Dua orang bisa berteman pasti karena ada sesuatu yang menarik antara satu dengan lainnya. Tidak seperti bertepuk sebelah tangan. Apalagi, untuk menjadi bersahabat, pasti -setidaknya- ada rasa saling mengagumi dari diri masing-masing.
Abdurrahman Wahid dikenal sebagai orang hebat di negeri ini. Tidak perlu diragukan lagi. Demikian pula dengan Arief Budiman dalam kapasitasnya yang lain. Apalagi, keduanya sering bertemu dalam konteks membela rakyat.
Jadi, adalah wajar jika mereka kemudian menjadi bersahabat. Sebagaimana persahabatan para aktivis pada zamannya. Meski di sisi lain mereka bersifat rileks.
Sementara rileks dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) online sebagai berikut:
Rileks/ri·leks/ /riléks/ v cak 1 bersenang-senang: ia sering dilihat orang — di kelab malam; 2 berjalan-jalan untuk melihat lihat pemandangan alam; berekreasi: masa cutinya dipergunakan untuk — ke Singapura dan Bangkok; 3 beristirahat; mengaso: ia sedang — dalam kamarnya; 4 tidak resmi; tidak kaku; santai.
Untuk Gus Dur dan Arief dalam kontek ini tepatnya adalah bisa diartikan yang keempat. Seperti diungkapkan Kuskrido Ambardi yang dosen UGM dan salah satu editor ‘Mempertimbangkan Warisan Arief Budiman’ terbitan Kepustakaan Populer Gramedia (KPG) tahun 2021. Dalam tulisannya di buku ini pada halaman 71 “Mengenang Arief Budiman”, Kuskrido menulis:
“Di saat yang sama, saya teringat dengan sikap rileksnya. Ketika mendaftar undangan pernikahan untuk anaknya yang kedua, ia mengatakan, “Gus Dur itu orang sibuk, nanti malah menyusahkannya kalau dia diundang.” Tak dinyana, di hari pernikahan itu berlangsung, Gus Dur, yang kebetulan melewati Salatiga dalam perjalanan daratnya mendengar kabar pernikahan itu, memutuskan untuk mampir.
Sama rileksnya, keduanya tersenyum dan saling berpelukan di halaman rumah Salatiga, dan Gus Dur segera disalami sahabat-sahabat lainnya yang melingkar di teras rumah itu. Sorenya, reriungan antarsahabat itu berkembang menjadi kumpulan aktivis senior yang meneriakkan sebuah kritik publik ke pemerintah … (sedikit gerutu keluar dari istrinya, Leila Budiman, “Acara keluarga kok bisa jadi acara politik ya?”).
Semoga sikap rileks Gus Dur dan Arief Budiman ini bisa menjadi teladan bagi kita semua.