Sedang Membaca
Djabir Muda, Aktivis PKI Sekaligus Anggota Muhammadiyah
Mu'arif
Penulis Kolom

Pengkaji sejarah Muhammadiyah, kini menempuh program doktoral di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Djabir Muda, Aktivis PKI Sekaligus Anggota Muhammadiyah

Djabir Muda adalah seorang pengusaha batik (batik handel) dan anggota resmi Muhammadiyah yang menjabat posisi strategis sebagai anggota Verificatiecommissie. Secara resmi ia masuk tim verifikasi Hoofdbestuur (HB) Muhammadiyah berdasarkan keputusan Kongres Muhammadiyah tanggal 28 Maret-1 April 1924 di Yogyakarta. Apa tugas tim verifikasi?

Tugas pokok tim verifikasi adalah mengaudit seluruh sistem keuangan dan inventaris barang milik masing-masing departemen di HB Muhammadiyah. Tim verifikasi terdiri dari lima orang: Tedjomartojo (ketua), Brotokesowo (sekretaris), Ardjokembar, Achmad Kamdani, dan Djabir Muda (anggota).

Pada tanggal 25-26 Agustus 1924, tim verifikasi melaporkan hasil kerjanya yang justru menyudutkan persyarikatan Muhammadiyah. Dapat disimpulkan bahwa sistem keuangan dan mekanisme birokrasi di Muhammadiyah bermasalah. Tanggapan dari HB Muhammadiyah justru membantah hasil kerja tim verifikasi.

Dari situlah muncul kecurigaan dari jajaran HB Muhammadiyah supaya menyelidiki latarbelakang pekerjaan, aktivitas dan afiliasi partai politik dari masing-masing anggota tim verifikasi.

Hasil penyelidikan sangat mengejutkan karena Tedjomartojo disinyalir seorang komunis. Sedangkan Djabir Muda adalah pengusaha batik dan anggota resmi Muhammadiyah, tetapi ia tercatat sebagai anggota Partai Komunis Indonesia (PKI).

Sepintas, nama ‘Djabir Muda’ memang agak unik. Nama yang mungkin masih samar-samar, karena terkesan sebatas julukan dari seseorang. Seperti julukan ‘Turki Muda’ pada masa awal gerakan Muhammadiyah ternyata ditujukan kepada pemuda yang memiliki semangat pembaruan layaknya Mustafa Kamal Pasha—terinspirasi dari sosok bapak pembaruan asal Turki.

Tokoh-tokoh seperti Fachrodin, Syujak, Mochtar, Hisyam, Hadjid, dan lain-lain sering dijuluki sebagai ‘Turki-Turki Muda.’ Begitu juga nama ‘Djabir Muda’, menurut penulis, mungkin ini nama dari seorang tokoh muda yang menisbatkan dirinya kepada sosok Sahabat Nabi Muhammad saw bernama Jabir bin Abdillah. Sahabat Jabir adalah seorang pemuda pemberani yang memiliki tekad untuk ikut berjuang bersama ayahnya pada peristiwa Perang Uhud, meskipun kemudian dicegah oleh Nabi SAW.

Baca juga:  Peran Budak Afrika dalam Penyebaran Islam di Amerika

Memang tidak ditemukan sumber-sumber yang secara spesifik dapat mengungkap riwayat dan karir Djabir Muda di Muhammadiyah, tetapi dokumen laporan kerja tim verifikasi HB Muhammadiyah tahun 1924 dapat mengungkap sekilas siapa sosok yang satu ini.

Djojosoegito, dalam “Notulen Rapat Oemoem Sekoetoe Moehammadijah pada 24 Augustus 1924,” mengemukanan bahwa dasar pelaksanaan manajemen organisasi Muhammadiyah adalah prinsip ‘saling percaya.’ Birokrasi dalam Muhammadiyah sebagai pendukungnya. Untuk mengevaluasi sistem birokrasi diselenggarakan tim verifikasi (Verificatiecommissie) yang dibentuk oleh HB Muhammadiyah atas usulan kongres.

Tiap-tiap tahoen bahagian masing-masing memboeat rapat tahoenan, dikoendjoengi oleh sekoetoe Moehammadijah dan pembantoe-pembantoe bahagian. Disitoe menetapkan verificatiecommissie jang akan memeriksa oeang tanggoengan Moehammadijah…” tulis Djojosoegito.

Sehari setelah rapat umum anggota Muhammadiyah (25 Agustus 1924), ditetapkan lima orang yang menjadi tim verifikasi: Tedjomartojo, Brotokesowo, Ardjokembar, Achmad Kamdani, dan Djabir Muda.

Perlu diketahui, sejak masa kepemimpinan K.H. Ahmad Dahlan (1912-1923), dinamika politik di jajaran elite Muhammadiyah masih stabil, apabila muncul friksi dapat di tengahi langsung oleh sang Khatib Amin. Masuknya kelompok revolusioner berhaluan Marxis di tubuh Sarekat Islam (SI-Merah) berpengaruh cukup besar dalam jajaran elite Muhammadiyah. Mengapa?

Sebab, tidak sedikit kader-kader Muhammadiyah yang terlibat dalam organisasi-organisasi pergerakan yang berafiliasi dengan kelompok kiri. Pasca wafat Kiai Ahmad Dahlan (23 Februari 1923), dinamika politik di jajaran elite Muhammadiyah semakin meruncing. Khususnya dalam Kongres tahun 1923 ketika Muhammadiyah diserang bertubi-tubi oleh kelompok kiri lewat media massa. Bahkan, dalam kongres 1923, Haji Misbach melancarkan kritik tajam sikap politik Muhammadiyah dan menyarankan agar organisasi yang didirikan Kiai Ahmad Dahlan diganti menjadi Serikat Rakyat (SR).

Baca juga:  Islamic Book Fair Minus Literasi Sejarah Penerbit Keislaman?

Infiltrasi ideologi Marxisme ke dalam organisasi Muhammadiyah semakin kentara ketika beberapa pimpinan dan anggota tercatat sebagai pengurus dan anggota dari beberapa organisasi yang berafiliasi dengan kelompok Marxis.

Pada tanggal 23 Mei 1920, Partai Komunis Indonesia (PKI) dideklarasikan yang merupakan metamorfosa dari Indische Social Democratische Partai (ISDP)—sebelumnya bernama Indische Social Democratische Vereniging (ISDV)—yang didirikan oleh J.F.M. Sneevliet.

Fakta bahwa infiltrasi ideologi Marxisme telah masuk ke dalam jajaran elite di Muhammadiyah pada masa kepemimpinan Kiai Ibrahim adalah formasi keanggotaan Verificatiecommissie yang dibentuk pada 25 Agustus 1924. Laporan tim verifikasi yang justru menyudutkan jajaran HB Muhammadiyah mengundang kecurigaan dari sejumlah elite di Muhammadiyah.

Akhirnya, penyelidikan dilakukan terhadap masing-masing anggota tim verifikasi untuk mengetahui latarbelakang status sosial dan afiliasi partai politik masing masing. Hasil penyelidikan HB Muhammadiyah sebagai berikut:

Disini baiklah kita terangkan pekerdjaan Verificatie-commissie itoe, agar soepaja diketahoei jang benar-benar. Toean Tedjomatojo jalah orang Partikoelir [kaoem kommoenist]. Toean Brotokesowo Joernalist [kita beloem tahoe partij apa]. Toean Ardjokembar Wakil Tjabang M.D. Poerwokerto dan lid M.D. djaoeh roemahnja dan tiada mengerti sikapnja teman-temanja. Toean H. Djabirmoeda lid Moehammadijah dan PKI tetapi mempehak PKI. Toean Hamdani jalah seorang jang hanja bersikap noeroet-noeroet sadja [lemah sekali]” (lihat “Proces-Verbaal” dalam Soewara Moehammadijah no. 11 Tahun 1924).

Baca juga:  Mengenang Dokter Soetomo: Tokoh Nasionalis Pembela Kaum Santri

Setelah mengetahui latar belakang status dan afiliasi partai politik masing-masing anggota tim verifikasi, jajaran HB Muhammadiyah baru mengetahui fakta politik bahwa ideologi Marxisme tetap nyata dalam organisasi Muhammadiyah. Fakta sejarah tidak dapat dipungkiri bahwa kelompok kiri selalu mencari kelemahan untuk menyerang Muhammadiyah.

Setelah mengetahui latar belakang status dan afiliasi partai politik masing-masing anggota tim verifikasi, HB Muhammadiyah mulai waspada. “Saudara leden M.D. tentoe mengetahoei dan merasa sendiri bagaimana sikap kaoem P.K.I. atau S.R. kepada Moehamamdijah itoe. Disini kita tida perloe memberi pemandangan apa-apa kepada saudara leden M.D. semoeanja.

Setelah terbuka informasi latar belakang status dan afiliasi partai politik dari masing-masing anggota tim verifikasi, sikap HB Muhammadiyah memang tetap waspada, tetapi tidak serta-merta menyingkirkan mereka yang memihak PKI. Tedjomartojo tetap menjalankan tugas sebagai ketua tim verifikasi, begitu juga Djabir Muda tetap bekerja secara professional.

Disini kita tiada terangkan, bagaimana perboeatan jang penting-penting, jang diperboeat oleh kedoea orang P.K.I. itoe, sebab golongan rahasia. Hanja kalaoe ada apa-apa, baik perloe kita boekakan adanja.

Cukup menarik dalam kasus Djabir Muda sekalipun ia seorang aktivis PKI dan sekaligus anggota Muhammadiyah, tetapi namanya selalu terpampang dalam struktur kepanitiaan kongres hingga tahun 1930-an.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
1
Terinspirasi
0
Terkejut
1
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top