Sejarah selalu hadir melalui sebuah riset yang disajikan ke muka umum melalui data yang jelas. Di Indonesia sendiri banyak sekali sejarah yang disajikan di muka umum. Mulai dari sejarah lahirnya Indonesia yang dulu disebut Hindia Belanda.
Di samping itu bersama sejarah, Islam juga hadir menemani sebuah sejarah. Mengenai sejarah Islam yang hadir di Indonesia, pandangan inilah yang menjadi kebijakan politik sebagai peranan penting dalam sebuah kebijakan. Di mana, tokoh muslim nusantara yang tidak asing lagi namanya yaitu, H.O.S. Tjokroaminoto terkenal dengan perjuangannya dalam kemerdekaan Indonesia. Di sisi lain, beliau juga di sebut sebagai pemikir nasional.
Mengutip dari penulis Zainal C. Airlangga bahwasannya, visi dan perjuangan H.O.S Tjokroaminoto bernafaskan Islam yang berholistik (melintas paham nasionalisme, sosialisme, demokrasi) dan bercorak politik. Itu artinya bahwa Islam memiliki peranan penting dalam bidang mana pun. Terlihat jelas sampai sekarang, eksistensi Islam masih terasa di Indonesia.
Jika dalam dunia non fiksi sosok Godfather diperankan oleh Vito Corleone dimana film tersebut menjadi pemimpin box office pada tahun 1972 melalui Wikipedia. Tidak jauh beda dengan sosok Tjokrominoto yang selalu ditempatkan sebagai “godfather” dari para found ing father di republik ini. Sebab, tiga murid yang terkenal mampu membuktikan kepiawaian sosok Tjokrominoto dalam mendidik, itupun tak jauh dari syariat Islam.
Penulis dalam buku Raja Tanpa Mahkota menjelakan bahwa, ketiga murid dari Tjokrominoto yaitu, Soekarno yang mewakili golongan nasional netral agama, Moesso Alimin Samaoen yang beraliran nasionalis-komunis, dan Kartosoewirjo yang mengusung ideologi nasionalis-Islam, serta belasan tokoh lainnya. Dapat diartikan bahwa, memang dari ketiga murid tersebut memiliki aliran masing-masing dalam menyerap ilmu pengetahuan yang telah di pelajari dari sosok Tjoktominoto. Di dalam bukunya, penulis menjelaskan bahwa tiga aliran tersebut antara lain; (Islamis Kartosoewirjo, Nasionalis Soekarno, dan Komunis Moesso-Semaoen).
“Perjumpaan agama dan nasionalisme di beberapa negara telah menunjukan relasi yang serasi. Tak jarang, agama seperti ini menjadi bahan bakar yang memperkuat perlawanan terhadap entitas penjajah dan penguat yang bersifat ideologis bagi perjuangan emansipasi sebuah bangsa.” (Hal. 01.) selain itu penulis menerangkan bahwa, memang Islam merupakan sarana yang baik untuk membangun persatuan maupun membedakan masyarakat Indonesia dari elit penjajah Belanda. Di sisi lain, pulau-pulau yang mencangkup Hindia Belanda tidak pernah eksis sebagai sebuah entitas linguistic, kultural atau historis. Oleh sebab itu, maka satu-satunya ikatan universal yang tersedia, di luar kekuasaan kolonial adalah Islam.
Anwar Hajono dalam buku Perjalanan Politik Bangsa (1997) membeberkan pada masa penjajahan, di mana pada abad ke-19 ke abad 20, orang yang beragama Islam digolongkan menjadi penduduk pribumi. Apakah dia Melayu ataupun Jawa. Batak atau Cina di Sumatra yang masuk Islam, disebut mengubah “kebangsaan”-nya. Dokumen sejarah bertugas untuk melaporkan fakta-fakta secermat dan selengkap mungkin, sedangkan eksistensi Islam tidak perlu diragukan lagi. Perkembangan Islam selalu terjun ke berbagai zaman, bahkan sampai sekarang.
“Islam juga mampu menjinakkan sentiment etnisitas untuk menumbuhkan loyalitas kepada entitas lebih tinggi. Kenyataan ini juga terlihat dari kemunculan Sarekat Islam yang merfleksikan nasionalisme-keindonesiaan.” (Hal. 05) secara tidak langsung, penulis mampu menampilkan kembali mengenai seluk beluk peranan Islam terhadap nasionalis Indonesia. Di sisi lain, adanya ketersinambungan antar nasionalisme serta Islam sebuah perlawanan. Di mana pada saat itu, Indonesia bangkit atas hak untuk kemerdekaannya, tak luput peran Islam yang seyogyanya mampu menjadi pedoman serta pegangan yang kuat untuk sebuah pondasi.
Di dalam buku ini yang berjudul Raja Tanpa Mahkota, penulis menyajikan sosok tokoh Tjokroaminoto. Melalui biografi tokoh Tjokrominoto, peran Islam serta merta hadir dalam perjalanannya. Selain itu, memang sosok H.O.S Tjokrominoto berasal dari kalangan muslim pribumi yang berada dalam masa-masa koonia yang penuh keterbatasan. Akan tetapi, pemikirannya tak punya batasan, melainkan pemikirannya sangat original serta jenius. Di buktikan dengan pemikirannya yang telah memperngaruihi perkembangan gerakan kebangsaan di Indonesia, terutama terhadap garis garis perjuangan Sarekat Islam yang radikal.
Pembaca akan di suguhkan berbagai sejarah dan pejalanan sosok Tjokroaminoto. Selain itu, pembaca dapat menelusuri aspek-aspek sosial politik dan budaya Islam yang memberikan kontribusi terhadap lahirnya pergerakan di Indonesia. (*)
Judul: Raja Tanpa Mahkota
Penulis: Zaenal C. Airlangga
Penerbit: Kendi
Cetakan: Agustus, 2020
Tebal Halaman: 290 Halaman
ISBN: 978-602-51303-5-9