Sedang Membaca
Benarkah Huruf Dhad Sekarang Berbeda dengan Zaman Nabi Muhammad?
Kholili Kholil
Penulis Kolom

Alumni Pesantren Lirboyo-Kediri. Saat ini mengajar di Pesantren Cangaan Pasuruan, Jawa Timur.

Benarkah Huruf Dhad Sekarang Berbeda dengan Zaman Nabi Muhammad?

1 A Abdjad

Dalam satu hadis Daif, disebutkan bahwa bahasa Arab adalah bahasa penduduk surga. Selain keistimewaan tersebut, bahasa Arab juga mendapat keistimewaan lain, yakni bahasa yang digunakan oleh Allah dalam menyampaikan firman-Nya. Ya, bahasa Arab adalah bahasa Al-Qur’an. Maka, bahasa Arab adalah bahasa yang sangat luar biasa istimewa.

Selain itu, bahasa Arab mendapat julukan Lughatu Dhad, bahasa Dhad. Dhad adalah salah satu abjad Arab ke-15, yang terkenal karena sulitnya pengucapannya. Menggoreskan huruf tersebut juga tak mudah, setidaknya bilang dibandingkan menulis huruf Ya, Ta atau Ba.

Tak berhenti sampai di situ, ada satu pernyataan Nabi yang dimaksudkan untuk “mensakralkan” huruf Dhad. Nabi mengatakan: “Aku adalah orang yang paling fasih mengucapkan huruf dhad.” Sayang sekali, banyak referensi yang menyatakan hadis ini maudhu’ , alias hadis palsu atau hoaks. Wallahu a’lam.

Sebagai bahasa yang tergabung dalam rumpun semitik, bahasa Arab memiliki beberapa kesamaan dengan “kawan-kawan”-nya. Namun memang benar, bahasa Arab sedikit istimewa karena memiliki huruf dhad. Kata “bumi” contohnya. Bumi, dalam bahasa Arab disebut ardh (أرض). Dalam bahasa Ibrani, bumi disebut dengan erets. Sementara dalam bahasa Suryani disebut dengan ara’ (kata-kata ini kemudian diserap oleh bahasa Inggris menjadi ‘Earth’). Dari sini kita bisa melihat bahwa huruf dhad tidak digunakan dalam dua bahasa rumpun semitik selain Arab tersebut.

Baca juga:  Folklor dan Sakralitas Danyang

Maka jika demikian tidak berlebihan jika bahasa Arab dijuluki lughatu dhad. Pertanyaannya: lantas bagaimana huruf dhad diucapkan di zaman Nabi? Benarkah pengucapan dhad sebagaimana kita peroleh dari para guru di surau kala kecil dulu?

Sayang sekali jawabannya: tidak. Para ahli fonologi mengatakan huruf dhad masa kini (mari kita sebut dengan: neo-dhad) tidaklah sama dengan dhad dahulu (mari kita sebut dengan proto-dhad). Neo-dhad disuarakan dengan gigi yang difaringisasikan. Makhraj ini tidaklah terlalu “eksotis”, karena banyak orang Berber dan Mali juga menggunakan huruf ini dalam bahasa mereka. Maka klaim lughatu dhad dalam Bahasa Arab akan keliru jika dhad diucapkan seperti kita kebanyakan.

Ini artinya dhad berevolusi seiring perkembangan zaman. Para ahli juga mengamini evolusi pengucapan dhad ini. Huruf dhad yang diucapkan orang Mesir misalnya. Anis Ibrahim dalam Ashwat Lughawiyyah mengatakan bahwa neo-dhad Mesir mengalami evolusi menjadi mirip huruf tha’ (ط). Evolusi ini nampaknya sudah terjadi berabad-abad. Ibnul Jazari sudah merekam hal ini dalam Tamhid fi Ilmi Tajwid sejak abad delapan Hijriah. Walhasil, pengucapan dhad tak pelak patut kita curigai otentisitasnya.

Penjelasan terawal tentang makhraj dhad kuno alias proto-dhad dapat kita jumpai dalam Al-Kitab karya Sibawayh. Di buku itu Sibawayh menyebut bahwa makhraj huruf dhad adalah “mulai dari di antara pinggir lidah dan gigi geraham di sekitar lidah.” Ibnul Jazari menjelaskan lebih lanjut bahwa makhraj proto-dhad berujung di sisi mulut kiri menurut kebanyakan ulama.

Baca juga:  Kita (Sebetulnya) Bisa dan Mampu Berbahasa Indonesia dengan Baik, Cuma Malas Saja

Selanjutnya Sibawayh mengatakan bahwa dhad bersifat rikhwah alias tipis. Sibawayh menjelaskan tentang rikhwah:

أجريت فيه الصوت إن شئت

“(Huruf yang bersifat rikhwah) adalah huruf yang bisa kau teruskan suaranya bila kau mau.”

Contoh huruf rikhwah selain dhad adalah sin. Sin bersifat rikhwah karena ia bisa bersuara jika disukun alias distop. Misal kita mengucapkan kata “bas”. Kita bisa terus mendesiskan huruf S. Sedangkan neo-dhad, kita tahu, suara dhad akan berhenti jika kita menyukunnya atau menyetopnya. Maka pasti ada yang keliru dengan pengucapan dhad di masa kini.

Meskipun buku tajwid kuno telah menjelaskan tentang makhraj dhad, namun tetap saja pengucapannya sangat sulit karena membaca dengan mendengar tentulah berbeda. Anis Ibrahim menjelaskan lebih detil tentang pengucapan proto-dhad alias huruf dhad kuno:

“Sebagaimana telah dijelaskan oleh orang kuno, huruf (proto-)dhad terbentuk dari lewatnya angin tenggorokan. Huruf ini kemudian menggerakkan dua “senar” yang bersuara. Kemudian huruf ini keluar dari tenggorokan dan mulut.”

Saya sendiri kurang yakin seperti apa pengucapan proto-dhad, mengingat saya sama sekali tidak pernah talaqqi kepada “syaikh qiraat”. Namun, meskipun demikian, banyak dari syaikh qiraat yang disebut-sebut oleh para pakar kurang tepat dalam pengucapan dhad sesuai dengan yang dijelaskan referensi-referensi kuno. Namun hasil penelusuran saya, di antara pengucapan dhad yang sesuai dengan pengucapan kuno adalah bacaan Syekh Ubaidullah Al-Afghani, seorang alim qiraat dari Afghanistan. Video bacaannya masih bisa kita nikmati di Youtube.

Baca juga:  Melihat Hubungan Kemanusiaan dan Agama

Pada intinya, banyak yang berpendapat bahwa pengucapan huruf dhad di masa kini berbeda dengan masa kuno—sehingga berbeda juga dengan cara pengucapan para Sahabat Nabi. Namun yang terpenting ketika membaca Alquran sebenarnya bukanlah makhraj-nya saja, namun yang terpenting adalah mengamalkan kandungan mulianya, tentu dengan perangkat ilmu yang memadai.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
2
Ingin Tahu
1
Senang
2
Terhibur
0
Terinspirasi
1
Terkejut
1
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top