Rasulullah saw pernah menyebutkan dua bahan alam dalam hadisnya yang hingga kini menjadi bahan baku primadona dalam industri kosmetik, khususnya parfum. Dua bahan itu adalah anbar dan misk.
Anbar lebih dikenal oleh para pelaku industri kosmetik sebagai ambergris. Ambergris berasal dari sperma muntahan paus yang dapat ditemukan di pinggir pantai dalam bentuk padatan-padatan. Sedangkan misk lebih dikenal dengan sebutan kasturi. Minyak kasturi diperoleh dari kelenjar rusa atau kijang yang telah disekresi terlebih dahulu.
Hadis yang menyebut dua bahan baku industri parfum itu diriwayatkan oleh Imam an-Nasa’i :
“Dari Muhammad bin Ali ia berkata, ‘Aku bertanya kepada ‘Aisyah, apakah Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa sallam menggunakan wewangian? ‘Aisyah menjawab,’ “Ya, dengan menggunakan misik dan anbar.” (HR. An-Nasa’i)
Pada hadis di atas, Rasulullah saw telah memberikan sebuah kata kunci yang begitu besar manfaatnya untuk peradaban manusia yang hidup setelahnya. Ilmuwan-ilmuwan muslim tentu tak akan luput dari dua kata kunci di atas—anbar dan misk. Mereka telah melakukan berbagai penelitian dan eksperiman untuk mengembangkan dua bahan alam yang disabdakan oleh Rasulullah saw.
Bahan alam yang sering digunakan sebagai bahan pembuatan parfum adalah minyak atsiri. Ilmuwan-ilmuwan muslim terdahulu sudah mengembangkan pemanfaatan minyak atsiri untuk diaplikasikan menjadi produk-produk turunannya, seperti parfum, aromaterapi, dan juga obat-obatan.
Dalam Kitab Ahsan at-Taqwim, al-Maqdisi menyatakan bahwa Yaman pernah memproduksi berbagai macam parfum dari minyak misk dan za’faron, parfum-parfum diekspor ke berbagai tempat.
Perkembangan minyak atsiri dalam dunia Islam tidak lepas dari peran para kimiawan muslim terkemuka seperti Jabir bin Hayyan, Al-Kindi, ar-Razi, dan Ibnu Sina. Hal ini disebabkan proses ekstraksi dari bahan alam berupa daun, akar, batang, biji, dan bunga akan melewati proses kimiawi.
Alat penyulingan minyak atsiri pertama adalah alembik yang dibuat oleh Jabir bin Hayyan. Metode penyulingan pada alembik saat ini disebut sebagai metode penyulingan uap (steam distillation). Oleh Jabir bin Hayyan, alembik juga difungsikan sebagai alat untuk menyuling minyak mineral untuk bahan bakar lampu minyak.
Penyulingan minyak atsiri berikutnya dikembangkan oleh Ar-Razi. Ia menyempurnakan metode penyulingan yang diprakarsai oleh Jabir bin Hayyan dengan membedakan senyawa-senyawa kimia yang ada secara alami dan senyawa-senyawa yang dihasilkan melalui eksperimen di laboratorium. Ar-Razi menggunakan minyak atsiri dari hasil penyulingannya untuk keperluan obat-obatan. Dalam kitab Rawai’u Al-Hadharah Al-Arabiyah Al-Islamiyah, teknik penyulingan disebut dengan istilah taqthir.
Berikutnya adalah al-Kindi. Meskipun ia lebih dikenal sebagai ahli filasafat Islam, al-Kindi memiliki peran dalam pengembangan khazanah keilmuan minyak atsiri. Hal itu dibuktikan lewat karya monumentalnya dalam bidang minyak atsiri, yaitu Kitab Kimiya’ al-‘athr yang lebih populer di kalangan ilmuwan barat dengan Book of The Chemistry of Perfume and Distillations.
Dalam Kitab itu, al-Kindi memaparkan lebih dari 100 teknik formulasi parfum, penyulingan minyak atsiri, dan obat-obatan.
Kitab karangan al-Kindi dalam bidang minyak atsiri adalah Kitab al-Adwiyah al-Musyfiyah min ar-Rawa’ih al-Mu’dziyah yang menjelaskan tentang pemanfaatan obat-obatan untuk penyembuhan dari aroma yang tidak sedap dengan menggunakan dupa.
Ilmuwan muslim lainnya yang membahas tentang minyak atsiri adalah Ibnu Sina. Sebagai pakar di bidang kedokteran, Ibnu Sina memperkenalkan teknik penyulingan minyak mawar yang berfungsi sebagai aromaterapi untuk pengobatan. Karya monumentalnya adalah al-Qanun fi al-Thib.
Begitu banyak pembahasan-pembahasan minyak atsiri yang telah dilakukan oleh para ilmuwan muslim terdahulu. Ini merupakan salah satu semangat keilmuan yang layak dijadikan motivasi oleh umat Islam saat ini, khususnya para pemuda.
Di dalam Alquran juga terdapat ayat yang memiliki hubungan yang nyata dengan pengembangan minyak atsiri.
Allah Swt berfirman dalam Surat Ar-Rahman ayat 12 :
وَالحَبُّ ذُو العَصْفِ وَالرَّيْحَانُ
“Dan biji-bijian yang berkulit dan bunga-bunga yang harum baunya.” Wallahu a’lam.