Maulana Habib Dr (HC). Muhammad Luthfi bin Yahya lahir pada tanggal 27 Rajab 1367 H bertepatan dengan 10 November 1946 M di Pekalongan. Putra pasangan Habib Ali bin Yahya dengan Sayidah al Karimah as Syarifah Nur ini adalah habib yang berdakwah dengan gerakan nasionalisme dan ajaran tasawuf.
Sebagaimana Prof. Quraish, Habib Luthfi juga termasuk habib sepuh walaupun banyak menuntut ilmu di tanah air sebelum melakukan perjalanan intelektual kepada para ulama di timur tengah. Jika Prof. Quraish banyak menulis buku, maka Ra’is ‘Am jam’iyah Ahlu Thariqah al Mu’tabarah an Nahdiyah ini banyak melakukan dakwah melalui pemberdayaan umat dan bangsa, seperti mengadakan majelis baik di kediaman maupun di tempat lain.
Dalam Youtube 69 Channel dengan judul Tausiyah Habib Luthfi Bin Yahya Pekalongan di Istana Negara 12 Juni 2017, murid Habib Abubakar bin Abdullah Alattas (Pekalongan) ini mengungkapkan sebagai berikut, “Kadar bobot cintanya seseorang kepada bangsanya tergantung kecintaannya kepada tanah airnya. Dan kadar bobot cinta seseorang terhadap tanah airnya tergantung pula cintanya seseorang terhadap bangsanya.” Jika masyarakat Indonesia bersatu dan saling menghormati dalam perbedaan, berarti telah mencerminkan bangsa yang membanggakan.
Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama ini menginginkan jika umat Islam dan bangsa Indonesia tidak mudah terprovokasi dari segala bentuk yang akan memecah belah dan tetap menjaga persatuan di negara tercinta. Selain itu juga sebagai umat dan bangsa yang membanggakan para leluhur, ulama kita dan pejuang di hadapan Allah SWT. yang ikut andil besar di dalam memerdekakan bangsa dari penjajah (Baca Indonesia dan Post-Colonialism dalam buku Teori Komunikasi; Membangun Literasi, Menganalisis Situasi yang ditulis oleh Samsuriyanto, 2021:7-10).
Saat memberi tausiyah di Istana Negara, Habib Luthfi mengaku terkadang bertanya kepada dirinya, sejauh mana ikut andil di dalam memerdekakan bangsa ini atau mengisi kemerdekaan ini? Oleh karena itu, kita seharusnya mensyukuri pemberian Allah SWT. di dalam menjaga dan melestarikan keutuhan bangsa. Pada akhirnya melahirkan generasi tangguh yang siap untuk menjawab tantangan umat dan bangsa yang telah dicontohkan oleh terutama Walisongo yang ada di Indonesia ini. Jika para pejuang melawan penjajah peperangan, maka pemuda sekarang harus mengisi kemerdekaan dengan menjaga persatuan dan kesatuan, membangun toleransi. memperkuat persaudaraan antar sesama dan lain-lain.
Jika kita melihat peran Walisongo walaupun sudah wafat 400-500 tahun yang lalu, seharusnya kita malu. Sampai sekarang Sunan Ampel masih bisa menjaga kesatuan dan persatuan, menjaga persaudaraan umat yang datang dan berkumpul. Sehingga bisa diajak untuk lebih dekat kepada Allah SWT., membaca Alquran, membaca tahlil, dan bisa membuat ekonomi kerakyatan di lingkungannya. Demikian yang disampaikan anggota Dewan Pertimbangan Presiden RI ini dalam Youtube 69 Channel. Koruptor di negara ini seharusnya malu, masih hidup malah melakukan penipuan, memakan harta negara dan uang rakyat. Selain itu, juga menjadi tamparan bagi para perusak toleransi, masih hidup tapi malah merobek persatuan dalam kehidupan bermasyarakat.
Ikrar Bela Negara bersama Ulama Dunia
Samsuriyanto (2021:5) dalam Buku Menyelamatkan Negeri: Dari Radikalisme, Covid-19 dan Korupsi bercerita tentang seorang Habib yang memiliki semangat nasionalisme, yaitu Habib Asa Bafaqih. Kecintaan Habib dengan panggilan akrab Wan Asa ini kepada Nahdaltul Ulama (NU) tidak dapat diragukan lagi, organisasi keislaman yang mempunyai motivasi nasionalisme kepada Indonesia. Sikap aktif Wan Asa terbukti dengan senantiasa hadir di acara NU walaupun tidak diundang. Habib yang rendah hati ini menginspirasi kita bahwa tidak ada gengsi dalam berorganisasi, sementara dirinya merupakan seorang habib yang tentu dimuliakan oleh masyarakat NU.
Hadirnya Habib Asa dan Habib Luthfi dalam aspek cinta tahan air merupakan karunia besar bagi bangsa Indonesia. Dalam Youtube GMNU TV dengan judul Ikrar Bela Negara oleh Habib Luthfi bin Yahya, Habib Luthfi bertanya kepada para jamaah yang hadir di acara bela negara, “Sebelum sambutan yang lain kira-kiranya bapak-bapak ibu-ibu ini saya ajak ikrar mau?”
“Mau,” jawab audiens serentak.
“Betul?”, tanya Ketua Forum Sufi Dunia ini,
“Betul”, pungkas jamaah.
“Semoga didengar oleh saudara-saudaraku sebangsa setanah air dan diikuti sebangsa setanah air”, doa Habib Luthfi yang diaminkan oleh jamaah.
Sesaat setelah itu, Habib yang mengenakan gamis putih itu memberikan pertanyaan khusus kepada bangsa Indonesia dan kepada peserta dari negara yang lain.
“Wahai bangsaku yang kubanggakan, relakah negerimu terpecah belah?” tanya Habib dengan semangat membara.
“Tidak”, pungkas jamaah dengan tegas. Di sisi lain, juga menanyakan kepada jamaah terkait kerelaan mereka jika negara-negara yang mendukung difaul wathan (bela negara) dalam keadaan pecah belah.
“Bismillaahir Rahmaanir Rahiim. Asyhadu anla ilaaha illallaah. Wa asyhadu anna Muhammadar Rasuulullaah. Radiina Billaahi Rabba, wa bil Islaami diina, wa bi Sayyidinaa Muhammadin Nabiyyaw Wa Rasuula. Kami berikrar, kami berikrar, kami berikrar bela negara adalah wajib, bela negara adalah wajib, bela negara adalah wajib,” ikrar yang dibaca oleh Habib Luthfi dalam Youtube GMNU TV.
Tokoh diurutan ke-32 tahun 2021 pada The Moslem 500 ini telah membuktikan komunikasi dakwah dengan sistem kerja sama di dunia internasional. Para ulama dari beberapa negara menjadi peserta pada acara dengan semangat nasionalisme yang dilaksanakan. Hal ini menjadi penting, karena para ulama sejatinya adalah komunikator yang dapat menyampaikan pesan-pesan dakwah kepada masyarakat di negaranya masing-masing. Para ulama tentu memiliki nilai agung di dalam kehidupan bernegara dan berbangsa, karena pesan-pesannya dibutuhkan untuk membangun kehidupan harmoni dan hidup toleransi.