Sedang Membaca
Istiqlal dan Katedral Hanya Sepelemparan Baru
Susi Ivvaty
Penulis Kolom

Founder alif.id. Magister Kajian Tradisi Lisan, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia. Pernah menjadi wartawan Harian Bernas dan Harian Kompas. Menyukai isu-isu mengenai tradisi, seni, gaya hidup, dan olahraga.

Istiqlal dan Katedral Hanya Sepelemparan Baru

Whatsapp Image 2021 12 28 At 8.18.42 Pm

Frasa moderasi beragama dan toleransi beragama kian terdengar generik, bahkan jangan-jangan saban hari ada saja orang mengucapkan atau menuliskannya. Wajar saja, maklum adanya, karena memang masih terjadi intoleransi dan radikalisasi. Oleh karena itu, kampanye harus terus berlanjut dengan beragam cara, dan alif.id difasilitasi Kementerian Agama RI memilih untuk membuat video pendek dengan mengajak cendekiawan Ulil Abshar Abdalla. Setelah tema akulturasi budaya khususnya Cina dan Jawa di Lasem, kemudian harmoni antara Islam dan agama lokal Sunda Wiwitan di Cigugur Kunigan, video ketiga bertemakan toleransi beragama dengan mengambil contoh Islam dan Katolik.

Whatsapp Image 2021 12 28 At 8.18.42 Pm (1)
Ulil Abshar Abdalla berbincang dengan Nasaruddin Umar

Masjid Istiqlal dan Katedral Jakarta saja hanya sepelemparan batu, berhadapan dan tidak berseberangan. Seharusnya muslim dan kristiani pun bisa bergandengan tangan dalam menyelesaikan persoalan-persoalan bangsa. Perbedaan itu niscaya. Namun, kenyataan sering tidak sesuai harapan. Bukan persamaan yang dikedepankan, namu perbedaan yang dibesar-besarkan, sehingga konflik kerap tak terhindari. Maka itu, tim alif.id menyuarakan dengan bahasa gambar, bagaimana seharusnya hidup beragama dalam keberagaman.

Tentu saja Istiqlal dan Katedral adalah simbol, dan Imam Besar Istiqlal Nasaruddin Umar serta Uskup Ignatius Suharyo adalah “patron”, sehingga keduanya harus dipertemukan dalam satu bingkai. Ulil Abshar Abdalla sebagai “host” dalam video ini mengajak Nasaruddin dan Haryono untuk berbincang-bincang secara mendalam, di tempatnya masing-masing, Istiqlal dan Katedral.

Baca juga:  Teater Pesantren: Ekspresi Rasa yang Manusiawi

Mau tahu dialog Ulil dengan Nasaruddin Umar dan Ignatius Suharyo? Simak video ini:

Kampung Sawah, Kampung Keberagaman

Sebelum menemui Imam Besar di Istiqlal dan Uskup di Katedral Jakarta, kami terlabih dulu menengok kehidupan di Kampung Sawah Bekasi, yang selama ini sudah kondang dengan kehidupan keberagamaan yang harmoni. Kami berturut-turut mengunjungi Masjid Agung Al-Jauhar Yasfi, lantas Gereja Servatius, kemudian Gereja Kristen Pasundan, dan terakhir Pondok Pesantren Al-Azis asuhan Kiai Muqorrobin.

Kami mendapatkan banyak pengetahuan, wawasan, dan perspektif dari para pemuka agama di masing-masing lokasi, antara lain KH Rachmadin Afif, Romo Yohanes Wartoyo, Pendeta William Alexander, dan Kiai Muqorrobin. Hal yang paling menggembirakan sekaligus menyejukkan adalah berkumpulnya hampir semua pemuka agama di masjid Al-Azis untuk berdialog, termasuk dari Gereja Kristen Jawa Jati Murni yang mewakili 14 gereja dan Vihara Pondok Gedhe. Perwakilan agama Hindu berhalangan hadir.

Eko Praptanto dari FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) termasuk satu dari sekian orang di Kampung Sawah yang selalu dan berupaya terus untuk merekatkan persaudaraan antarberagama di Kampung Sawah, “Kampung Sawah jangan sampai berubah, jangan sampai tercerai-berai karena perbedaan keyakinan. Selama ini kami mampu bertahan,” katanya.

Romo Wartoyo menemui kami dengan mengenakan peci hitam, yang ia kira dulu adalah simbol Islam. “Ternyata ya ini Indonesia. Orang Betawi juga mengenakan peci, apa pun agamanya,” katanya. Rasanya sejuk.

Baca juga:  Gus Mus Bercerita Ihwal Perjalanan Hidupnya

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top