir dari telinga. Karna dan Arjuna berasal dari rahim ibu yang sama. Mengapa Karna harus dilahirkan dari telinga? Cerita bermula dari pertemuan Kunthi dengan Resi Durwasa yang melihat bahwa kelak nasibnya akan begitu buruk. Untuk mengatasi nasib buruk Kunthi di kemudian hari, Resi memberinya mantra yang dengan mantra tersebut ia akan bisa memanggil Dewa dari khayangan.

Catatan dari Sang Resi: “Rapalkan mantra tersebut hanya pada saat benar-benar kondisi sedang terdesak”. Kunthi kecil yang ceroboh merapalkan mantra meski keadaan belum terdesak. Mendadak hadirlah Bhatara Surya. Rupanya fungsi mantra itu bukan hanya untuk memanggil Dewa, namun sekaligus dewa tersebut akan memberikan putra kepada sang pemanggil. Kunthi berkelit bahwa ia hanya bermain-main. Dewa tak bisa bermain-main. Bhatara Surya yang kasihan kemudian merekayasakan Sang bayi lahir dari telinga demi menjaga keperawanan Kunthi. Maka dinamailah bayi tersebut Karna yang berarti telinga. Sebagai kenang-kenangan, bayi tersebut diberi baju zirah yang melekat erat dengan dirinya bahkan seiring ia tumbuh. Baju itu akan menghindarinya dari segala macam bahaya senjata apapun.

Kunthi yang ketakutan kemudian menaruh bayi Karna ke dalam keranjang dan menghanyutkannya kedalam air. Di sisi bayi ia taburkan bunga kamboja. Bayi Karna kemudian ditemukan oleh Kusir kereta milik Bhisma.

Kunthi lantas menikah dengan Pandu, Sang Raja Astinapura. Sayangnya, Pandu menjalani hidup dalam kutukan. Seumur hidup ia tak akan bisa bercinta karena ia pernah memanah sepasang Rusa yang sedang bercinta. Celaka, Rusa tersebut ternyata adalah jelmaan Resi Kindama yang kemudian mengutuknya. Ingat bahwa ia memiliki mantra pemanggil Dewa, Kunthi pun memanggil Dewa agar Pandu memiliki keturunan. Dipanggilnya Bhatara Yama, maka lahirlah Puntadewa. Dipanggilnya Bhatara Bayu, maka lahirlah Bimasena. Dipanggilnya Bhatara Indra, maka lahirlah Arjuna yang ketampanannya membuat geger bahkan sampai ke khayangan. Kepada Madrim, madunya, ia pun memberikan mantra tersebut yang kemudian melahirkan kembar Nakula-Sadewa, anugerah dari Bhatara Aswin.

Baca juga:  Menemukan Tiga Kitab Arba’in Ulama Nusantara

Arjuna yang tampan berguru kepada Guru Drona. Pilihan senjatanya ialah panah. Arjuna yang paling rajin diantara murid yang lain pernah ditanya oleh Drona yang begitu mencintainya. Ia meminta agar dijadikan sebagai pemanah terbaik di dunia. Drona menyanggupi hal tersebut. Hingga suatu ketika, di padepokan milik Drona, diadakanlah sayembara lomba memanah yang diikuti semua murid. Tentu Arjuna yang paling unggul. Tepat pada saat ia hampir memenangi pertandingan, tiba-tiba melesatlah anak panah dari seseorang yang tak dikenal.

Drona mencari asal anak panah tersebut. Ia menemui Ekalavya, seorang pengagum Drona yang berasal dari wangsa bukan Ksatria. Ekalavya yang bukan ksatria tentu saja tidak bisa berguru secara langsung kepada Drona, karena hanya Ksatria yang boleh berguru padanya. Selama ini ia membuat patung wujud Drona yang senantiasa ia sembah sebelum berlatih secara otodidak. Lama kelamaan jadilah ia sebagai pemanah yang mumpuni. Drona yang terlanjur berjanji akan menjadikan Arjuna sebagai pemanah terbaik di dunia melihat sebuah ancaman dalam diri Ekalavya. Ia pun mengatakan akan menerima Ekalavya sebagai murid dengan syarat Ekalavya rela memberikan jarinya kepada Drona sebagai tanda pengabdian. Tentu hal ini hanyalah muslihat belaka. Ekalavya yang polos dan lugu memotong Jemarinya untuk diberikan kepada Drona. Sesuatu yang Drona sesali hingga akhir hayatnya.

Selesai masa pelatihan, di lapangan Istana, Drona memanggil semua muridnya untuk beradu kesaktian. Tibalah saat Arjuna maju dan mempertontonkan kemampuan memanahnya diiringi dengan kalimat dari Drona bahwa Arjuna adalah manusia pemanah terbaik di dunia. Tepat sesudah kalimat tersebut diucapkan, meluncurlah sebuah anak panah menangkis anak panah yang sudah dilesakkan Arjuna. Semua mata mencari dari siapakah anak panah itu berasal.

Tiba-tiba hadirlah sesosok lelaki gagah. Kehadirannya diiringi dengan wangi bunga kamboja. Wangi yang membuat Kunthi teringat peristiwa ketika ia menghanyutkan bayi di tengah sungai. Bhisma mengenali lelaki itu sebagai anak kusirnya. Anak kusir bukanlah Ksatria. Ia memperkenalkan dirinya sebagai Karna dan menantang Arjuna. Mahaguru Kripa mengingatkan aturan bahwa ksatria hanya boleh bertanding melawan ksatria. Karna berkelit bahwa kalimat yang diucapkan Drona adalah Arjuna manusia pemanah terbaik di dunia. Ia pun manusia, maka ia pun berhak menantang Arjuna. Kripa bersikukuh dengan aturan tanding. Duryudana yang gemas dan berharap Arjuna kalah kemudian mengangkat Karna sebagai saudaranya, bahkan diberikannya sebuah kerajaan yaitu kerajaan Angga.

Baca juga:  Anak-anak Kita di Bulan Puasa

Mengapa harus Duryudana yang memberinya anugerah untuk mengangkat derajatnya? Mengapa bukan Kunthi? Padahal saat itu Kunthi hadir, sudah menyadari bahwa itu adalah anaknya, dan dia sebetulnya punya kekuatan untuk memberikan Karna sebuah anugerah. Bukankah dia adalah Ratu?

Status Karna sebagai anak kusir pun menghalangi Karna untuk ikut sayembara memperebutkan Draupadi. Draupada ayah Draupadi membuat sayembara siapapun yang bisa memanah mata ikan yang diletakkan di angkasa dengan melihat bayangan ikan tersebut di kolam, maka ia akan menjadi suami Draupadi. Karna sudah memiliki seorang istri, yakni Surtikanti. Ia tak hendak menambah lagi. Namun Duryudhana memaksa agar Karna ikut sayembara tersebut.

Semua peserta, jangankan memanah mata ikan, mengangkat busurnya pun mereka tak mampu. Karna mampu mengangkat busur tersebut. Tepat pada saat ia akan memanah, Draupadi berkata bahwa ia tak sudi menjadi istri dari seorang anak kusir. Karna bahkan tak pernah diberikan kesempatan untuk menunjukkan kemampuannya. Berikutnya kita tahu siapa pemenang sayembara tersebut. Arjuna. Namun Draupadi harus menerima kenyataan bahwa ia bukan hanya diperistri oleh seorang Arjuna saja, namun oleh lima orang Pandawa.

Maka resmilah Karna berada di pihak Kurawa dan Arjuna tetap bersama saudaranya di pihak Pandawa. Kelak di perang Bharatayudha, mereka akan bertemu dan saling bunuh.

Menjelang perang Bharatayudha, Kunthi mendatangi Karna mengatakan rahasia bahwa sebenarnya Karna adalah anaknya. Kebenaran yang terkesan telat untuk disampaikan. Tak lupa Kunthi pun meminta agar Karna berperang bersama Pandawa karena sesungguhnya ia adalah saudara tertua Pandawa. Karna yang telah memiliki jiwa ksatria berkelit. Ia enggan berpihak kepada Pandawa mengingat ia hidup dari tanah air Kurawa. Derajatnya ditinggikan oleh anugerah dari Duryudhana. Sebagai bakti seorang anak kepada ibunya, Karna berjanji bahwa sebelum perang, Pandawa berjumlah lima orang, dan sesudah perang pun Pandawa tetap lima orang. Entah dia atau Arjuna yang mati.

Baca juga:  Islam Nusantara; Sebuah Arkeologi Peradaban

Sebelum hari H Karna melawan Arjuna, hadirlah Indra, Dewa yang melahirkan Arjuna, menyamar sebagai Resi yang meminta derma kepada Karna. Karna yang pernah berjanji akan selalu memberi derma kepada setiap Resi yang meminta kepadanya, menyanggupi untuk memberi apa keinginan Resi yang ternyata meminta baju zirah milik Karna peninggalan dari Bhatara Surya. Karna memberikan baju zirahnya meskipun ia tahu siapa Resi itu sesungguhnya. Rasa takut menghianati janji lebih menggusarkan hatinya ketimbang kalah di medan laga. Sebagai ganti, Indra pun memberikan pusaka padanya berupa Indrasta atau Konta yang berupa tombak.

Maka majulah Karna melawan Arjuna tanpa baju zirah yang bisa melindunginya dari segala macam senjata. Bukan itu saja, sebelumnya pun, pusaka Konta yang hanya berlaku sekali pakai seumur hidup telah ia gunakan untuk membunuh Gatotkaca Putra Bimasena yang mengamuk di padang Kurukhsetra. Kereta Arjuna dikusiri oleh Krishna titisan Dewa Wishnu yang mengatur laju kuda dengan kerelaan, sementara Karna dikusiri oleh mertuanya, Salya yang mengendalikan kuda dengan kedongkolan karena baginya mengusiri kuda bagi seorang Raja adalah sebuah kehinaan.

Saat panah Karna hampir mengenai Arjuna, Salya menggoyangkan keretanya hingga panah tersebut melenceng dan hanya mengenai rambut Arjuna. Goyangan kereta tersebut membuat roda kereta terperosok ke dalam kubangan lumpur hingga tak bisa bergerak. Salya terlalu congkak untuk turun dan mendorong roda kereta agar terbebas dari kubangan lumpur. Saat Karna sedang mendorong roda kereta, Krishna berbisik kepada Arjuna agar segera memanah Karna yang sedang lengah. Matilah Karna di medan laga.

Untuk membunuh Karna, Arjuna butuh Indra meminta baju zirahnya, Gatotkaca ditumbalkan pada Brahmasta, Salya yang menggoyangkan kereta, dan memanah pada saat Karna sedang lengah.

Jadi, siapakah pemanah terbaik di dunia?

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
1
Ingin Tahu
1
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
1
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top