KH. Asrori Ahmad (1923-1994), pengasuh PP. Raudlatut Thullab, Wonosari, Tempuran, Magelang ini cerdik. Selain menjadi kiai, petani, mubaligh, serta penulis puluhan kitab, beliau juga menjadi “pawang jin”.
Biasanya, ketika berceramah keliling di berbagai daerah, atau bertamu ke rumah sahabatnya, di antara pertanyaan yang diajukan adalah, “Apakah di daerah sini ada pohon angker?”
Sebagaimana biasanya, jawabnya ada. Tuan rumah akan bercerita kalau di desanya ada pohon yang diwingitkan. Dipercaya ada penunggunya, dan siapa yang mau menebang akan sakit, gila, atau menuai tulah. Biasanya, pohon itu sudah berusia ratusan tahun dengan ukuran yang sangat besar, dan beraura mistik di sekitarnya. Ada sejajen, contohnya.
Dari situ, kemudian Kiai Asrori menawarkan dirinya untuk menebang dan membeli pohon tersebut. Biasanya pemiliknya menolak. Tak menyerah, Kiai Asrori merayunya beberapa kali hingga akhirnya diperoleh izin. Itupun dengan jaminan bahwa Danyang alias jin penunggu pohon tidak ngamuk setelah rumahnya dirobohkan.
Garansi disepakati. Oleh Kiai Asrori, jin pohon itu dievakuasi, lebih tepatnya direlokasi ke rumah barunya. Dikumpulkan dengan komunitasnya. Baru setelah itu, pohon ditebang. Setelah tumbang dan dibeli, dengan cerdik Kiai Asrori menggergajinya hingga menjadi serpihan yang bisa dijual lagi. Sebagian dipakai untuk membangun kamar santri.
Keuntungannya, secara aqidah, masyarakat terbebas dari paham animisme-dinamisme yang mengarah pada kemusyrikan. Jin penunggu juga tidak mengganggu lagi atau minta diistimewakan lagi karena sudah dilobi dengan baik. Secara ekonomi, Kiai Asrori bisa mendapatkan bahan baku murah berkualitas.
Cerdik, bukan?