Pada hari Senin malam, pada tanggal 12 Juni 1965, Presiden Soekarno menyampaikan amanatnya di depan masyarakat Islam dalam rangka memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW di Istana Negara.
Presiden mengemukakan bahwa:
Seluruh sejarah manusia dari sejak dulu hingga kini penuh dengan orang-orang besar. Bahkan tidak ada sesuatu bangsa yang besar yang tiada mempunyai orang besar.
Tapi orang-orang besar ini tidaklah luput dari kesalahan, karena ia sekedar sebagai manusia biasa. Berlainan dengan Nabi, Nabi sebagai Rasul Allah tidaklah pernah berbuat kesalahan.
Kita umat Islam harus menganggap Nabi Muhammad SAW orang yang terbesar dan kita harus menyatakan tidak ada pemimpin dimanapun di dunia ini yang kebesarannya melebihi daripadanya.
Perbedaan Nabi Muhamamd SAW dengan nabi-nabi yang lain kalau nabi-nabi seperti Musa, Daud, Isa dan lain-lain diutus untuk memimpin umat-umatnya di tempat-tempat tertentu, Nabi Muhammad SAW diutus untuk memimpin seluruh umat di muka bumi ini.
Kalau nabi-nabi yang lain seperti lampu yang menyinari umat, maka Muhammad SAW adalah seperti matahari yang menyinari seluruh umat di dunia ini.
Majalah Api Islam No. 1 Th. 1-Djuli 1965
Presiden sendiri menolak jika ada orang yang hendak menyamakannya dengan Nabi besar Muhammad SAW hanya karena adanya Pancasila. Kata beliau:
“Saya bukanlah Nabi, karena Muhammad SAW adalah nabi yang terakhir, saya bukan pencipta Pancasila, saya hanya penggali Pancasila”.
Selanjutnya Presiden Soekarno membahas mengenai neo-kolonialisme, beliau berkata bahwa bangsa Indonesia tidak akan meminta tolong kepada siapapun, dengan tegas Presiden Soekarno mengajak kepada bangsa Indonesia agar mampu untuk berdiri di atas kaki sendiri. Kata Beliau:
“Kita asah pedang, perjuangan kita berlandaskan agama, Nekolim kita hancurkan dengan berdikari”.
Negara Indonesia adalah satu-satunya negara di dunia yang memberikan konsepsi ajaran Pancasila sebagai suatu ajaran yang universal yang boleh dipakai seluruh dunia.
Dari pidato keagamaan Presiden Soekarno tersebut ketika memperingati maulid Nabi Muhammad SAW di Istana Negara menyiratkan; pertama bahwa Soekarno sendiri menyadari sekaligus menghormati betul bahwa pemimpin besar adalah Nabi Muhammad SAW dan Soekarno tidak ingin disamakan dengan para Nabi terlebih baginda Muhammad SAW. Kesadaran dan penghormatan yang luar biasa Presiden Soekarno mengenai sosok Nabi Muhammad ini terlihat jelas ketika ia mengunjungi makam Nabi Muhammad SAW di kota Madinah dengan cara merangkak dan melepas semua atribut dalam baju kepresidenannya ketika hendak masuk ke dalam makam Nabi SAW.
Proklamator kemerdekaan sekaligus presiden pertama Republik Indonesia ini mengajarkan kepada segenap rakyat Indonesia yang beragama Islam untuk selalu menghormati dan menanamkan rasa cinta kepada Nabi Muhammad Sallahu Alaihi Wassalam.
Kedua terkait dengan rasa nasionalisme, bahwa unsur agama telah menjadi dasar utama dalam hal cinta kepada tanah air Indonesia. Presiden Soekarno dalam hal di atas menyinggung bentuk penjajahan baru atau sering disebut dengan istilah neo-kolonialisme yang menjadi isu penting pada sekitar tahun 1950 sampai 1960-an. Adapun pada hari ini unsur agama tetap harus menjadi unsur penting dalam nasionalisme Indonesia, bahwa apapun dan siapapun yang ingin merongrong dan menghancurkan Negara Kesatuan Republik Indonesia akan berhadapan dengan barisan umat Islam, sebagaimana dahulu para Kiai dan santri menjadi benteng utama dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Maka dari peringatan kelahiran atau maulid nabi besar Muhammad SAW, Presiden Soekarno ingin mengingatkan bahwa kelahiran sang Nabi menjadi awal harapan umat manusia khususnya umat Islam untuk keluar dari berbagai macam belenggu penjajahan, kebodohan dan kemiskinan. Spirit itulah yang dibawa dari tanah Arab sampai di ufuk timur Indonesia dalam proses panjang revolusi Indonesia. Spirit tersebut harus terus direflesikan oleh umat Islam di Indonesia agar senantiasa relevan dengan situasi zaman.