Di setiap haul Gus Dur, banyak perayaan digelar. Orang-orang merayakannya dengan salawatan, pengajian, bedah buku, menulis ulang gagasannya, atau merenungi kebersamaan dan sepak terjangnya selama ia hidup. Kehidupan Gus Dur bisa dilihat dari mana saja. Ia manusia yang memiliki daya magnetik luar biasa.
Selama masih ada persoalan di Indonesia, gagasan Gus Dur tetap dicari. Perihal minoritas, demokrasi, korupsi, konstitusi, toleransi dan bahkan soal cara berkelar. Gus Dur bagaikan “kitab kehidupan” yang senantiasa kontekstual dengan semua masalah zaman. “Sejarah yang akan membuktikan,” kata Gus Dur.
Saya sendiri merayakan haul Gus Dur ke-15 ini dengan berlagu. Lagu-lagu untuk Gus Dur lekat di telinga. Mulai lagu “Gus Dur” yang dipersembahkan Iwan Fals, atau lagu “Gus Dur Pendekar Rakyat”, ciptaan Dalang Poer, asal Ngawi, yang dinyanyikan oleh Eny Sagita di acara Haul Gus Dur 2019, di Ciganjur, dan kini diviralkan Shinta Arsinta dengan suara manjanya.
Namun ada lagu lain yang saya nikmati dan sangat pas menggambarkan sosok Gus Dur, yaitu lagu “Gitu Saja Koq Repot”, ciptaan Ki Jarot, Jogja Hip Hop Foundation. Lagu ini dulu sengaja diciptakan untuk mengenang 100 hari wafatnya Gus Dur.
“Gitu Aja kok repot!” milik Gus Dur. Judul lagu ini sangat lekat dengan perjalanan hidup Gus Dur. Saat ada masalah apa pun, Gus Dur menghadapinya dengan santai. Bukan meremehkan masalah, tetapi dia menganggap bahwa semua masalah pasti ada jalan keluarnya.
Menurut Munib Huda Muhammad, ajudan Gus Dur saat jadi presiden, ungkapan “Gitu Aja kok repot” telah diucapkan Gus Dur jauh sebelum menjadi presiden. Setahu Munib, Gus Dur seringkali memakai istilah itu dalam orasi-orasinya, ketika bertemu seseorang, atau dalam forum diskusi untuk mencairkan suasana. Bahkan menurut Bondan Gunawan, sahabat dekat Gus Dur, ungkapan itu merupakan interpretasi Gus Dur terhadap surat Yasin: 82 (Kun fayakun), bahwa bagi Allah sangat mudah untuk menciptakan segala sesuatu yang dikehendaki dan dengan cepat akan terjadi, tanpa ada penundaan.
Kita dengarkan saja lagu “Gitu Saja Koq Repot”: Membela Minoritas – Menjunjung Toleransi/ Gitu saja koq repot – Gitu saja koq repot// Menjadi Muslimin – Menjadi Indonesia// Gitu saja koq repot – Gitu saja koq repot.
Di bait itu, Gus Dur digambarkan sering membela minoritas. Kita tahu, dia memang membela Ahmadiyah, Syiah, Leiden, Papua, Aceh, Inul Daratista, Dorce Gamalama, Dewa-19, dan orang-orang yang termarjinalkan dalam realitas kehidupan masyarakat. Sebagai seorang muslim berlatar belakang NU, Gus Dur tidak membeda-bedakan agama apalagi suku. Dia melihat orang atas nama kemanusiaan. Bagi dia membela minoritas tidaklah repot.
Kita lanjutkan: Hanya orang bijaksana/ Yang berani berkata/ Bahwa Tuhan tidak perlu dibela/ Karena dia yang maha kuasa// Jihadmu lebih akbar dari bom bunuh diri// Karena kau adalah humanis sejati/ Menyapa kawan, menyambagi lawan,/ Silaturrahmi, tanpa pandang golongan// Islam rahmatal lil alamin bagimu/ Adalah welas asih tanpa pandang bulu/ Tak gentar, pasang badan, tanpa ragu/ Telah kau berikan jiwa ragamu guru bangsaku.
Gus Dur manusia bijaksana. Saat kelompok orang membela mati-matian agama dengan cara berdemo berjilid-jilid, bahkan melakukan jihad mati syahid atau bom bunuh diri atas nama Tuhan dan Al-Qur’an, saat itulah Gus Dur berkelakar: “Tuhan tidak perlu dibela!”
Tuhan itu agung. Namanya akan terus tinggi dan akan terus tinggi di atas. Karena itu tidak mungkin ada yang bisa merendahkannya. Karena itu pula tidak perlu mati-matian membela atas nama Tuhan. Justru yang harus dibela adalah manusia: yang terpinggirkan, yang direndahkan, dan yang dilecehkan baik atas nama tuhan atau atas nama mayoritas dan negara.
Semakin bersikeras membela atas nama Tuhan, padahal membela kepentingan kelompok sendiri, justru itu merendahkan martabat Tuhan, meski sesunggunya Tuhan tidak bisa direndahkan. Menegasikan Tuhan, ia sama saja merendahkan Tuhan.
Gus Dur tahu itu. Dia humanis sejati. Dia bisa berdialog, bersapa ria tanpa mandang golongan. Dia bisa bertemu dengan siapa saja: non-muslim atau kelompok lain, lawan atau kawan, bahkan bangsa manusia atau bangsa gaib. Atas nama konstitusi dia bisa membela minoritas, atas nama agama rahmah, dia bisa berjabat tangan dengan kelompok se-agama tanpa pretensi apa-apa.
Seperti bait lagu di atas, Islam rahmatal lil alamin bagi Gus Dur, adalah agama yang mengajarkan welas asih tanpa pandang bulu. Islam rahmah ini diwujudkan membela yang benar, dan memperbaiki yang salah. Dan Gus Dur telah memberikan jiwa raganya untuk itu semua, termasuk pembelaan terhadap martabat bangsa dan negara.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh putrinya, Yenny Wahid, untuk negara dan bangsa Gus Dur tak merasa “repot”. Bahkan Gus Dur pernah meminta maaf kepada semua anaknya, karena telah menomorsekiankan keluarganya. Bagi Gus Dur, nomor satu Tuhan, nomor dua Indonesia, nomor tiga Nahdlatul Ulama, baru keluarga.
Namun lag-lagi, Gus Dur tak merasa repot. Ungkapan “gitu aja kok repot” telah dijadikan sebagai cara menganalisis “jantung” masalah dan cara lain untuk menemukan solusi. Menurut Yenny, Gus Dur memakai ungkapan itu sebagai cara lain untuk berdoa, Yassir wa la tu’assir yang artinya permudahkanlah dan jangan dipersulit.
Ungkapan itu benar dijalani Gus Dur. Dan benar, dalam praktiknya, Gus Dur memang tidak pernah mempersulit segala urusan. Seperti yang diceritakan adik Gus Dur, Umar Wahid, suatu ketika ada orang yang datang kepada Gus Dur, orang ini bercerita kalau dia butuh bantuan finansial untuk keluarganya. Lalu tanpa pikir panjang, Gus Dur tiba-tiba membantunya dengan memberikan segepok uang hasil mengisi acara. Bahkan saat diberikan, Gus Dur tidak pernah menghitungnya. “Nggak dihitung dulu, Mas,” tanya Umar. “Biarkan saja”, jawab Gus Dur. Sudah bukan rahasia umum, Gus Dur dalam membantu seseorang-kelompok tidak pernah memandang latar belakang, materi, suku, ras, agama maupun golongan. Dan itu menurutnya tidak repot.
Gus Dur adalah manusia seutuhnya: Kalau aku jadi orang toleran,/ karena ayahku yang menjadi panutan/ Kalau aku jadi orang rendah hati,/ karena ayahku yang menginspirasi// Dulu kau sering dilecehkan/ Presiden koq tidak bisa berjalan/ Dari kursi roda kau tuntun bangsa/ Menuju demokrasi sesungguhnya// Dulu kau sering dihina/ Jadi presiden kok buta/ Sebenarnya kau telah ajari kita/ Untuk melihat manusia seutuhnya.
Demi kebenaran bangsa dan negara tak merasa repot. Gus Dur dihina kesehatan matanya oleh Rizieq Sihab dan FPI karena membela Inul Daratista, Dorce Gamalama, Dewa-19, dan Ahmadiyah. Berkali-kali Dus Dur dihina fisiknya karena stroke, Gus Dur diejek dengan sebutan “Gus Dur kacau” karena gaya kepemimpinannya yang lebih terbuka, tidak terikat pada protokol ketat. Gus Dur difitnah melakukan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan, bahkan Gus Dur difitnah memangku perempuan bernama Aryani. Semua itu tidak terbukti sampai sekarang. Bahkan Gus Dur mengaku sayang sama mereka dan tak menganggapnya musuh.
Gus Dur berarti di segala zaman: Di malam yang sunyi/ Gus Dur menyanyikan tombo ati/ Dzikir seluruh malaikat mengiringi/ Gus Dur hanya pulang bukan pergi// Bulan bundar di atas senayan/ Semar terbang di Kahyangan Bercelana/ pendek dan guyonan/ Menendang bola di taman Tuhan// Welas asih telah kau sebarkan/ Menjadi api yang tak akan padam/ Semoga kami bisa mengamalkan/ Kemanusiaan yang telah kau ajarkan.
Mengenang Gus Dur, belajar kemanusiaan. Menghauli Gus Dur, cara menghidupkan nurani kita untuk menebar harapan dan kebijaksanaan. Saya mengenangmu dengan Hip-Hop, tidak repot kan, Gus?