Sedang Membaca
Habib Muhammad Ba’abud Semarang: Makam Keramat dan Kisah Bom Belanda yang Gagal Meledak
Abdullah Faiz
Penulis Kolom

Alumni Pondok Pesantren Salaf Apik Kaliwungu dan sekarang Kuliah di UIN Semarang.

Habib Muhammad Ba’abud Semarang: Makam Keramat dan Kisah Bom Belanda yang Gagal Meledak

Habib Muhammad Ba’abud Semarang: Makam Keramat dan Kisah Bom Belanda yang Gagal Meledak

Habib Muhammad bin Abdullah bin Husein Ba’abud diyakini sebagai waliyullah yang memiliki banyak karomah di masa hidupnya. Makam Habib Muhammad Ba’abud termasuk salah satu makam kuno di Semarang bagian utara. Beliau adalah seorang keturunan Rasulullah saw yang dipastikan hidup di Kelurahan Dadapsari sekitar tahun 1700-an M dan wafat di tanggal 21 Ramadhan 1212 Hijriyah yang bertepatan tanggal 9 Maret tahun 1798 M. Beliau dimakamkan di area Mushola Nurul Karomah kampung Kalicilik Pace bersama Syarifah Alawiyyah.

Makam Habib Muhammad Ba’abud berada di gang kecil yang padat penduduk, saya dibantu Google Maps menuju ke sisi utara bagian Semarang itu. Apabila dilihat dari peta yang dimunculkan Google Maps, lokasi makamnya berdekatan dengan bangunan-bangunan bersejarah dari era awal Islam masuk ke Nusantara hingga masa penjajahan. Seperti Masjid Agung Semarang yang ada di Johar, kemudian Kota Lama dan yang paling dekat dengan lokasi makam adalah Masjid Layur yang berada di Kampung Melayu, salah satu masjid tertua di Semarang yang dibangun oleh pendatang dari Timur Tengah.

Selain itu, masih di kampung yang sama juga terdapat makam para habaib yang berada di tengah padatnya rumah para warga seperti Makam Sayyid Umar Maghrib atau dikenal dengan Sayyid Ujung Tanjungi. Wajar saja karena perkampungan ini sangat dekat sekali dengan pesisir pantai utara yang menjadi tempat berlabuh kapal-kapal dari berbagai negara. Bahkan menurut informasi masyarakat setempat dulu pelabuhan Semarang itu tepat di sisi utara perkampungan Dadapsari yang sekarang dikenal dengan pesisir Boom Lama dan secara geografis masih berdekatan dengan Pelabuhan Tanjung Mas.

Habib Muhammad Ba’abud dalam Cerita Masyarakat

Habib Muhammad Ba’abud demikian nama yang dikenal masyarakat, dari riwayat hidupnya sosok waliyullah ini bisa ditarik jauh melebihi masa penjajah berjaya di Nusantara. Informasi dari Habib Rifqi Shahab bisa dipastikan hidup di tahun 1700 an M. Kalau dilihat dari sejarah kerajaan di Jawa pada tahun 1700-an masih di bawah kekuasaan Mataram Islam yang berpusat di Jawa Tengah bagian selatan.

Habib Cipi panggilan akrap Habib Rifqi Shahab bercerita bahwa makam Habib Muhammad Ba’abud ini sangat kuno sekali sehingga riwayat kehidupanya tidak terlalu banyak, namun cerita atau kisah-kisah yang sekarang berkemembang hanyalah bentuk tutur artinya cerita dari mulut ke mulut yang diturunkan orang-orang tua terdahulu. Yang berkembang di masyarakat, Habib Muhammad Ba’abud ini adalah seorang waliyullah yang majdub. Mengingat jalur wali itu ada dua yaitu suluk dan majdub, jalur yang pertama dapat ditempuh dengan normal sementara jalur yang kedua atau majdub tidak semua orang bisa menempuhnya karena hanya Allah swt yang akan memilihnya melalui jalur ini.

Baca juga:  Ulama Banjar (83): KH. Muhammad Rafi’ie

Habib Cipi bercerita bahwa semasa hidupnya beliau tidak memiliki tempat tinggal yang jelas,  nomaden. Setiap hari beliau keliling dari satu kampung ke kampung yang lain. Beliau juga sering mampir ke rumah orang-orang yang kesusahan bahkan sampai menginap di rumahnya warga. Namun ketika beliau menginap, yang terjadi selanjutnya, warga setempat sering mengalami kejanggalan, konon setiap rumah yang disinggahi Habib Muhammad  besoknya akan meninggal dunia, dan biasanya hal tersebut menjadi tanda akan lahirnya orang yang berpengaruh dari keluarga tersebut.

“Beliau terkenal suka datang ke tempat orang-orang susah, kalau beliau datang numpang tidur biasanya, orang yang ditumpanginya ini meninggal, dan besoknya dari keluarga ini punya anak dan anaknya bakalan jadi orang berpengaruh,” terang Habib Rifqi

Kisah-kisah demikian sebenarnya sudah masyhur di kalangan muslim tradisional sebab mereka mengakui eksistensi kewaliyan yang diramu dari ilmu Tasawuf. Sehingga banyak ulama atau wali yang memiliki karommah serupa.

Selain itu di masa hidupnya Habib Muhammad juga memiliki karomah lain seperti suka meludahi orang lain. Menurut Habib Cipi Shahab ludah Habib Muhammad sangat manjur, pernah dalam sebuah cerita beliau (Habib Muhammad) keliling dan meludahi banyak orang, kalau yang diludahinya kaki maka orang tersebut akan menjadi alim sementara kalau yang diludahinya punggung maka dipastikan orang tersebut tidak akan pernah taubat sampai akhir hayatnya.

“Sering meludahi orang , kalau meludahinya di kaki, beliau berarti orang alim tapi kalau diludahi di punggung orangnya tidak bakalan taubat. Dakwahnya tidak disini beliau keliling tidak punya tempat tinggal yang pasti namun kelahiran asli daerah sini kelurahan Dadapsari,” kata Habib asal Sampangan itu.

Baca juga:  Selamat Jalan, Pak M. Nashihin Hasan

Habib Muhammad Ba’abud dalam riwayatnya juga pernah menikah dan memiliki keturunan yaitu Habib Abdullah bin Muhammad Ba’abud, namun usia pernikahanya tidak terlalu lama. Konon beliau juga banyak menikahi perempuan yang kekuatan ekonominya rendah, akan tetapi ia tidak pernah menggaulinya. Karomah lainya adalah meminimalisir kemaksiatan di Semarang Utara. Menurut Habib Rifqi Shahab, dulu kampung Dadapsari ini adalah kampung yang penuh dengan perjudian setiap pojok desa terdapat orang yang berkumpul dan main judi. Sementara Habib Muhammad selalu ada ditengah-tengah mereka.

Dengan berjalanya waktu, pemain judi mengurangi dan berkat Habib Muhammad permainan judi tersebut tidak dapat menyebar sampai ke daerah lain, karena beliau sering mengontrol lokasi perjudian di desa setempat.

“Pernikahan singkat namun ia menikahi orang-orang yang gak punya.tapi tidak dikumpuli. Dan juga diimana ada perjudian disitu ada beliau daerah sini dulu perjudian banyak dengan adanya beliau judi itu tidak menyebar dan yang berjudi cuma orang itu itu saja. Warga tidak dilarang tapi secara otomatis kalau beliau datang bisa bubar,” imbuh murid Habib Umar itu.

Kisah Bom Belanda yang Gagal Meledak

Habib Muhammad Ba’abud wafatnya ditetapkan Tanggal 21 Ramadhan 1212 H. Meskipun tidak ada literatur yang menjelaskan dengan rinci namun tanggal ini telah ditetapkan oleh Habib Umar Muthohar Semarang sebagai tanggal untuk merayakan haulnya. Menurut penuturan Habib Rifqi Shahab makam Habib ini dibangun sekitar tahun 1992 M. Sebelum diketahui terdapat makam yang sangat istimewa kono bagian samping makam (sekarang mushola) adalah tempat pembuangan sampah.

“Dulunya tempat ini sempat terlupakan bahkan sekitarnya ini adalah tempat sampah namun nisan selalu kelihatan dan pernah juga mengalami banjir namun nisan juga tetap kelihatan,” ungkap Habib Rifqi Shahab

Seiring berjalanya waktu makam tersebut dipugar dan menjadi tempat peziarahan orang-orang dari berbagai kota. Sejak zaman dahulu makam ini sudah dikenal keramatnya, diantaranya adalah makam tidak bisa difoto kemudian atapnya makam tidak bisa dilewati apapun. Sekecil burung pun ia akan mati apabila melewati atap makam Habib Muhammad. Bahkan kampung Dadapsari menjadi sasaran utama pengeboman oleh penjajah Belanda, namun berkat keistimewaan makam Habib Muhammad Ba’abud setiap bom yang menimpa kampung tersebut tidak akan meledak akan tetapi ledakan nya selalu dialihkan ke kampung sebelahnya.

Baca juga:  Dakwah Lembut Habib Nusantara (2): Habib Luthfi dan Gerakan Cinta Tanah Air

“Dulu ada perang Belanda sering ada bom nyasar ke area ini namun meledaknya di Kampung Geni (salah satu kampung di sebelah Dadapsari) dan ada pengeboman pindah ke Boom Lama (pelabuhan). Di sini tempat persembunyianya masyarakat Indonesia  dan setiap orang yang lari ke wilayah ini ia tidak akan terlihat, dan ada juga burung setiap lewat makam ini langsung jatuh dan mati bahkan pernah diberi bangunan makamnya namun sering roboh,” ungkap Edy juru kunci makam.

Akhirnya para pejuang kemerdekaan dan warga secara umum banyak yang bersembunyi di area makam tersebut.

Makamnya Berdampingan dengan Syarifah Alawiyyah

Syarifah Alawiyah adalah ulama perempuan yang dimakamkan sebelah makam Habib Muhammad Ba’abud. Menurut Edy juru kunci makam. Nisan Syarifah Alawiyyah pernah berpindah tempat hingga tiga kali, menurut cerita dari para sesepuh desa tersebut nisan dan jasadnya pernah berada di pinggir kali daerah palang Layur kemudian pindah ke kampung Kalicilik dan akhirnya bertempat di kampung Pace. Keterangan ini juga diamini oleh Habib Rifqi bin Aziz Shahab, ia mengatakan perpindahan tersebut diawali dengan gundukan tanah dengan wujud nisan yang berpindah dengan sendirinya. Kondisi dan bentuknya tidak ada perubahan sama sekali.

Meskipun tidak ada catatan atau literatur yang jelas mengenai kelahiran dan wafatnya namun bisa dipastikan Syarifah Alawiyah hidup sekitar tahun 1220an masehi. Habib Rifqi Shahab menerangkan kisah dari orang tua dahulu dan para ulama bahwa riwayat hidupnya berada di Mesir ia tidak memiliki keturunan di Indonesia. Selain itu Syarifah Alawiyah memiliki karomah yang sangat banyak diantaranya ketika beliau sudah mengangkat tangannya untuk berdo’a pasti do’a-do’anya akan diijabahi. Beliau juga memiliki amalan yang ia lestarikan yaitu membaca dzikiran Ya Jabbar Ya Mutakabbir Ya Wadud 33x  Salah satu yang masih dzikiran seperti yang di amalkan Syarifah Alawiyah adalah Habib Aziz bin Muhammad bin Shahab dan kemungkinan sampai sekarang masih diamalkan oleh putra-putrinya.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
1
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top