Bahagia itu sederhana. Kalimat singkat tapi penuh makna ini kerap diucapkan atau ditulis di berbagai media sosial oleh banyak orang. Kalimat yang, menurut saya mengandung magic yang dapat membuat seseorang langsung tersenyum dan mengamini bahwa kebahagiaan itu memanglah sederhana, tidak ribet, tidak muluk-muluk dan tidak (selalu) mahal.
Karena kebahagiaan itu berkaitan erat dengan rasa. Artinya, bila rasa tersebut selalu dikelola dengan baik, maka bagaimana pun kondisi kita saat ini saya yakin akan lebih bahagia menjalaninya.
Bahagia itu memang sederhana bila kita selalu bersyukur, legawa, ikhlas dan berusaha sabar dengan ujian atau cobaan hidup yang tengah diberikan Tuhan. Bahagia itu tidak muluk-muluk. Karena bahagia bisa terlahir dari hal-hal kecil dalam kehidupan kita sehari-hari.
Sayangnya, sebagian orang kerap mengabaikan atau bahkan tak menyadarinya. Bisa bernapas dengan ringan dan teratur, menghirup segarnya udara pagi adalah kebahagiaan. Bisa tidur dengan nyenyak setelah bekerja seharian adalah kebahagiaan.
Bisa beribadah secara rutin dan tepat waktu adalah kebahagiaan. Bisa makan dan minum meski hanya dengan lauk sederhana dan hanya dengan segelas air putih adalah sebuah kebahagiaan. Memiliki tubuh yang segar dan sehat juga kebahagiaan yang semestinya selalu kita syukuri setiap hari.
Berapa banyak orang-orang yang harus membayar dengan harga yang sangat mahal hal-hal (yang kerap dianggap kecil atau sepele) tersebut ketika fisiknya sedang tidak sehat. Kalau tak percaya, silakan datang ke rumah sakit.
Akan kita jumpai puluhan bahkan ratusan pasien yang tak bisa beraktivitas dan hanya bisa pasrah terbaring lemah di atas ranjang karena terjangkit beragam jenis penyakit. Penyakit asma atau gangguan pernapasan misalnya. Saya yakin, kebahagiaan terbesar bagi pasien penderita asma adalah bila bisa kembali bernapas atau menghirup udara dunia dengan lega, lancar tanpa gangguan.
Setiap orang tentu bisa memamahi bahwa asma adalah penyakit yang begitu menyiksa. Merujuk keterangan di laman www.alodokter.com, yang disebut asma adalah jenis penyakit jangka panjang atau kronis pada saluran pernapasan yang ditandai dengan peradangan dan penyempitan saluran napas yang menimbulkan sesak atau sulit bernapas.
Selain kesulitan bernapas, penderita asma juga mengalami gejala lain seperti nyeri dada dan batuk-batuk. Asma bisa diderita oleh semua orang dari beragam usia, tua maupun muda. Konon, penyebab asma memang belum diketahui secara pasti, tapi ada beberapa hal yang bisa memicu seseorang terserang asma. Misalnya, saat ia terkena debu, asap rokok, udara dingin, dan lain sebagainya.
Kesimpulannya, selama kita masih bisa bernapas dengan lancar tanpa ada gangguan penyakit, berbahagia dan bersyukurlah.
Di rumah sakit, biasanya kita juga akan menemukan para pasien yang tidak doyan makan dan minum meski lauk dan minumannya itu enak-enak, bahkan lebih enak dibandingkan ketika kondisi fisiknya sedang sehat. “Bagaimana aku bisa makan dengan nikmat sementara tubuhku sedang sakit, baru sesuap makanan saja rasanya ingin muntah, baru minum seteguk air saja rasanya ingin keluar kembali!” mungkin kalimat inilah yang akan diucapkan oleh pasien yang sedang sakit dan tak doyan makan dan minum tersebut.
Oleh karenanya, mari kita nikmati dan syukuri nikmat yang sepintas terlihat kecil tapi kerap diabaikan oleh sebagian orang tersebut. Berbahagialah bila saat ini kita masih bisa makan dan minum dengan lancar, tanpa bantun selang infus yang pastinya sangat tidak mengenakkan dan tak seorang pun menginginkannya.
Bahagia itu juga tak melulu berupa harta benda yang berlimpah. Memang tak dimungkiri bahwa harta benda adalah salah satu sumber kebahagiaan. Saya sangat mengamini hal ini. Karena dengan harta yang kita miliki, kita dapat membeli apa pun yang kita inginkan di dunia ini. Namun, bila kondisi kita saat ini sedang kekurangan harta, misalnya hidup dalam kondisi pas-pasan, bahkan kekurangan, bukan berarti kita tidak berhak merasakan kebahagiaan. Karena masih banyak sumber kebahagiaan yang bisa kita peroleh di tengah kondisi tersulit sekalipun.
Misalnya, merasa bahagia karena masih diberi kesehatan dan umur panjang oleh Allah SWT, masih bisa merasakan nikmatnya makan dan minum meski dengan lauk sederhana, dan lain sebagainya.
Semua sumber kebahagiaan tersebut harus kita syukuri, bukan malah diingkari. Karena dengan bersyukur hati kita akan lebih bahagia dan (sebagaimana janji-Nya) Allah akan memberikan tambahan kenikmatan kepada hamba-hamba-Nya yang senantiasa bersyukur.
Ada sebuah kisah inspiratif dan begitu menyentuh hati yang membuktikan bahwa kebahagiaan itu tidak melulu berupa harta kekayaan. Kisah ini saya temukan dalam buku Hidupku Selalu Bahagia, karya Rizqi Ilman Mubarok (Quanta, 2016: 4-5). Mari kita simak kembali kisahnya:
Alkisah, di negara Amerika ada seorang direktur perusahaan yang merasa tertarik dengan ajaran Islam dan memutuskan ingin menjadi mualaf. Ia pun lantas mendatangi seorang syekh, agar dibimbing masuk Islam.
Mungkin syekh tersebut merasa sangat penasaran ada seorang direktur perusahaan nonmuslim yang bergelimang harta tapi kok tiba-tiba ingin menjadi seorang mualaf. Maka, sebelum mengucapkan kalimat syahadat, syekh itu pun menanyakan alasan direktur tersebut ingin masuk Islam.
Lantas, sang direktur pun bercerita panjang lebar. Jadi, dalam kehidupannya, ia tak bisa merasakan ketenangan dan kebahagiaan. Padahal segala kemewahan dunia telah ia peroleh, seperti perusahaan pribadi, harta berlimpah, rumah megah, hingga mobil mewah ia juga telah memilikinya.
Hingga pada suatu hari sang direktur merasa heran saat melihat ada seorang karyawan yang tampak selalu bahagia menjalani hari-harinya. Merasa pensarana, sang direktur pun menemui karyawan tersebut dan bertanya: “Saya memperhatikan kamu terlihat selalu bahagia, apa yang bisa membuatmu seperti itu?” Ia dengan tegas menjawab, “Saya bahagia karena saya adalah seorang muslim.”
Sang direktur kembali bertanya, “Apakah semua muslim selalu bahagia?” Karyawan tersebut menjawab, “Ya, semua muslim pasti selalu bahagia. Karena kami diajarkan bersabar ketika menghadapi hal yang tak kami senangi, dan bersyukur ketika diberi banyak kesenangan.”
Sang direktur merasa tercerahkan dengan jawaban karyawan tersebut. Tak hanya itu, sang direktur juga ingin merasakan kebahagiaan sebagaimana yang dirasakan oleh karyawan tersebut. Itulah yang kemudian membuatnya tertarik ingin masuk Islam. Ia ingin merasakan kebahagiaan yang dirasakan oleh sang karyawan.
Kisah tersebut meninggalkan hikmah dan pelajaran berharga bagi kita, bahwa kebahagiaan itu memang sederhana dan tidak rumit. Kebahagiaan itu tidak harus berupa materi yang berlimpah.
Karena sumber kebahagiaan itu sangat banyak dan bisa diperoleh oleh setiap orang di dunia ini. Dan, sumber kebahagiaan yang paling dahsyat dan bisa kita lakukan saat ini juga adalah bersyukur, ikhlas, dan sabar atas ujian hidup yang tengah kita alami.
Sabar saat ditimpa cobaan bukan berarti kita berhenti, berdiam diri atau pasrah tanpa usaha, dan menyerah dengan keadaan. Sabar merupakan sifat orang beriman. Syekh Muhammad al-Ghazali, dalam buku Jaddid Hayatak! Segarkan Hidupmu (2015: 50) menguraikan bahwa orang sabar akan menerima setiap kesulitan dan masalah, kemudian berjuang tanpa henti hingga kesulitnya teratasi dan masalah diselesaikan.
Orang sabar tidak akan berputus asa dan terpuruk ketika kehilangan sesuatu.
Ia juga tidak akan berdiam diri ketika kesulitan menghadangnya, dan tidak pernah merasa resah karena tak mendapatkan apa yang diinginkannya.
Saya sangat sepakat dengan apa kata Rizqi Ilman Mubarok dalam buku Hidupku Selalu Bahagia, bahwa apa yang terjadi haruslah kita terima dengan rida, sabar, syukur, yakin, dan husnuzan (berbaik sangka kepada Tuhan dan sesama manusia).
Kebahagiaan bukanlah tentang bagaimana mendapatkan sesuatu, tapi tentang bagaimana menerima segala yang telah diberikan oleh Tuhan kepada kita semua. (atk)