Saat membaca istilah musik klasik India, jangan membayangkan lagu-lagu film Bollywood. Yang disebut terakhir ini termasuk golongan musik India modern, sementara yang disebut di awal tadi tidak. Tentu saja yang klasik popularitasnya kalah dengan yang modern, karena memiliki pakem sendiri yang tidak mudah berubah begitu saja mengikuti kemauan zaman.
Coba tengok film India berjudul Rockstar (2011) tentang sosok Jordan yang berjuang menjadi seorang bintang rock. Suatu saat di kantor perusahaan rekaman ia bertemu dengan seorang mestro musik klasik India, pemain alat tiup shehnai, bernama Ustad Jameel Khan. Namun Jordan tidak mengenal maestro itu, bahkan tak tahu nama instrumen itu. Ini sekedar cerita film, namun menunjukkan betapa musik klasik India bisa tidak dikenali oleh orang India sendiri yang bahkan seorang pecinta musik sekalipun.
Pada kancah musik populer global, musik klasik India menjadi terkenal bersama sosok Ravi Shankar ( 1920 – 2012), salah satu maestro instrumen petik sitar. Ia pun berkesempatan tampil belahan negeri-negeri Barat, termasuk tampil di Festival Woodstock tahun 1969. Melalui inspirasi darinya, muncul pulalah genre musik baru di Barat dengan nama ‘raga rock’. George Harrison dari band The Beatles pun pernah datang ke India untuk menjadi muridnya dalam mempelajari permainan sitar.
Sebagaimana Ravi Shankar, para maestro musik klasik India terkenal dengan instrumennya masing-masing. Jika Ravi Shankar seorang Hindu, maka gurunya, Allaudin Khan (1862 – 1972), adalah seorang Muslim yang terkenal dengan alat musik petik sarod. Latar belakang perbedanan agama inilah yang membuat Ravi Shankar dipanggil pandit, sedang Allaudin Khan dipanggil ustad.
Begitulah, para maestro musik klasik India yang Muslim biasa dipanggil dengan gelar ustad. Jika di Indonesia gelar ustad identik dengan guru atau pemuka agama Islam, maka ternyata tidak demikian di India. Di tempat asalnya pun, negeri Arab, istilah ustad juga tidak melulu dilekatkan pada pemuka agama Islam. Ustad bisa menjadi panggilan bermakna tuan atau bapak, atau secara formal berarti profesor yang merupakan jabatan akademik.
Sebagai contoh, salah satu maestro instrumen sitar yang kerap dibandingkan dengan Pandit Ravi Shankar adalah Ustad Vilayat Khan (1928 – 2004), yang punya adik bernama Ustad Imrat Khan (1935 – 2018), seorang maestro alat petik surbahar. Sementara itu, pemain instrumen tabla yang setia mengiringi sang Pandit Ravi Shankar sendiri adalah Ustad Alla Rakha (1919 – 2000) yang keahliannya kini diteruskan anaknya yaitu Ustad Zakir Hussain (1951 -).
Sebagaimana Ustad Allaudin khan, ada maestro instrumen sarod lain yaitu anaknya sendiri, Ustad Ali Abar Khan (1922 – 2009), serta ada juga Ustad Amjad Ali Khan (1945 -). Maestro pada instrumen petik rudra veena adalah semisal Ustad Zia Mohiuddin Dagar (1929 – 1990) dan Ustad Asad Ali Khan (1937 – 2011). Sementara itu pada intrumen gesek sarangi, ada maestro Ustad Sultan Khan (1940 – 2011) dan pada instrumen tiup shehnai, ada maestro Ustad Bismillah Khan ( 1916 – 2006).
Praktisi musik klasik India dari golongan perempuan beragama Islam juga memiliki gelar sendiri yaitu begum. Sebagai contoh, Begum Akhtar (1914 – 1974) serta Begum Parveen Sultana (1950 -) adalah nama-nama maestra di bidang tarik suara. Mereka menjadi tokoh tersohor di bidang vokal musik klasik India sebagaimana dari golongan pria terdapat nama semisal Ustad Abdul Karim Khan (1872 – 1937), Ustad Amir Khan (1912 – 1974), hingga Ustad Rashid Khan (1968 -).
Nama-nama di atas sekedar contoh dari para maestro dan maestra musik klasik India dari golongan Muslim. Masih banyak lagi para ustad maupun begum dengan keahlian musik masing-masing yang belum disebut namanya di sini.
Masa Kekuasaan Islam
Dalam tradisi musik klasik India, terdapat dua aliran besar yaitu Hindustani dan Karnatik. Musik Hundustani muncul di wilayah utara sedang musik Karnatik muncul di wilayah selatan (Karnataka). Para ustad, juga begum, yang nama-namanya disebut di atas termasuk dalam aliran musik Hindustani dari utara. Sementara itu, aliran musik Karnatik lebih identik dengan komunitas agama Hindu. Namun bukan berarti tidak ada praktisi musik Hindustani yang beragama Hindu maupun praktisi musik Karnatik yang beragama Islam.
Banyaknya penganut Islam yang menjadi pemusik aliran Hindustani dari utara tak lepas dari sejarah kekuasaan Islam di India. Kesultanan Delhi maupun Dinasti Mughal adalah penguasa tanah India yang berpusat di utara dan dipimpin oleh para bangsawan yang mendukung perkembangan musik di istananya.
Sejarah Islam di India bermula dari ekspansi Dinasti Ghuri yang berpusat di wilayah Ghur (kini bagian dari Aghanistan). Dinasti yang memiliki latar belakang kebudayaan Persia ini mulai menguasai India bagian utara di masa Sultan Muizzuddin Muhammad Ghuri (1149 – 1206). Setelah Dinasti Ghuri surut, estafet kekuasaan Islam di India kemudian dilanjutkan oleh Kesutanan Delhi lalu Dinasti Mughal.
Dalam buku The Music of India (1921), Herbert Arthur Popley menyatakan bahwa masa kekuasaan Kesultanan Delhi, tepatnya abad 14 dan 15 M, adalah saat penting dalam perkembangan musik klasik Hindustani. Banyak penguasa di masa ini yang menunjukkan perhatian besar kepada musik, sementara pengaruh musik Persia pun mulai masuk ke India Utara.
Pemusik paling tersohor di masa itu adalah Hazrat Amir Khusrauw (1253 – 1325), yang berkarir di istana Sultan ‘Ala’uddin Khilji (1296-1316). Tidak hanya pemusik, Amir Khusrauw juga terkenal sebagai sastrawan, sejarawan, negarawan serta seorang sufi, sebagaimana tertulis di buku Great Masters of Hindustani Music (1981) karya Susheela Misra. Ayahnya yang berasal dari Turkistan dan ibunya yang berasal dari India menyumbangkan kekayaan latar belakang budaya baginya.
Banyak inovasi dari Amir Khusrauw di bidang musik termasuk dalam menciptakan segenap langgam (raga) dan ketukan (tala) maupun instrumen termasuk sitar. Instrumen penting dalam musik klasik India ini dianggap sebagai inovasi baru gabungan dari instrumen petik Persia dengan instrumen petik lokal India.
Dalam ranah spiritual, sosok ini adalah murid dari guru sufi Syaikh Nizamuddin Auliya (1238-1325). Amir Khusrau meninggal di tahun yang sama dengan tahun meninggalnya sang guru kemudian dimakamkan berdekatan. Makam Syaikh Nizamuddin Aulia sendiri muncul dalam cerita film Rockstar yang sempat dibahas di awal tadi.
Kemudian di masa Dinasti Mughal, muncullah Sangeet Samsrat Tansen atau Mian Tansen yang menjadi pemusik di istana Jalalulddin Akbar (1542 – 1605). Terdapat perselisihan tentang angka lahir maupun kematian sosok ini. Berasal dari keluarga Hindu, awalnya ia merupakan murid dari seorang pemusik brahmana Hindu bernama Swami Haridas. Karirnya sebagai pemusik istana bermula dari istana penguasa Gwalior yaitu Maharaja Ram Niranjan Singh.
Karena kepopuleran namanya sebagai pemusik di istana Gwalior, akhirnya Raja Akbar sampai memboyongnya untuk menjadi pemusik di istananya sendiri.Tansen lalu menjadi salah satu dari nawaratna (sembilan permata) yang merupakan kumpulan sembilan orang spesial yang memiliki posisi penting di sekitar Raja Akbar.
Soal apakah Mian Tansen telah menjadi seorang Muslim, ini adalah hal yang diperdebatkan. Namun yang pasti ia juga memiliki istri yang beragama Islam dan memiliki keturunan Muslim yang juga terjun di dunia musik. Tansen juga diyakini banyak pihak telah menjadi murid seorang guru sufi yaitu Muhammad Ghaus (1500 – 1562). Meskipun Tansen tidak meninggal di Gwalior, namun ia dimakamkan di tempat ini, di satu komplek yang sama dengan makam Muhammad Ghaus.
Nazir Ali Jairazbhoy dalam buku The Rags of North North Indian Music: Their Structure and Evolution (1971) memaparkan bahwa para penguasa Mughal setelah Raja Akbar juga meneruskan tradisi patronase musik Hindustani. Beberapa pemusik istana di masa kekuasaan para penerus Akbar juga masih tercatat memiliki hubungan kekerabatan dengan Tansen.
Nuruddin Jahangir (1569 – 1627) misalnya, memiliki pemusik istana bernama Bilas Khan, yang merupakan anak dari Tansen. Shahabuddin Shah Jahan (1592 – 1666) yang terkenal dengan peninggalan Taj Mahal itu pun menjadi patron bagi pemusik Lal Khan alias Gunsamundra. Merupakan anak dari salah satu putri Tansen, Lal Khan juga merupakan menantu dari Bilas Khan, pamannya sendiri.
Muhammad Shah (1702-1748), yang masa kekuasaannya berada di fase surutnya dinasti Mughal pun masih meneruskan tradisi patronase musik. Ia memiliki dua pemusik istana terkenal yaitu Sadarang beserta keponakan sekaligus menantunya, Adarang. Keduanya bernama asli Naimat Khan dan Feroze Khan dan keduanya merupakan keturunan dari Naubat Khan, menantu Tansen.
Dari fakta di atas, nampak bahwa nama-nama pemusik istana Mughal yang tersohor adalah orang-orang masih terkait dalam satu ikatan keluarga. Memang demikian, di masa kekuasan Islam di India, musik Hindustani dilestarikan dengan pengajaran melalui ikatan guru dan murid sekaligus melalui ikatan keluarga.
Pasca Kekuasaan Islam
Paruh kedua abad 19 M menandai runtuhnya Dinasti Mughal dan permulaan kekuasaan British Raj. Para pemusik Istana kehilangan patron bangsawan Muslim dan menyebar ke beragam wilayah mencari patron baru. Dalam hal ini patronase musik Hindustani diambil alih oleh elit kelas menengah di kota-kota besar seperti pengusaha atau tuan tanah (zamindar).
Para pemusik masih mempertahankan prestise keterhubungan terhadap guru musik tertentu baik melalui relasi guru dan murid maupun relasi keluarga. Dalam masa ini, istilah gharana, sebagai identitas gaya musik berdasar guru tertentu, daerah tertentu atau keluarga tertentu menjadi signifikan. Gharana menjadi semacam unit sosial eksklusif yang digunakan untuk mempertahankan kreativitas musik sebagai sebuah komoditas.
Abad 20 M menjadi babak baru dunia modern di mana musik Hindustani berkembang melalui piranti media siar dan media rekam. Teknologi transportasi juga membuat para pemusik Hundustani bebas bergerak tanpa harus dikungkung di satu tempat tertentu. Wim Van Der Meer memaparkan fenomena ini dalam bukunya Hindustani Music in 20th Century (1980).
Awal Abad 20 M juga menandai kebangkitan peran kaum Hindu dalam musik Hindustani. Pandit Vishnu Narayan Bhatkhande (1860 – 1936) adalah seorang Hindu yang berusaha melakukan moderisasi musik Hindustani yang sebelumnya lebih berkembang melalui tradisi tak tertulis dan berpusat pada otoritas gharana. Di tangannya, khazanah musik Hindustani dicatat ulang melalui tradisi tulis sehingga terbuka untuk diakses khalayak ramai
Sementara itu, Pandit Vishnu Digambar Paluskar (1872 – 1931) adalah seorang Hindu yang berupaya membawa musik Hindustani dari lingkaran gharana menuju ke khalayak umum dengan mendirikan lembaga pendidikan musik bernama Gandharva Mahavidyalaya. Ia juga adalah seorang nasionalis yang berupaya merevitalisai unsur agama Hindu dalam tradisi musik Hindustani.
Saat India dan Pakistan terpisah di tahun 1947, sebagian kaum Muslim pegiat musik Hindustani menjadi warga negara Pakistan. Namun di negara ini, musik Hindustani disaring dengan sangat ketat untuk lebih menunjukkan unsur-unsur Islam dan menghilangkan pengaruh Hindu. Di India sendiri para ustad maupun begum tetap bertahan hingga saat ini untuk melestarikan tradisi musik Hindustan yang menyejarah selama berabad-abad berinteraksi dengan kehidupan kaum Hindu.
Di abad ini, saat nasionalisme India tidak lagi menyisakan para raja Muslim di istana, para pemusik Hindustani dari kalangan Muslim tetap bertahan dan terus berkarya. Bersama dengan para pemusik Hindustani dari kalangan Hindu, mereka tidak segan untuk saling mengambil dan membagi ilmu melalui relasi guru – murid (guru-shyishya parampara). Dalam segenap jenis repertoar musik Hindustani mulai dari dhrupad, khayal, tarana sampai jugalbandi, mereka pun masih tampil bersama.