Abu Mansur Al-Maturidi adalah salah satu tokoh sentral dalam teologi Sunni yang sering disandingkan dengan Abu Hasan Al-Asy’ari karena pemikiran kalam dari keduanya memiliki kesamaan tetapi pada beberapa bagian berbeda. Ajaran ini Al-Maturidi tersebar setelah 400 tahun Hijriyah. Perbedaan yang menonjol dari keduanya yaitu, Abu Mansur Al-Maturidi ini bermazhab pada Imam Hanafi dalam bidang fikih sedangkan Abu Hasan Al-Asy’ari ini bermazhab Imam Syafi’i (Subaidi: 2019, 5-6).
Nama lengkap dari salah satu tokoh yang sangat berpengaruh dalam Ahlussunnah Wal Jama’ah ini adalah Imam Abu Mansur Muhammad bin Mahammad bin Mahmud Al-Maturidi As-Samarqandi Al-Hanafi. Yang lahir di Uzbekistan tepatnya di daerah Samarkand di sebuah desa yang bernama Maturid, untuk tahun kelahiran beliau ini tidak dijelaskan secara pasti di buku lainnya bahkan dalam karyanya sendiri. Terdapat beberapa kalangan yang menjelaskan bahwa Abu Mansur Al-Maturidi lahir sekitar 228 H. Dikarenakan pada tahun 248 H. Telah wafat gurunya yang bernama Muhammad bin Muqatil Ar-Razi. Untuk tahun meninggalnya telah disepakati pada tahun 333 H. di Samarkand (Irham, 2015:808).
Masa pendidikan Abu Mansur Al-Maturidi, beliau mendalami ilmu fikih dan ushul kepada banyak syaikh seperti: Abu Bakar Al-Jauzani, Nasr bin Yahya, Muhammad bin Muqatil Ar-Razi dan Abu Nahr bin Al-Iyadh, dari semua syaikh yang telah disebutkan adalah bermazhab pada Imam Hanafi (Bahri, 2020:77) Pada guru-gurunya ini Abu Mansur Al-Maturidi mendapatkan penjelasan tentang Rasail Abi Hanifah dan wasiat-wasiat dari Abu Hanifah, yang kemudian oleh Abu Mansur Al-Maturidi diubah menjadi manhaj dalam bidang ilmu kalam.
Abu Mansur Al-Maturidi mengamalkan ilmunya pada murid-murinya, seperti Abu Al-Qasim Ishaq, Abu Muhammad Abdul Karim dan Abu Al-Layts Al-Bukhari. Ketiga muridnya ini sangat terkenal, sehingga dapat menyebarluaskan ajaran dari Abu Mansur Al-Maturidi sampai seantero Samarkand dan dunia Islam, yang berpusat pada wilayah Dinasti Ottoman (Irham, 2015:809).
Abu Mansur Al-Maturidi mempunyai wawasan keilmuan yang sangat luas. Penyebarannya bukan hanya melalui murid-muridnya saja, melainkan dituangkan melalui tulisan-tulisan yang akan menjadi karya-karya yang dapat dipelajari oleh generasi selanjutnya, karyanya tertuang dalam bidang ilmu kalam, fikih dan tafsir, antara lain: Kitab Radd Awa’il Al-Adillah, Kitab Ta’wilat Al-Qur’an, Kitab Bayan Awham fi Al-Mu’tazilah, Kitab Al-Maqalat fi ‘Ilmi Al-Kalam, Kitab Al-Jadal fi Usul Al- Fiqh, Radd Al-Usul Al-Khamsa Al-Bahili, Kitab Al-Imamah, Kitab Al-Tauhid, dan Kitab Ma’akhidh Al-Shara’i (Irham, 2015:810).
Telah dijelaskan di atas bahwa corak pemikiran Abu Mansur Al-Maturidi mengikuti Imam Abu Hanifah yang mengedepankan takwil dalam pandangannya mengenai akidah. Sehingga Abu Mansur Al-Maturidi sebagai pengikutnya juga menggunakan premis-premis rasional bahkan dalam sistem teologinya. Abu Mansur Al-Maturidi ini dikategorikan sebagai tokoh Sunni dan pemikirannya diperuntukkan sebagai sanggahan atas pemikiran dari aliran Muktazilah. Namun jalan pikiran antara Abu Mansur Al-Maturidi dan aliran Muktazilah terdapat kemiripan, yaitu dalam hal penggunaan akal tetapi keduanya sangat berbeda (Siradj, 2010:90).
Reaksi Abu Mansur Al-Maturidi terhadap Muktazilah dibuktikan dengan penolakannya terhadap 3 ajaran dari Muktazilah yaitu:
- Nafi Al-Sifat, menolak pandangan Muktazilah yang menyatakan bahwa Allah tidak bersifat. Menurut Al-Maturidi justru sebaliknya bahwa Allah mempunyai sifat-sifat.
- As-Shalah Al-Aslah, menyangkal pandangan Muktazilah yang menyebutkan bahwa Allah berkewajiban untuk menciptakan kebaikan terhadap semua yang berkaitan dengan manusia. Al-Maturidi menjelaskan bahwa semua yang diciptakan Tuhan itu hanya mengandung hikmah sehingga tidak ada kewajiban.
- Al-Manzilah Bayn Al-Manzilatain, menyangkal pandangan Muktazilah yang menempatkan pelaku dosa besar sebagai bukan orang mukmin dan juga bukan orang kafir. Dalam hal ini Al-Maturidi menyatakan bahwa orang yang melakukan dosa besar tetap dianggap sebagai orang mukmin (Yusuf, 2016:101).
Ilmu Kalam yang dilatarbelakangi oleh Abu Mansur Al-Maturidi ini diberi nama paham Al-Maturidiyah. Aliran ini terbagi menjadi 2 (dua) kelompok yaitu, Samarkand dan Bukhara. Kelompk Samarkand diartikan sebagai golongan yang menjadi pengikut Abu Mansur Al-Maturidi. Sedangkan kelompok Bukhara diartikan sebagai golongan yang menjadi pengikut Al-Bazdawi, salah satu murid dari Abu Mansur Al-Maturidi yang termasyhur dan pemikirannya lebih condong terhadap pendapat-pendapat dari aliran Al-Asy’ari (Siradj, 2010:91).
Pemikiran Abu Hasan Al-Asy’ari dan Abu Mansur Al-Maturidi ini memiliki kemiripan pada penggunaan metode dan sikap At-Tawassuth (moderat) yang berarti memilih jalan tengah antara An-Naqli (nash) dan Al-‘Aqli (nalar) untuk menemukan jalan kebenaran. Dijelaskan juga bahwa pemikiran dari Abu Mansur Al-Maturidi mengenai penggunaan dalil ‘aqli lebih luas daripada Abu Hasan Al-Asy’ari. Hal ini dapat dilihat dari visi dan wacana keduanya di dalam mazhab fikih. Abu Mansur Al-Maturidi sebagai pengikut Imam Hanafi dikenal dengan Ahlu Ar-Ra’yi sedangkan Abu Hasan Al-Asy’ari sebagai pengikut Imam Syafi’i dikenal dengan perpaduan antara Ahlu Ar-Ra’yi dan Ahlu Al-Hadits yang merujuk pada Imam Hambali dan Imam Malik (Bahri, 2020:80).